Selingan

29 3 3
                                    

Hujan reda setelah kami berada di warung kecil itu selama hampir 2 jam. Selama itu pula Fina berdiam diri. Gue engga tahu dia mikirin apa, tapi insting ojek gue tetep jalan untuk memberinya rasa nyaman.

"Fina, pulang sekarang ya?" Ucapan gue mengejutkan lamunan Fina.

"Ayo gar, aku aja yang bayar ya. Kamu makan mendoan berapa"

"Enam biji, hehe laper"

"Iya aku tahu kamu perutnya kaya karet, kalo diisi malah tambah melar" balas Fina dengan tawa kecil.

Sumpah manis banget dia!

Gue memandangi Fina saat menyodorkan uangnya kepada ibu penjaga warung. Dia mengingatkan gue sama Sinta. Mungkin Fina lebih baik, tapi hati gue tetap belum bisa melupakan Sinta.

Fina secara fisik memang menang telak sama Sinta. Gue juga heran kenapa dia bisa suka sama gue. Bukannya gue terlalu PD, tapi dari omongan Arik dan akhir-akhir ini Sinta sering banget sama gue. Ya semoga secarap perlahan Fina menjauh dari gue, dan gue belum terlalu mempunyai rasa buat Fina.

Kami menyusuri jalan pulang tanpa sepatah kata pun yang terucap. Sore setelah hujan membuat udara semakin dingin. Juga tangan Fina yang semakin erat memeluk gue dari belakang. Selalu Fina menopangkan dagunya di bahu gue, akhirnya gue inisiatif buat ngarahin spion motor biar muka Fina keliatan.

Uwuu

Sialnya, sebelum gue nganterin Fina ke rumah, ternyata hujan besar. Tepat diperempatan deket kost gue. Jadi, gue memutuskan untuk mampir ke kost dulu daripada kehujanan, kasian Fina. Jalan-jalan sama orang miskin, seneng engga, sakit iya.

Sampai dikost, muka Fina agak canggung gue lihat. Mungkin karena takut dicabuli sama gue. Apalagi muka gue udah mirip sama mucikari jalanan. Malahan mucikari yang mirip gue kayaknya. Tapi gue juga bodoamat, daripada dia nanti sakit. Lagian gue juga males kalau hujan-hujanan. Nanti sakit siapa yang ngurus.

"Mana kamarmu Gar?" Tanya Fina sambil melepas sepatunya.

"Itu yang ada stiker monyet cewek"

"Adanya stiker monyet cowok"

"Itu ekornya"

Fina dengan pelan membuka pintu kamar gue. Kaya biasa dia engga punya akhlak emang, langsung main tiduran aja dikasur. Ya mungkin dia capek jadi langsung rebahan gitu. Gue masuk sambil buka jaket dan gue gantungin di belakang pintu.

"Mau minum apa Fin?" Tanya gue sambil rapihin meja.

"Engga usah, masih kenyang perutku. Mau tiduran aja disini kalo boleh."

"Orang tuamu engga nyariin?"

"Dia mah sibuk sama kerja, sama anak yang penting dikasih uang." Balas Fina

"Enak dong, bebas, banyak uang. Bisa nglakuin apapun yang kamu mau"

"Buat apa semua itu, kalo engga dapet kasih sayang?" Balasan Fina buat gue berhenti sejenak untuk merapikan meja dan melihat ke arah Fina.

Hari sudah semakin sore, tapi hujan belum juga reda kayaknya mau balas dendam deh soalnya tiap ada hujan pasti kita langsung neduh dan ya walaupun barusan agak basah dikit si tapi ya engga terlalu basah kaya habis mandi junub.

"Gar sini temenin aku dikasur kenapaa! Daripada gabut kamu scroll hp mulu"

"Ngarang lo deh, engga berani gue, nanti banyak setan." Balas gue

"Dingin banget soalnya, selimut kamu tipis banget kaya kertas coretan buat ulangan MTK"

"Engga, kalo mau tidur sendiri aja, gue mau ngrokok"

Pada akhirnya Fina, gadis kecil yang gue temuin di perjalanan pulang dari nikahan Sinta tidur di kamar kosan gue. Kamar sempit ini mungkin tempat paling tidak nyaman yang pernah Fina tiduri, beda jauh banget lah sama kamar dia yang bisa buat mendarat helikopter. Lemari dikosan gue aja lemari plastik yang lubang kuncinya rapet.

 Lemari dikosan gue aja lemari plastik yang lubang kuncinya rapet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ya sekali lagi, harus disyukuri kan ya. Masih banyak orang yang engga punya lemari di dunia ini. Bayangkan deh mereka yang tidak punya lemari, mau nyimpen celana dalem dimana coba. Banyak orang yang lupa akan hak manusia memiliki lemari. Mereka fokus dengan kasus kelaparan, tapi kasus orang yang tidak memiliki lemari? Kita seakan buta.

Hak untuk mempunyai lemari harus kita tegakan!!!

Sebatang rokok gue ambil juga dengan koreknya, gue nyalain rokok sambil noleh ke arah Fina yang lagi tertidur dengan selimut warna hitam yang melekat di tubuhnya, rambutnya yg panjang indah terurai. Tepat dihadapan gue.

Engga ada pikiran jahat sama sekali. Mungkin kalian pikir gue bakalan tidur juga dan berbuat hal negatif ke Fina. Gue ini nakal, bukan jahat. Senakal dan sebebas apapun gue, menghargai wanita adalah hal yang udah gue pegang dari dulu.

Sebentar lagi maghrib, hujan makin gede, rokok baru menyala.

———

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Timpang Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang