Prolog

94 21 0
                                    


"Bun, Zee berangkat dulu ya?" Pamit gadis yang telah diketahui bernama Zee.

"Udah dimakan belum sarapannya, Kak? Susu yang diatas meja jangan lupa diminum, terus sekalian antar adikmu sekolah, ya?" Cerocos bundanya.

Zee tertawa. "Udah kok, Bun, jangan khawatir. Liat tuh diatas meja, bahkan piring dan gelas pun Zee udah habisin semuanya, hihihi.."

Bundanya tersenyum geli. "Kamu udah tua masih ngelawak aja."

"Ih apasih, Bun! Zee masih muda, masih umur dua puluh empat tahun!" Zee mencebikan bibirnya.

Bunda terkekeh. "Bunda bercanda, eh tapi bener sih, dua puluh empat tahun itu udah termaksud umur matang. Yakin gak mau nikah?"

Ucapan singkat seperti itu mampu membuat raut wajah Zee berubah. Bundanya yang melihat raut wajah anaknya, langsung mencairkan suasana yang hening. "Eh, yaudah ayo kamu berangkat gih, udah jam berapa ini nanti telat, yo yo berangkat!"

"Bunda pasti kecewa ya karena di umur segini Zee belum nikah. Maafin Zee ya, Bun? Zee tahu Bunda kepengen banget Zee berkeluarga dan kasih Bunda cucu. Tapi maaf, Bun.. masih belum ada yang membuat Zee bahagia, Zee takut kalo akhirnya Zee cuma disakitin lagi dan lagi. Zee trauma, Bun, gak mau kejadian itu terulang lagi.

Lagipula hal yang paling penting menurut Zee itu adalah membahagiakan Bunda dan Verisya. Zee gak mau ninggalin kalian berdua, Zee gak mau ikut jejak ayah yang seenaknya nelantarin keluarganya."

Sontak Bunda langsung menarik tubuh putri sulungnya. Mencium pucuk kepalanya dan mendekapnya dengan erat. "Maafin Bunda karena suka maksa-maksa Zee. Bunda janji Bunda gak akan gitu lagi. Sekarang yang penting Zee bahagia, ya? Bunda seneng kalo Zee seneng. Bunda sayang Zee, adikmu pasti juga sayang sama kakaknya. Wanita hebat seperti kamu pantas mendapatkan apa yang kamu mau. Sekali lagi Bunda sayang sama kamu."

"Bundaaa! Zee lebih-lebih sayang sama Bunda, sayang sama Verisya juga. Yaudah bun, doain ya supaya kerjaan Zee lancar, ya?" Zee mencium tangan Bundanya sebelum ia memanggil Verisya untuk bergegas cepat. "Ver, ayo cepet! Nanti kamu telat!"

"Iya sabar, Kak! Ini lagi pakai sepatu!"

"Aku tunggu diluar ya!"

"Iya!"

"Yaudah, Bun Zee ke depan ya?"

"Hati-hati bawa motornya, kalau ditawarin makan siang sama bosmu harus terima. Ganteng gitu anaknya, baik, tajir pula," ucap Bunda yang dimana membuat Zee mencebikan bibirnya.

"Bunda, dia udah tua. Umurnya terpaut jauh sama Zee, ih! Gak mau Zee sama yang tua-tua. Lagipula mana mungkin dia suka Zee."

"Mungkin suka sama kamu. Anak Bunda kan cantik, masa dia gak suka," kata Bunda.

"Udah lah Bun Zee ke depan, bye."

"Kalo kamu gak mau sama yang tua, yaudah sama yang brondong aja ya? Bunda doain nanti ketemu brondong ganteng di jalan, oke?!" Teriak Bunda sambil terkikik geli.

"Tau ah, Bun. Zee gak denger lagi ngeduk sampah!"

***

Kam, 5.

masih amatir, mohon dukungannya ya<3

You, My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang