BAGIAN 3

777 25 0
                                    

Memang sukar dipercaya. Mereka semua tahu, Dewi Selendang Maut sudah lebih dari sepuluh tahun tidak lagi terdengar namanya. Bahkan semua orang di kalangan rimba persilatan sudah menduga kalau tokoh wanita tua yang memiliki kepandaian tinggi dan sukar dicari tandingannya itu sudah meninggal dunia. Atau paling tidak, sudah meninggalkan keganasan rimba persilatan.
Hal inilah yang membuat si Cambuk Setan dan Ibis Pedang Perak jadi terdiam membisu, tak berkata-kata lagi. Sedangkan Lanjani yang belum pernah mendengar tokoh wanita kosen itu hanya bisa memandangi dua orang jago andalannya. Dan untuk beberapa waktu tamanya, mereka tak ada yang berbicara sedikit pun. Semua terdiam seperti tersirep, hingga tak mampu lagi membuka suara sedikit pun.
"Bisa kalian jelaskan, siapa Dewi Selendang Maut itu...?" Lanjani tidak bisa juga menahan rasa keingintahuannya.
Baik si Cambuk Setan maupun Iblis Pedang Perak tidak ada yang menjawab. Mereka saling berpandangan beberapa saat, lalu sama-sama melepaskan napas panjang yang terasa begitu berat. Kemudian, mereka sama-sama memandang Lanjani yang juga tengah memandangi kedua laki-laki jago andalannya ini.
"Paman Cambuk Setan.... siapa Dewi Selendang Maut itu?" tanya Lanjani lagi, meminta penjelasan setelah melihat kedua jago andalannya kelihatan begitu cemas.
"Aku sendiri belum yakin kalau dia muncul lagi, dan mencampuri urusan ini...," ungkap si Cambuk Setan, agak mendesah nada suaranya.
"Kenapa kau berkata seperti itu, Paman?" desak Lanjani semakin penasaran.
"Karena sudah lebih dari sepuluh tahun dia tidak pernah kelihatan lagi. Bahkan kabar beritanya pun tidak pernah terdengar lagi. Semua orang memastikan kalau Dewi Selendang Maut sudah meninggal. Paling tidak, sudah meninggalkan dunia persilatan." kata si Cambuk Setan mencoba menjelaskan.
"Kalau memang sudah tidak ada lagi, kenapa kalian jadi kelihatan begitu cemas?"
"Lanjani.... Jika Dewi Selendang Maut benar-benar muncul lagi, tak ada seorang pun yang mampu menghadapinya. Bahkan aku sendiri sudah pasti tidak mampu menandinginya. Kepandaiannya begitu tinggi, dan sukar dicari tandingannya." jelas si Cambuk Setan, bernada mengeluh.
"Dewi Selendang Maut menghilang sepuluh tahun lalu, karena tidak ada lagi yang bisa menandinginya." sambung Iblis Pedang Perak.
Meskipun Iblis Pedang Perak masih berusia sekitar tiga puluh lima tahun, tapi pengetahuannya tentang tokoh-tokoh tua berkepandaian tinggi cukup luas juga. Malah bukan hanya tokoh-tokoh kosen yang menghilang baru sepuluh tahun. Yang hidup di atas seratus tahun lalu pun, diketahuinya juga. Bahkan dipelajarinya dengan seksama. Bukan hanya tingkatan kepandaiannya saja, tapi segala kepribadian golongannya pun dipelajari.
"Dewi Selendang Maut menghilang dari rimba persilatan setelah bertarung melawan Pendekar Bayangan Dewa. Hanya pendekar itu saja yang mampu menandingi kesaktiannya. Dalam pertarungan itu, tak ada yang tahu hasilnya. Dan mereka sama-sama tidak terdengar lagi namanya setelah pertarungan itu," jelas Ibis Pedang Perak lagi.
"Hm... Dari golongan apa dia?" tanya Lanjani.
"Sama seperti kami," sahut Iblis Pedang Perak.
"Kau tahu, di mana pertarungan itu terjadi?" tanya Lanjani begitu ingin tahu.
"Di Puncak Gunung Haling." sahut Iblis Pedang Perak lagi.
"Dan di sana pula mereka menghilang?" tanya Lanjani lagi.
"Kabarnya memang begitu," sahut Iblis Pedang Perak.
Lanjani tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala. Tubuhnya berputar berbalik, lalu melangkah perlahan menuju pintu yang sejak tadi tertutup rapat.
Sementara itu, rona merah mulai membias di ufuk timur. Memang, sudah sejak tadi telah terdengar suara kokok ayam jantan di kejauhan. Kicauan burung pun sudah begitu ramai terdengar. Pagi memang sudah datang. Dan itu berarti mereka semalaman penuh tidak memejamkan mata sedikit pun.
"Siapkan kuda kalian. Kita berangkat ke Gunung Haling," ujar Lanjani seraya membuka pintu.
"Eh...?!"
Cambuk Setan dan Iblis Pedang Perak jadi terperangah. Tapi sebelum mereka bisa berkata sesuatu, Lanjani sudah menghilang di balik pintu yang kembali tertutup rapat. Kedua orang jago dari Kerajaan Batu Ampar itu hanya bisa saling berpandangan. Mereka benar-benar tidak mengerti terhadap keputusan yang begitu tiba-tiba dari junjungan mereka.
"Apa maksudnya dia ingin ke sana...?" tanya Iblis Pedang Perak seperti bertanya pada diri sendrri.
"Entahlah," sahut si Cambuk Setan mendesah. "Sebaiknya ikuti saja keinginannya."
"Hhh...! Sukar sekali untuk bisa mengerti kepribadiannya," desah Iblis Pedang Perak.
Mereka tidak berkata-kata lagi, lalu melangkah meninggalkan ruangan itu dengan hati terus bertanya-tanya. Keputusan yang begitu mendadak dan tiba-tiba tadi, membuat mereka benar-benar tidak bisa memahami maksud dan kepribadian Ratu Lanjani yang menguasai Kerajaan Batu Ampar ini.

63. Pendekar Rajawali Sakti : Prahara Darah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang