Note : tulisan italic merupakan flashback, akan diberi jarak setiap flashback dimulai dan diakhiri untuk memudahkan pembaca.
Selamat membaca ^^
*
Rowoon sedang berada di ruang guru, mendengarkan celotehan Han-ssaem —guru matematikanya— karena tidak mengikuti kuis tadi pagi. Rowoon tidak benar-benar mendengarkan. Pikirannya melayang kemana-mana, membayangkan menu makan malam, atau episode Haikyuu yang belum di tontonnya. Otak Rowoon seolah bisa memilah, mana informasi penting yang perlu diingat, mana ceramah berisi amanat busuk yang bahkan tidak perlu didengar.
"Kau dengar, Lee Rowoon? Hari ini hanya kau sendiri yang tidak ikut kuis, tidak ada siswa lain yang absen apalagi terlambat di jam saya, kecuali kau. Akan merepotkan membuat soal remedial untuk satu orang. Jadi, kerjakan soal-soal ini dan kumpulkan kepada saya besok." jelas Han-ssaem di akhir sesi ceramah dadakannya.
"Baik, ssaem." jawab Rowoon datar, sampai setumpuk soal diberikan kepadanya. Mata Rowoon melotot, tangannya membolak balik kertas yang diberikan Han-ssaem. "Lima puluh soal?" tanya Rowoon tak percaya.
Pria berkacamata yang dipanggil Han-ssaem itu duduk di kursinya dengan santai, menyilang kaki dan sedikit berputar, "Kenapa? Ada masalah? Teman-temannya tadi mengerjakan 5 soal dalam waktu satu jam. Kau kan mengerjakannya di rumah, kau punya waktu lebih dari sepuluh jam, seharusnya kau bersyukur."
Astaga, rasanya Rowoon ingin sekali menonjok muka menyebalkan itu, kalau saja mereka tidak sedang di sekolah. Bisa gawat kalau Rowoon sampai diskors, nilainya sudah cukup jelek. Lagipula kenapa matematika —yang merupakan pelajaran tersulit sedunia— tidak guru baik saja yang datang mengajar? Kalau guru otoriter seperti ini, bukannya membuat siswa senang belajar matematika, malah membuat mereka semakin benci dengan ilmu hitung-hitungan itu.
"Tapi ssaem, ini terlalu banyak. Dan soalnya essay semua. Harus pakai cara, 'kan?" Rowoon berusaha memprotes, masih tidak terima dengan hukumannya.
"Ya, tentu saja pakai cara." Han-ssaem tersenyum jahat, membuat Rowoon merinding, "Kalau kau protes lagi akan ku tambah jadi seratus soal, mau?" tanyanya pelan, dengan nada rendah mengintimidasi.
Rowoon terdiam di tempatnya, berdiri kaku. Guru yang satu ini seperti psikopat. "Baik, ssaem. Lima puluh soal."
Han-ssaem merubah senyumnya menjadi senyum ramah pebisnis yang dibuat-buat, "Baiklah, kalau begitu selamat mengerjakan. Saya tunggu hasilnya besok."
Rowoon mengangguk pasrah, kemudian keluar dari ruang guru dengan lunglai. Ketika membuka pintu, Rowoon mendapati Hyeyoon sedang berdiri di sana.
"Mau masuk?" tanya Rowoon, masih memegang pintu, menahannya agar tetap terbuka.
Hyeyoon menggeleng, "Tidak."
Rowoon menggeser pintu, menutupnya. Hyeyoon masih berdiri di sana, di depannya. Menunduk sambil memainkan jari-jarinya.
Rowoon tersenyum kecil, "Kau mencariku?"
Tentu saja tidak. Hyeyoon itu selalu melarikan diri kalau melihat Rowoon. Menghindar sejauh mungkin seolah Rowoon adalah virus corona. Dan akan memaki-maki bahkan memukuli kalau Rowoon dekat-dekat dengannya.
Gadis bertubuh mungil itu mengangguk perlahan, "Eoh" gumamnya.
Rowoon kaget. Ini kejadian langka, tidak biasanya Hyeyoon mencarinya. Biasanya dia yang sibuk mencari Hyeyoon.
Hyeyoon mendongak, membuat matanya bertemu dengan manik hitam Rowoon. "Kau tidak ikut kuis matematika tadi pagi, 'kan?"
Oh, sepertinya Rowoon bisa menebak arah pembicaraan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Girl [Rowoon × Hyeyoon]
Fiksi Penggemaraku suka dia, kecil, imut - rowoon aku nggak suka dia, tinggi, bikin sakit leher - hyeyoon tentang cowok dan cewek yang perbedaan tingginya jauh