Pernahkah anda menangis di dalam kelas hanya karena tidak faham pelajaran???
Tidak akan pernah saya lupakan dalam hidup saya, betapa saya membenci hari itu. Ya, hari rabu jam keenam dan ketujuh mata pelajaran qowaidun nahwiyah.
Memang, saya belum pernah masuk ke pondok sebelumnya sehingga saya tidak memiliki pengalaman belajar mendalam tentang ilmu nahwu, sehingga saya benar-benar blenk tidak mengerti sama sekali.
Takdir saya untuk berada di kelas Alif, ternyata tidak sesuai dengan kemampuan otak saya.
Sejak dahulu, di pondok saya, setiap anak di kelompokkan berdasarkan kemampuan akademiknya. Misal, Rangking 1-25 dia akan duduk di kelas Alif, rangking 26-5 dia akan duduk di kelas Ba'. Begitulah seterusnya. Seperti klasifiksi begitu.
Jadi, tidak salah kalau santri yang duduk di kelas Alif itu merupakan anak anak super di bidang akademik.
Dan menariknya, saya masuk di kelas tersebut padahal saya tidak tahu apa apa di bidang agama. Mungkin ketika tes, nilai pelajaran umum saya lah yang mendorong saya lah untuk bisa masuk kelas menegangkan ini. Wkwkwwk
Sehingga hari-hari saya terisi dengan penuh tekanan dari semua mata pelajaran terutama pelajaran yang menggunakan bahasa pengantar bahasa arab. Ouuucchhhh,........
Di kelas saya, mayoritas anggotanya merupakan alumni pondok pesantren atau MTs sehingga so pasti mereka pernah mengenal yang namanya bina', sighah, wazan dan lain-lain beserta antek-antek kenahwuannya dan keshorrofannya itulah pokoknya.
Suatu hari, Usth. Ruqoyyah, wali kelas saya seperti biasa menjelaskan bab I'rab. ASLI, ustadzah Cuma menjelaskan sedikit, anak-anak langsung bisa menjawab.
Sementara saya dan teman saya yang duduk di belakang Cuma bisa melihat mereka yang berebutan saling menjawab soalnya Ustadzah secara jama'iyan.
Dan ketika ustadzah, bertanya,
"Fahimtunna?"
Semua serentak menjawab faham.
Sementara, saya?
Saya terkucilkan di belakang dengan ketidakmengertian saya, entah apa yang ada di benak saya ketika itu, mangkel, sedih, marah, bercampur aduk semuanya.
kenapa hamba tidak mengerti pelajaran yang disampaikan?
Ucap saya, membatin.
Pelan namun pasti, air matapun menetes. Yah, merasa tidak berdaya gitu lah pokoknya....
Hingga pada akhirnya, ustadzah Ruqoyyah menghampiri saya seraya bertanya,
"Anti Limadza?"
Dengan polos dan anggunnya, saya menjawab,
"Ana la afham, Ya Ustadzah...."
Ustadzah Ruqoyyah tersenyum lalu membisikkan sesuatu di telinga saya,
"Nanti malam ke kamar ustadzah..."
Ujar beliau sembari menepuk punggung saya beberapa kali.
Hingga pada akhirnya saya bangkit dari keterpurukan saya dari si Monster Nahwu, dengan menemukan pahlawan untuk melawan monster.
ASMIYATI. Teman sekelas saya asal Pamekasan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Akhirnya, sejak saat itu, saya dengan jiddi belajar ke beliau. Karena beliau bisa menjawab semua pertanyaan, yang menurut orang-orang agak konyol.
Apakah definisi rofa' itu? Nashab? Tanpa menyebutkan macam-macam dan ciri-cirinya.
Kak Aas, nama panggilan Asmiyati, begitu berbeda. Ketika semua orang mendengarkan penjelasan ustadzah, beliau tidur di kelas. Tapi anehnya, nanti pada sesi pertanyaan, Cuma beliau yang bisa menjawab. Sementara kita yang mendengarkan? Tak tau ape-ape....
Mangkelin kan.....?
Kak Aas, adalah orang yang spesial di hidup saya. Sangat spesial. Karena beliau dengan sabar dan telaten mengajari saya yang oon ini.
Kak Aas adalah segala-galanya. Terimakasih Kak Aas, antum bukan hanya teman, sahabat, kakak tapi juga guru, motivator, guru besar, orang yang berjasa dalam kehidupan keilmuan saya
. I love you kak.....
Jasamu tak kulupakan 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Seorang Santri
Non-Fictionini kisah pribadi penulis ketika menjadi seorang santri selama 8 Tahun di sebuah Pondok Pesantren Di Ujung paling timur Pulau Madura. 🏢Al Amien Prenduan Sumenep Madura🏢