"Aku ingin ikut," ujar Aletta.
Raga melepaskan jas hitamnya dan sedikit melonggarkan dasinya. "Tidurlah, aku akan menemanimu."
Aletta menggembungkan pipinya yang chubby. "Kau selalu saja begitu. Ingin menikmati semuanya seorang diri," rajuknya.
Raga terkekeh pelan kala melihat ekspresi menggemaskan gadisnya. Ia selalu suka setiap hal yang ditampilkan Aletta. Rasanya sungguh menyenangkan. "Ini sudah malam, Kau harus tidur."
"Cerewet sekali," gumam Aletta, kemudian berbaring di atas kasur queen size-nya.
"Aku mendengarmu sayang," ujar Raga, lalu berjalan ke arah kamar mandi.
"Kau bilang ingin menemaniku tidur."
Raga tersenyum simpul. "Bagaimana kalau Kau saja yang menemaniku mandi?" ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Aletta bungkam sejenak, lalu menyeringai. "Boleh juga." Ia berlari pelan ke arah Raga, kemudian memeluk lehernya mesra. "Bagaimana jika lebih?"
"Kau sudah tahu jawabanku, sayang."
Aletta mengerucutkan bibir tipisnya, lalu memainkan jemarinya di dada bidang Raga. Kali saja pria di hadapannya ini akan tergoda. "Sekali... Saja. Apakah tidak boleh?" ujarnya dengan nada merayu.
Raga memejamkan matanya. Menikmati setiap sentuhan jemari gadis itu. "Jangan memulainya, Letta." Ia menggenggam tangan mungil Aletta dengan kedua tangannya. "Aku tak ingin merusak hal yang sudah kujaga mati-matian."
Aletta berdecak kesal. "Kau sungguh membosankan!"
Raga mencium punggung tangan Aletta, Gadisnya sedang merajuk. "Tidurlah." ucapnya, lalu melangkah masuk ke kamar mandi.
Sepuluh menit berlalu, Raga keluar dari kamar mandi dengan kaos putih dan celana pendeknya.
Pandangan Raga langsung terpaku pada Aletta yang mungkin sudah terlelap. Ia melangkah pelan dan ikut berbaring di samping Aletta.
Raga menggosok-gosokkan kedua tangannya. Setelah yakin jika kedua tangannya sudah lebih hangat, ia menyentuh pipi Aletta.
Raga tersenyum kecil. "Iblis kecilku." Ia mengusap lembut pipi Aletta, lalu mengecup kilat bibir gadis itu. "Aku mencintaimu."
***
Aletta POV
Terdengar suara pintu yang ditutup. Kurasa sudah aman.
Aku membuka mataku. "Cinta? Cih, Terlalu berlebihan!" cibirku.
Kira-kira siapa yang dijadikan pelampiasannya kali ini ya?
Jika dilihat secara fisik, Raga memang pria yang mendekati sempurna. Alisnya yang tebal, rahangnya yang kokoh, dan matanya yang tajam. Siapa yang tidak luluh dengan wajah rupawannya?
Apalagi ia memiliki harta yang tak terkira jumlahnya.
Namun ia tetap manusia. Tak ada manusia yang sempurna'kan? Memang terkadang ia mudah kehilangan kendali atas nafsunya, tapi itu tak masalah bagiku.
Selama semua masih bisa diatasi bukankah itu merupakan hal yang wajar?
akhhhhhh
Aku tersenyum miring. "Sudah dimulai ya?"
Kurasa tak masalah jika mengintip sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protector
Romance"Kau sungguh ingin tahu apa yang kuinginkan?" Mata setajam elangnya menghunus tepat pada manik mata gadis di hadapannya, kemudian ia berjalan mendekat dan berbisik, "Jiwamu, ragamu, dan seluruh hidupmu."