003

2.1K 358 40
                                    

Keluar dari area Rumah Sakit Akademik UGM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keluar dari area Rumah Sakit Akademik UGM. Arkasa menenteng jas putih milik fakultas Biologi yang baru saja dia ambil—juga sebuah almamater UGM diatasnya. Ditangan kiri dia menarik sebuah koper besar dengan sebuah stiker TATA tertempel diatasnya dengan kesusahan.

Disampingnya seorang pemuda—lebih pendek darinya—yang ditemuinya dipintu keluar RSA beberapa detik lalu terus mengikuti, "Arkasa kan? Inget gue gak?" tanyanya, membuat Arkasa berhenti sejenak, dia mengingat-ngingat pernah menemui pemuda itu dimana.

Tapi tak juga ada selintas ingatan tentang pemuda itu, jadi dia kembali menarik kopernya—hingga melewati hutan khusus mahasiswa Biologi sebelum mencapai tempat yang dia tuju.

"Gue Gema

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue Gema. Jimin Gema Samudera," Gema tetap kekeuh melambaikan kedua tangan didepan wajah, senyum lebar terpampang diwajahnya, hingga matanya menghilang membentuk bulan sabit. "Yang pernah lo pinjemin jas Biologi pas waktu kita SMA dulu."

Dan Arkasa menghela napas lelah, dia sekarang sudah bisa melihat residence yang akan dia tinggali selama semester ke depan hingga lulus, tapi pemuda yang sejak tadi mengikutinya mulai membuatnya jengah. Lagipula dia tidak ingat pernah meminjamkan jas Biologinya ke pemuda itu. Tapi demi lepas, Arkasa sekarang membuat senyuman dibibir, dengan wajah kalem dia menjawab. "Gak masalah, bukan hal besar."

Tapi sepertinya itu bukan keputusan yang tepat, begitu melihat senyuman Gema makin melebar, juga tubuhnya yang semakin mendekat—tiba-tiba memeluknya atau mungkin menubruknya dengan kecepatan the flash, hingga membuat tubuh Arkasa yang jauh lebih tinggi dan besar sedikit terdorong beberapa langkah kebelakang.

"Gue seneng banget bisa ketemu sama lo disini," Gema melepas pelukannya, senyum masih tersungging dibibirnya. "Ngomong-ngomong lo ngambil asrama apa?"

Arkasa enggan menjawab tapi pada akhirnya dia mengarahkan pandangannya pada bangunan besar didepan mereka.

"Lo ngambil asrama Dharmaputera Karanggayam? Serius?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo ngambil asrama Dharmaputera Karanggayam? Serius?"

Arkasa mengangguk, tidak tahu pertanyaan dari Gema akan menuju kearah mana.

"Gedung apa?"

"Akasia."

"Anjing lo, berarti kita satu gedung asrama. Gak nyangka gue takdir bakal nyatuin kita cuman karena lo minjemin jas Biologi lo ke gue." Gema tanpa kata tiba-tiba menyabotase kopernya, membawa koper miliknya juga milik Arkasa secara bersamaan tanpa kesusahan, seakan itu hanyalah hal kecil yang tidak berbobot.

Mata almond Arkasa memicing begitu menyadari jika ada jas putih lain selain miliknya berada diatas koper milik Gema.

Tai.

Tidak mungkin Gema juga mengambil jurusan yang sama dengannya, kan?

.

[...]

.

Arkasa terbangun dari tidurnya, rambut hitam legam miliknya mencuat kemana-mana, dia melirik pada kopernya yang masih tergeletak sembarangan di pojok ruangan.

Yah, Dia terlalu lelah untuk membereskan semuanya setelah mendengar Gema berbicara tanpa jeda dan henti kemarin.

Satu hal yang dia syukuri ternyata jas putih yang dia lihat kemarin bukanlah jas fakultas Biologi milik Gema. Melainkan milik temannya, begitu katanya.

Kabar sialnya adalah kenyataan bahwa kamar asrama Gema tepat berada disamping kanan kamarnya. Takdir memang selucu itu dan brengsek. Persetan.

Arkasa meraih sebungkus rokok diatas nakas, akan menyulutnya dengan pemantik sebelum suara gedoran terdengar dari luar pintu kamarnya.

"Arkasa buka... Buka, buka..." sudah dipastikan jika itu suara Gema. Dia meletakkan pemantik juga rokoknya, berjalan membuka pintu sebelum sakit kepala menyerang begitu mendengar suara cempreng pemuda itu dipagi buta.

Wajah berseri-seri milik Gema adalah yang ia lihat saat ini.

Arkasa sepet, ingin cepat mengusir pemuda itu pergi, tapi tampaknya Gema tidak peka dan tidak tahu malu. "Temenin gue balikin jas in—"

"Lo udah gede ma, balikin sendiri sana, gue mau ngerokok." potong Arkasa cepat, tak sudi menemani Gema yang sekarang lebih mirip anak TK.

Gema mengecurutkan bibirnya, dan Arkasa ingin sekali muntah, kebal terhadap sikap sok imut. "Kamarnya cuman disebelah kiri kamar lo kok,"

Mungkin jika diteruskan semua kejadian ini tak ada habisnya, dan membuang waktu beharga Arkasa yang bisa ia habiskan untuk menghabiskan sebungkus rokok dikamar, jadi Arkasa hanya mengangguk lemah, yang dibalas dengan senyuman lebar dari Gema.

Gema menggandeng tangannya tak lama kemudian, hanya sebentar sekali karena sesuai dengan perkataan Gema jika kamar pemilik jas Biologi yang ia pinjam memang ada disebelah kiri kamar Arkasa.

Arkasa menguap lebar, rasa kantuk belum hilang, dan sudah hampir lima menit ketukan dari Gema belum juga membuahkan hasil, pintu kamar bernomor 73 itu masih tertutup rapat. Dan Gema sudah mulai kehilangan semangat dalam mengetuk, jadi Arkasa menepuk pundaknya, "Lo yakin ini kamarnya ma?"

Gema mengangguk, keduanya kini berdiri saling berhadapan—atau mungkin hampir, karena Arkasa sedikit menumpukan sebelah bahunya pada dinding karena lelah berdiri.

"Ya udah, kita coba lagi nanti atau besok gimana?" kata Arkasa mencoba membujuk Gema, karena sumpah dia lelah sekali, dan ingin kembali kekamarnya segera.

"Ya uda— eh kak ternyata lo lagi diluar? pantesan gue gedor dari tadi gak ada respon." Binar dimata Gema kembali, senang jelas terlukis diwajahnya begitu melihat orang yang ia cari tengah berdiri dibelakang Arkasa. Arkasa mau tak mau juga mengikuti arah pandangan Gema yang tertuju dibelakangnya.

















Keparat.















"Halo Arkasa."

Tai. Tai. Tai.


.

[26/01/20]

afeksi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang