.
[...]
.
Awalnya hanya ada Pramana dan Halim di gazebo sekitaran gedung fakultas Pertanian, tetapi beberapa menit kemudian mata jeli Pramana melihat Gema yang sedang jogging mengelilingi kampus.
Jadilah tiga orang berbeda jurusan itu sekarang sedang duduk berhadapan, dengan ekspresi serius. "Lo temen deketnya Arkasa kan?"
Halim yang mempunyai koneksi dari semua jurusan anak UGM memulai pembicaraan, anak sultan itu sudah menduga jika 'Arkasa' ini adalah topik yang patut dia cari tahu setelah mendengar pembicaraan antara Batara dan Abimanyu, ketimbang mencari tahu tentang silsilah keluarganya yang jelimet.
"G-gak juga..." Gema mengusak belakang rambutnya ragu, tidak yakin jika dia bisa dianggap sebagai teman dekatnya Arkasa, karena baru dua hari lalu dia benar-benar mulai berbicara dengan pemuda pemilik mata almond.
"Kan apa gue bilang." Pramana menyeruput teh yang dibelinya tadi. Sedikit menyeringai pada Halim yang membalasnya dengan dengusan.
"Apa kita langsung tanya ke Batara aja?" Pramana meminta persetujuan pada Halim, dan tanda tanya besar muncul dikepala Gema.
"Apa hubungannya sama kak Batara?"
Dua pasang mata kembali fokus pada Gema, mereka bertiga saling berpandangan kembali. "Lo kenal siapa itu Batara?"
Gema memiringkan kepalanya tetapi kemudian mengangguk. "Ya...?"
"Kalo gitu lo kenal Abima? Maksud gue Badha Abimanyu?"
Gema berpikir sebentar, mengingat-ngingat, lalu mengangguk, "Dia senior di SMA gue dul-"
"Sebentar, sebentar, Abima... Arkasa...," Gema menggumam ragu, untuk meyakinkan, dia kembali memandang pada Halim dan Pramana. "Apa sebenernya yang pengen kalian cari?"
"Kami pengen tahu tentang mereka."
Gema mengetuk-ngetukkan jarinya, dia pernah mendengar gosip tentang Arkasa dan Abima di SMA dulu.
Sebenarnya dia juga sedikit penasaran dengan Batara yang ternyata kenal dengan Arkasa, juga mengenai perkataan Batara pada Arkasa sebelumnya.
Dia menghela napas, "Gue gak yakin,"
"Tapi yang gue denger... Abimanyu sama Arkasa pernah punya suatu hubungan."
Jeda selama beberapa saat, sebelum Halim kembali bertanya. "Hubungan yang kayak gimana maksud lo?"
"Mereka pernah pacaran."
.
[...]
.
Mata hitam keabu-abuan milik Abimanyu menyorot pada Arkasa yang tertawa sedikit dipaksakan, tubuh dibalik balutan almamater UGM miliknya bergetar, dan pandangannya tidak bisa berbohong jika pertanyaan sebelumnya sangat menyakiti yang muda.
Entah kenapa tubuh Arkasa yang lebih besar dan tinggi dari dirinya kini tampak begitu kecil dan—
Rapuh.
"Apa itu yang lo lihat di gue setelah tiga tahun, kak?" Buku-buku jari Arkasa memutih ketika tangannya menggenggam, sekuat mungkin untuk tidak menunjukkan kelemahannya pada orang keparat seperti Abima.
Memangnya apa yang Arkasa harapkan setelah tiga tahun tidak bertemu dengan Abimanyu?
Apa dia berharap Abimanyu akan menyesal dengan perbuatannya tiga tahun lalu? kemudian tiba-tiba memutuskan untuk meminta maaf padanya?
Ha. Arkasa akan tertawa begitu keras ketika itu terjadi.
Abimanyu membuang rokoknya, dia berjalan mendekat ke arah Arkasa, membalas dengan suara berat dan serak, "Ya,"
"Karena Arkasa yang gue kenal gak bakal mampu masuk UGM meskipun dia berusaha sebaik mungkin."
"Tapi gue bukan Arkasa yang lo kenal,"
Suara Arkasa begitu parau, hanya dengan melihat pandangan matanya, Abimanyu bisa melihat jika Arkasa yang ada dihadapannya ini sudah begitu hancur...
"Arkasa yang lo kenal udah gak ada, dia udah lama mati, kak."
Abimanyu bahkan tidak bisa melakukan apapun ketika Arkasa berbalik memunggunginya, dan mulai melangkah keluar dari gedung fakultas Hukum.
'Lo yakin sama keputusan ini?'
Abimanyu menghisap rokoknya, dia memegang sebuah lembaran kertas berisikan perjanjiannya dengan Arkasa.
'Gue bukan orang jahatnya, dhar, gue cuma ngasih dia kesempatan, dan kesempatan ini udah berakhir.'
.
[07/02/20]
KAMU SEDANG MEMBACA
afeksi.
Short Story• taegi lokal au • Menemukan seorang Abimanyu tengah menghirup sebatang rokok diantara jari-jarinya di gedung fakultas hukum bukanlah kejutan april mob yang Arkasa harapkan. Dari semua orang, dari semua tempat, setelah tiga tahun lamanya. Kenapa A...