Chap 3 -lebih dekat

63 13 0
                                    

Sudah seminggu terhitung kedekatan Zee dengan Alger. Berawal dari antar kembang kantil, nomor asing, insiden danau, dan berakhir makan malam berdua. First impression Zee ketika melihat Alger dia pikir Alger itu adalah anak begundal yang nakal, nyatanya tidak. Dalam artian playboy cap kapak. Kalau begundalnya itu sih memang sudah karakterisitik dari seorang Alger. Nakal, tukang palak, sering bolos, dan langganan guru BK. Tapi itu semua tidak membuat Zee menjauhi Alger. Tidak kok, malah dia suka dengan Alger. Bukan suka dalam artian cinta, sayang, atau kawan-kawannya. Tapi dalam artian walaupun Alger anak nakal tapi dia adalah laki-laki yang baik.

Zee suka ketika dekat dengan Alger. Merasa kembali ke delapan tahun yang lalu. Masanya dunia anak SMA atau remaja labil yang suka berfoya-foya. Alger itu asik, bermacam-macam materi lawakan yang murni bawaan dari sifanya yaitu mudah berbaur, yang membuat Alger sering kali melawak hingga Zee tertawa terpingkal-pingkal. Dunia Zee hari itu kembali berwarna, sudah tidak lagi sepenuhnya tentang jenuhnya kerja, setidaknya dia bisa mendapat hiburan dengan mempunyai teman seasik Alger.

Iya, teman. Malah Zee sudah anggap Alger seperti adiknya sendiri. Adik laki-laki yang nakal, pikirnya.

"Mikirin apa tuh? Gue yak?" Tanya Alger sembari menganggetkan.

"Kebiasaan! Kalo ngomong jangan suka ngagetin!"

"Ya, abis bengong aja. Kenapa sih cerita dong sama 'Adek Al'," ucap Alger sembari menekan kata Adek Al untuk menggoda Zee.

"Alay kamu Adek-adek gitu," sembur Zee.

Alger tersenyum meledek. "Masa? Siapa ya yang alay nulis diary seseneng itu gara-gara ketemu gue. 'Senin, hari dimana aku bertemu dengan sosok pemuda nakal yang bengal. Kupikir dia seperti lelaki pada kebanyakannya, yang brengsek. Tapi nyatanya tidak. Dia sangat baik, kyuti, dan tampan seperti justin bieber' duh, seneng banget gue Kak Zee. Makasih loh, gue tahu gue gantengnya kebangetan."

Zee menatap datar. "Perasaan aku gak ada nulis kamu tampan kayak Justin."

"Tapi intinya lo seneng, kan, ketemu gue, hmm?" Tanya Alger sembari menaik turunkan alisnya.

Semburat merah muncul perlahan dipipi Zee, yang dimana membuat seorang Alger memekik gemas.

"Imutnya ...," puji Alger.

"Kamu lancang, males. Aku malu tau."

"Ya, maaf, hahaha ..."

"Gak mau maafin."

"Dih, dasar."

"Ck, bodo!"

Alger terkekeh. "Ngambekan lo kek duren mau dibelah."

"Koleransinya apa woy?!"

"Gak tau."

"Idih," cibir Zee.

"Kenapa?"

Zee menaikan alisnya bingung. "Apanya yang kenapa?"

"Cerita sama gue kenapa ngelamun gitu. Emang terkesan gak menghargai privasi orang sih gue, cuma ya gue pernah ngerasain gimana gak enaknya sebuah masalah gue pendem sendirian. Ya, walaupun kebanyakan orang memilih diam, tapi ujung-ujungnya bakal depresi sebab gak kuat. Jadi, gue gak mau lo depresi."

Zee tersenyum geli. "Apasih kamu. Aku nggak cerita karena masalah aku nggak berat-berat banget sih. Udahlah nggak usah dibahas."

"Zee, kali aja gue bisa bantu," kata Alger.

Jangan protes kenapa Alger terlihat tidak sopan dengan yang lebih tua sebab itu semua adalah kemauan Zee, ya walaupun sebagian kemauan dia. Zee bilang dia gak mau dipanggil 'Kak' dia mau orang yang berumur dibawah dia memanggil dia selayaknya berumur sama.

You, My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang