Lee Rowoon adalah alasan Hyeyoon tidak ingin tinggal di rumah ayahnya. Sejak awal Hyeyoon bersikeras tidak ingin pindah karena dia tau Rowoon tinggal di sebelah rumahnya, ditambah lagi kamar mereka yang bersebrangan, membuat Rowoon yang mati-matian ia hindari selama di sekolah menjadi lebih dekat dengannya tanpa bisa dihindari lagi. Dan sekarang, makhluk tinggi menyebalkan itu malah berada di depan rumah Hyeyoon, lengkap dengan motor besarnya.
Rowoon melemparkan sebuah helm dan langsung ditangkap oleh Hyeyoon dengan refleks.
"Naiklah." ujar Rowoon sambil menunjuk motornya dengan dagunya.
Alih-alih naik, Hyeyoon malah menghempaskan helm yang diberikan Rowoon ke tanah. "Mati aja sana, bangsat"
Hyeyoon hendak berlalu, namun pergelangan tangannya ditahan oleh Rowoon. "Aku sudah diberi amanat oleh Abeoji, dia bahkan meminta video bukti kalau aku mengantarmu ke sekolah."
Hyeyoon memijit pelipisnya, astaga merepotkan sekali.
"Lalu bagaimana? Kau akan ikut denganku atau naik bus dan terlambat ke sekolah?" tanya Rowoon, dengan senyum licik tersungging di bibirnya.
Nyatanya, yang dikatakan Rowoon itu benar. Karena Hyeyoon terlambat bangun, dia hanya punya sedikit waktu untuk ke sekolah jika tidak ingin terlambat. Bahkan jika Hyeyoon naik bus, dia tidak akan sampai di sekolah tepat waktu, pasti terlambat. Dan naik motor menjadi satu-satunya solusi bagi Hyeyoon jika tidak ingin dihukum akibat terlambat ke sekolah.
"Antarkan aku, sampai halte bus saja." titah Hyeyoon.
Hyeyoon tetaplah Hyeyoon dengan harga diri dan gengsinya yang setinggi langit.
"Tapi–"
"Tapi apa, hah?! Kita hanya perlu mengirimkan video bukti itu pada Appa, tidak perlu pergi ke sekolah bersama." potong Hyeyoon.
Rowoon menghela napas, adu mulut hanya akan menghabiskan waktu dengan sia-sia. "Baiklah, aku akan mengantarmu sampai halte bus." putus Rowoon akhirnya.
Kemudian Rowoon bergerak mengambil helm yang dibuang Hyeyoon barusan. Mengusapnya perlahan sambil sesekali meniup benda itu, membersihkannya dari pasir yang menempel. Dan tanpa aba-aba, memasangkannya di kepala mungil Hyeyoon.
Hyeyoon terkesiap, namun kalah cepat dari Rowoon. Hanya kaki kanannya yang refleks bergerak mundur satu langkah.
"Hei, kau mau mati hah?! Berani sekali mengambil kesempatan dalam kesempitan." teriak Hyeyoon dengan suara khasnya.
Rowoon tersenyum, menganggap bahwa makian Hyeyoon barusan terdengar imut.
"Aku tidak akan mati sampai kau menerimaku." ujar Rowoon, masih dengan senyum di bibirnya.
Belum sempat Hyeyoon membantah, menyemprot Rowoon dengan seribu satu makian, mulutnya kembali terbungkam oleh tindakan Rowoon.
Rowoon melepas jaket abu-abunya dan melingkarkannya di pinggang Hyeyoon. Dan untuk kesekian kalinya, Hyeyoon membeku di tempatnya.
Rowoon lantas naik ke motornya, memasang helm dan memutar kunci.
Hyeyoon yang akhirnya tersadar segera bergerak menaiki motor besar Rowoon dengan susah payah.
Astaga, mau naik aja susah. Cuma raksasa yang bisa bawa motor begini, batin Hyeyoon.
Sementara Rowoon yang melihatnya dari kaca spion menahan tawa. Hyeyoon terlihat seperti anak kecil yang sedang memanjat lemari.
"Sudah?" tanya Rowoon setelah Hyeyoon berhasil naik.
"Eoh" jawab Hyeyoon, kemudian terdengar suara mesin motor dihidupkan dan tak lama setelahnya motor itu sudah bergerak di jalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Girl [Rowoon × Hyeyoon]
Fanfictionaku suka dia, kecil, imut - rowoon aku nggak suka dia, tinggi, bikin sakit leher - hyeyoon tentang cowok dan cewek yang perbedaan tingginya jauh