007

2K 300 20
                                    

A/N: Mulai chapter ini sampai depannya bakalan flashback semua, nyeritain awal Arkasa ketemu Abima sampai mereka putus hehe... Sorry kalo bingung (""

.

[...]

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"...jadi acara bunuh diri lo gagal lagi?" Jungyeon Anaku Puteri tertawa terbahak, memegangi perutnya sembari menepuk meja Laboratorium Kimia beberapa kali—menyebabkan beberapa tabung berizi zat percobaan hari ini sedikit terguncang.

Arkasa mendecakkan lidah, mendorong kaca bundar bening sedikit menjauh dari jangkauan perempuan berambut pendek yang biasa dipanggil Anaku tersebut. "Ada yang ngintrupsi, padahal gue udah ngedalamin banget karakter yang bakal gue mainin di teater nanti."

Anaku melirik pada meja guru, hanya memastikan ada disana, kemudian kembali membalas, "Itu berarti kemampuan akting lo udah bagus sa."

"Tapi gue dikatain bodoh sama orang yang ngintrupsi gue." Arkasa mendesah, mengutuk dan merutuk bayangan pemuda pucat dengan ekspresi datar mengatainya bodoh ketika ia menjelaskan jika ia bukan ingin bunuh diri, melainkan tengah latihan untuk teaternya.

"...sa—Arkasa..."

Pemuda berambut hitam berantakan itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Baru saja ia ingin menjawab pertanyaan Anaku disampingnya, kedua matanya menangkap sosok yang baru saja memasuki Laboratorium Kimia. Tanpa sadar menahan napasnya sendiri melihat sosok Badha Abimanyu tengah berjalan dengan dagu yang terangkat sebelum menghampiri guru yang berada di meja depan.

Badha Abimanyu sama seperti yang dibicarakan oleh kabar yang sering disampaikan oleh siswa-siswi SMA di sekolahnya. Pemuda pucat itu adalah salah satu siswa akselerasi dan salah satu siswa paling jenius di Yogyakarta. Rambut gelap membingkai wajah pemuda itu, sepasang iris hitam keabu-abuan Abimanyu tidak menampakkan ekspresi apapun. Tenang dan tidak terlihat memperdulikan apa yang ada disekeliling.

Dan dengan satu kali pertemuan, Arkasa tahu jika Badha Abimanyu adalah orang paling tidak pandai dalam memfilter kata-katanya.

"...Apa yang lo lihat, sa?" Arkasa tersentak kaget mendengar Anaku bertanya—dengan terburu-buru mengalihkan pandangan dari meja guru. Ia menatap perempuan berambut pendek itu sebelum menggelengkan kepala. "Jangan bohong, gue sadar lo lihatin meja guru terus dari tadi,"

"Dan disana ada kak Badha Abimanyu, lo ngelihatin dia?" Arkasa tidak bisa mencegah dirinya untuk mendengus pelan.

"Dia yang ngintrupsi bunuh diri gue..."

"Hah?"

"Serius anjing?" Anaku kembali berbicara, kali ini perempuan itu mencondongkan tubuh kearahnya. "Pantes aja dia ngatain lo bodoh,"

"Sialan lo."

"Tapi sa... "

"Hmm."

"Lo jangan lagi terlibat sama kak Abimanyu, itu aja sih."

Arkasa dalam diam mencuri pandang ke arah meja guru. Keningnya kembali berkerut ketika Abimanyu membisikkan sesuatu ke telinga guru sebelum guru itu menganggukkan kepala. Arkasa baru saja akan mengalihkan pandangan kearah lain sebelum pandangannya tertangkap pandangan Abimanyu. Ia bisa merasakan tubuhnya bergetar ketika menatap sepasang iris hitam keabu-abuan itu tertuju padanya.

Abimanyu menatapnya, dan tidak tahu mengapa, Arkasa tidak bisa melepaskan pandangan dari pemuda pucat itu. Dirinya seolah-olah tenggelam dalam iris hitam keabu-abuan tersebut. Sebelum bibir pemuda pucat itu sedikit terangkat. Bibirnya membentuk kata yang tidak bisa Arkasa lupakan dari pemuda itu.

'Bodoh.'

.

—tbc.

.

[15/03/20]

afeksi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang