Untuk Dikenang

62 8 3
                                    

Gue udah berusaha proffesional disini. Gue berusaha memendam masalah pribadi gue. Tapi semua engga bisa gue bendung. Sinta sadar akan kehadiran gue. Dia terkejut, mungkin dalam waktu 3 detik dia menatap gue. Memastikan Gue adalah Tegar. Orang yang selalu ada waktu dia kuliah dulu, orang yang selalu ada saat dia sedih, orang yang selalu ada saat dia bahagia. Saat itu juga sinta berjalan lebih cepat. Seperti ingin menghamipiri gue.

Sinta lari ke arah gue dan dia memeluk tubuh gue.

Semua orang yang ada di acara itu terdiam. Terpaku dan masih tidak percaya dengan apa yang terjadi kali ini. Seorang pengantin wanita yang memeluk tukang video yang bahkan mukanya aja engga lebih ganteng dari garpu siomay. Gue kaget dengan apa yang Sinta lakukan, memeluk dengan sangat erat.

"Maaf Tegar, aku pergi malam itu" gue dengar tangisnya dan bahu gue udah mulai basah karena air matanya.

Gue berusaha menerima kenyataan.

Secara perlahan gue dorong Sinta dengan halus, agar dia mau melepaskan pelukanya. Mata gue berkaca, tapi gue engga mau melihat ada kesedihan di hari bahagianya Sinta.

"Sudah Sinta, kita akan sama-sama bahagia setelah ini." Gue berusaha buat Sinta tenang.

Sinta ditarik oleh mempelai pria yang terlihat sangat marah. Kemudian jadi banyak orang yang ngerubungin gue. Mungkin gue dikira selingkuhan atau gimana, sampai ada yang muncul dan mungkin mau mukulin gue.

Gue ngalah

Akhirnya Arik berusaha buat gue tenang. Gue duduk di kursi mobil dan buka pintunya selagi menunggu Ac mobil dingin. Gue cuma diem dan berusaha menerima keadaan.

"Gar, lo tunggu disini aja ya. Gue sama Deni aja yang  ngerjain ini" Arik dengan nada sedikit panik. 

"Gue pulang sendiri aja rik, pake bus antar kota aja engga apa-apa."

"Jangan gitu dong gar, gue jadi engga enak. Gue juga engga tau kalau calon wanitanya itu si Sinta"

"Gue paham rik"

Tanpa sepengetahuan Arik dan Deni. Gue pergi sendiri ke terminal. Sambil nunggu bus yang bisa nganter gue ke Purwokerto.

Tepat jam 12 gue masih di Terminal. Menghisap rokok yang baru aja gue beli tadi. Panasnya siang ini masih kalah sama panasnya hati gue yang lihat Sinta udah nikah sama orang lain.

Hanya melihat orang yang turun dan naik bus selama satu jam gue duduk di terminal ini. Keramaian orang yang berada di Terminal menambah keruhnya isi otak gue.

Gue ngambil earphone yang ada di dalam tas. Kemudian buka Google terus gue searching "Lagu untuk orang galau yang ditinggal nikah"  terus muncul lagunya Bruno Mars yang judulnya When i was your man

Karena gue engga begitu suka sama lagunya. Akhirnya gue engga jadi dengerin lagu yang disaranin Google.

Akhirnya gue pilih lagu Denny Caknan yang judulnya Tanpo Tresnamu.

Segampang kui caramu
Ngapusi rasa atimu
Saiki aku dewe neng kene
Mung sepi tanpo tresnamu

Karena gue ikut menghayati dan ikut nyanyi lagu ini. Orang-orang di terminal pada liat gue dengan pandangan takut sekaligus prihatin.

Ini di terminal kenapa ada ponakan Dajjal lagi nyanyi engga jelas si. Mungkin mereka pada mikir gitu. Tapi gue masa bodoh dengan orang lain, yang penting gue seneng.

Selesai gue nyanyi tiba-tiba ada tiga orang yang ada di depan gue. Mereka adalah Ahmad Dhani, Anang Hermansyah dan Bebi Romeo. Ini gue lagi di Indonesia Idol?

"Kamu nyanyinya bagus, sangat meresapi" Mas Ahmad Dhani komen.

"Tapi menurutku kamu engga meresapi, kamu lebih ke mereskambing" Bebi Romeo dengan suara beratnya mengelak pendapat Ahmad Dhani.

"Kalo aku sih yes" Mas Anang menambahi

Gue bangun dari mimpi aneh gue itu karena dibangunin sama mba-mba  yang pake masker.

"Mas? Masih hidup?" Mba yang pake masker nanya ke gue.

"Masih mba alhamdulillah, kenapa ya? Saya ketiduran soalnya."

"Mas ngorok  keras banget, kaya mesin kreta saya jadi keganggu."

"Hmmm"

Dengan muka ilfeel gue pergi meninggalkan mba-mba itu. Dengan muka yang masih ngantuk gue pergi buat beli tiket ke Purwokerto. Gue akhirnya naik bus Efisien berwarna biru, sebiru hatiku. Menanti kabar yang aku tunggu.

Malah nyanyi.

Gue duduk di bangku pojok yang sampingnya masih kosong. Posisi gue duduk itu disebelah kaca dan gue senderin kepala gue dikaca sambil dengerin musik pake earphone pokoknya sok-sok jadi sadboy lah. Gue dengerin lagunya Didi Kempot yang judulnya Cidro.

Gue tutup mata, dan meresapi setiap lirik lagu yang menceritakan gue banget. Tiba-tiba ngrasa ada yang duduk di sebelah gue. Tapi gue engga peduli sama siapapun yang duduk sebelah. Selama itu bukan Godzila gue tetap ngrasa engga perlu peduli.

Sepanjang jalan yang gue pikirkan hanya Sinta. Gue lihat bagaimana cara dia meluk gue, cara dia menangis di bahu gue. Engga ada yang beda. Hanya dia sekarang bersama orang lain yang menjadi perbedaan.

Ternyata selama dua tahun Sinta pergi, dan selama dua tahun gue bertanya dimana keberadaanya. Akhirnya terjawab sudah.

Gue akan berusaha ikhlas dan menerima. Karena menurut gue, kalau emang bener sayang sama Sinta. Gue harus rela kalau dia bahagia sama orang lain.

Cinta tidak harus memiliki, sayang tidak harus dimengerti, juga perasaan tidak harus beralasan.

Mulai sekarang gue simpan baik-baik kenangan yang Sinta berikan. Gue jadikan bekal buat hari besok. Selalu berpikir positif tentang masa lalu adalah salah satu alasan gue bisa melangkah sejauh ini. Termasuk kenangan pahit tentang keluarga gue, masa kecil gue, kisah cinta dan semua masa lalu yang udah gue lewatin.

Dung tung tang dung dung tang!

Lamunan gue berhenti karena HP gue bunyi. Gue pikir mungkin Arik yang nelfon gue. Tanpa pikir panjang gue buka HP dan kaget dong. Ternyata tukang galon yang nagih uang lagi ke gue anjir! Gue angkat deh itu telfon.

"Iya pak saya ini lagi balik ke Purwokerto" jawab gue dengan halus.

Setelah menjawab telfon dari tukang galon yang berasa debt collector. Gue reflek liat penumpang di sebelah gue. Pakai celana levis hitam, sepatu vans, jaket abu-abu, dan yang bikin gue kaget dia pake masker.

Kaget dong mba-mba yang bangunin gue waktu mimpi lagi audisi ternyata duduk disebelah gue. Kalau tahu gini mending duduk sama godzila aja deh tadi. Mba-mba itu kayaknya juga sama-sama kaget liat gue yang matanya melototin dia.

"Loh mas-mas ngorok" kata dia sambil ngejauhin mukanya.

"Kok kamu disini mba?"

"Loh ini kan bus umum, jadi saya boleh dong naik" Mba-mba itu sambil membuka maskernya

"Yang bilang ini bus tempur siapa?"

Mba-mba itu terdiam sambil memalingkan mukanya. Gue juga melakukan hal yang sama, malahan gue jadi agak geser ngejauhin dia.

Timpang Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang