"Aku tidak meminta semua ini!" Aku membentaknya.
Ia menggeram, menunjukkan taringnya. Bulu-bulu hitam dan mata merah itu tak lagi menakutiku. Kami sudah sepuluh tahun berpisah. Semenjak Emak mengusirnya dari pohon rambutan itu, ia lama tak menampakkan diri. Kini, ia pulang ke sarangnya. Inilah alasanku tak mau menikah sejak dahulu, aku takut makhluk ini akan merusak ketentramanku. Dia bukan manusia yang bisa diajak kompromi.
"Pergilah! Apa Bapak belum puas membuatku menderita?"
"Pergilah ke tempatmu! Aku tidak membutuhkan Bapak!"
Makhluk itu tertawa menyeringai. Kukira ia akan marah, tapi ia malah memanjat pohon. Ia menggoyang-goyangkan dahan, lalu tertawa-tawa, kegirangan. Aku menutup telingaku. Suaranya mengerikan. Perlahan-lahan bunyi itu lenyap. Ia menghilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Genderuwo
TerrorSri, namaku Sri. Di pelosok jahanam ini banyak yang memanggilku wanita jejadian. Enam tahun lamanya aku disisihkan dari kehidupan orang-orang Kampung Tanjung. Dahulu Emak pernah bercerita kepadaku. Setelah kabar aku melahirkan di atas makam Nyai Jon...