006

1.9K 319 28
                                    

[...]
.

"Darwin dan teori evolusi nggak pernah nyatain kalo manusia berevolusi dari kera, buku pelajaran mengambil kesimpulan sendiri, sempit, dan asumsi sesat, anak-anak sekolah jelas pemahamannya jadi tersesat dan salah kaprah sampai mereka gede,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Darwin dan teori evolusi nggak pernah nyatain kalo manusia berevolusi dari kera, buku pelajaran mengambil kesimpulan sendiri, sempit, dan asumsi sesat, anak-anak sekolah jelas pemahamannya jadi tersesat dan salah kaprah sampai mereka gede,"

Membuang putung rokok ke asbak, Abimanyu mendengus jengah mendengar seorang Namjoon Dharma Abyasa masih membahas topik mengenai kontroversi dari teori Darwin yang dikenal dikhalayak dengan mengungkapkan jika manusia berevolusi dari kera sejak satu jam lalu.

"Menurut lo gimana Abima?" Dharma mengambil duduk disebelah Abimanyu, pemantik ia nyalakan untuk menyulut sebatang rokok yang dia bawa—kemudian melirik pada pemuda yang balas mendengus jengah.

"Apa kera berevolusi jadi manusia?" Suara Abimanyu menggema di lorong sempit tempat biasa mereka merokok di lingkungan sekolah.

Itu pertanyaan mudah, tapi yang bertanya adalah Abimanyu, jadi Dharma terdiam sejenak tampak mencari jawaban yang tepat, sebelum dia membalas, Abimanyu sudah terlebih dahulu berbicara kembali. "Pertanyaan itu sendiri sudah salah kan,  dhar? Karena yang bisa berevolusi itu spesies, sementara kera itu bukan nama spesies."

Jawaban Abimanyu jelas membuat penilaian terhadap pemuda itu makin tinggi, dari awal, sejak ia berkenalan dengan Abimanyu, Dharma sudah bisa mengobservasi jika pemuda itu punya pemikiran yang sangat rasional.

"Bisa gue terima." tanggapnya, Dharma akan beralih topik, sebelum Abimanyu mendorong kursi kebelakang dan berdiri.

"Gue pergi duluan."

Dharma menghela napas, dia masih punya banyak teori untuk diperdebatkan, tetapi Abimanyu memilih untuk pergi, jadi Dharma terpaksa menyimpan teori-teori didalam kepalanya—untuk saat ini.

.

[...]

.

Tubuh Arkasa melewati pembatas pagar di gedung paling atas lantai sekolahnya. Dia bisa melihat pemandangan sekolahnya dari atas, pemandangan pohon-pohon dan juga lapangan olahraga, semuanya seakan berubah menjadi kecil jika dilihat dari atas, seperti miniatur hadiah dari neneknya ketika ia masih kecil dulu. Itu pemandangan yang cantik sebelum dia benar-benar akan melompat dan mengotori pemandangan itu.

Dia mengeratkan pegangan kedua tangannya pada pagar pembatas ketika angin berhembus kencang menerpa tubuhnya, Arkasa memejamkan matanya, satu kaki berbalut sepatu olahraga ia julurkan sehingga tidak memijak lantai dan ganti memijak udara kosong didepannya.

"Apa yang lo lakuin?" Suara asing itu mengagetkannya.

Sejak kapan?

Arkasa menoleh, mendapati pemuda berambut hitam yang entah sejak kapan sudah berdiri disampingnya. Pemuda itu menatapnya sembari bertopang dagu dengan sebatang rokok terselip dibelahan bibirnya, "Ini masih jam pelajaran,"

"Apa acara bunuh diri lo nggak bisa ditunda setelah pulang sekolah?"

.

[...]

.

Arkasa memakirkan motor scoppynya di depan perumahan elit di jalan Malioboro. Dia melepas helm bogo, kemudian berjalan menuju pintu masuk rumah besar yang dikunjunginya sore ini.

Kaos bertuliskan life is suck bewarna putih dipadu celana jeans robek sedikit membuatnya salah tempat. Arkasa menghela napas berat, dia akan menekan bel pintu ketika sebuah suara dibelakangnya mendahului.

"Arkasa,"

Dharma dengan senyum disertai lesung pipit dikedua pipi berdiri menjulang dibelakangnya. "Gue kira lo gak bakal dateng lag—"

Brugh.

Dharma tidak melanjutkan perkataannya ketika Arkasa tiba-tiba saja memeluknya.Ekspresi wajah Dharma berubah mengeras, dia balas memeluk pemuda itu, dan membelai rambut hitam Arkasa perlahan.

Tanpa bertanya, Dharma jelas sudah tahu penyebab Arkasa menjadi begitu kacau seperti sekarang.

.

.

—tbc.

.

[05/03/20]

afeksi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang