Trang!
Dua bilah pedang beradu keras di udara, hingga menimbulkan percikan bunga api yang menyebar ke segala arah. Tampak dua orang laki-laki yang sama-sama memegang pedang, sama-sama melompat mundur. Mereka yang kelihatan sama-sama masih berusia muda, tampak berdiri saling berhadapan. Tatapan mata mereka begitu tajam, menusuk ke bola mata masing-masing. Pedang di tangan kanan, sama-sama menyilang di depan dada.
"Kakang, awas...!"
Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring seorang wanita. Pemuda yang mengenakan baju warna putih cepat berpaling ke arah teriakan tadi. Tapi mendadak saja, terlihat seutas cambuk hitam berduri halus meluncur deras ke arahnya.
Ctar!
"Akh...!" pemuda berbaju putih itu terpekik.
Tubuh pemuda berbaju putih itu langsung terhuyung-huyung begitu ujung cambuk yang berduri halus mendarat tepat di dada sebelah kiri. Kulit dadanya seketika sobek, sehingga darah merembes keluar. Pemuda itu meringis merasakan pedih pada dadanya yang sobek cukup panjang akibat tersengat cambuk hitam berduri halus.
"Curang...!" geram pemuda berbaju putih sambil menatap seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun yang berdiri tegak memegang cambuk hitam tergulung di tangan kanannya.
"Bunuh dia...!" perintah laki-laki berbaju hitam yang memegang cambuk itu, lantang.
"Hiyaaat..!"
Sebelum perintah itu menghilang dari pendengaran, seketika itu juga pemuda berbaju kuning yang tadi bertarung melawan pemuda berbaju putih itu langsung melompat cepat sambil mengebutkan pedang yang berkilatan ke arah leher.
Wuk!
"Hih...!" Pemuda berbaju putih itu cepat mengangkat pedangnya, menangkis tebasan pedang pemuda berbaju kuning, Dan tepat di saat dua pedang beradu, laki-laki setengah baya berbaju hitam itu cepat bagai kilat mengebutkan cambuknya kembali.
Ctar!
"Akh...!" Pemuda berbaju putih itu langsung jatuh terguling ketika cambuk hitam berbulu halus menghantam kaki kanannya. Sementara, pemuda berbaju kuning sudah gencar sekali menusukkan pedangnya beberapa kali. Akibatnya, pemuda berbaju putih itu harus bergulingan menghindarinya.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu memiliki kesempatan, cepat pemuda berbaju putih itu melompat bangkit berdiri. Tapi baru saja kakinya menjejak tanah, kembali cambuk hitam itu meliuk cepat ke arahnya. Tapi, kali ini dia bisa berkelit dengan memiringkan tubuhnya ke kanan. Pada saat yang bersamaan, pemuda berbaju kuning sudah melompat sambil menusukkan pedang ke arah perut.
"Hiyaaat..!"
Begitu cepat serangan yang dilakukan, sehingga pemuda berbaju putih itu tidak sempat lagi menghindar.
Bresss!!
Kedua bola mata pemuda berbaju putih itu jadi terbelalak. Tubuhnya kontan agak terbungkuk. Sinar matanya seakan-akan menyiratkan ketidakpercayaan kalau perutnya sudah tertancap sebilah pedang. Dan begitu pedang yang menembus perutnya ditarik ke luar, seketika itu juga tubuhnya jatuh terguling ke tanah. Darah mengucur deras dari perutnya yang robek tertembus pedang tadi.
"Kakang...!" Seorang wanita berwajah cukup cantik berlari cepat memburu pemuda berbaju putih yang sudah tergeletak tak bergerak lagi di tanah berumput basah oleh embun.
Sedangkan laki-laki separuh baya berbaju hitam dan pemuda berbaju kuning malah tertawa terbahak-bahak. Suara tawa mereka disambut tawa sekitar tiga puluh orang laki-laki bertampang kasar yang mengelilingi tempat pertarungan tadi.
Sementara wanita muda yang mengenakan baju warna hijau muda hanya menangis sambil memeluk tubuh pemuda berbaju putih yang sudah tak bergerak lagi. Tiba-tiba saja, laki-laki separuh baya yang bersenjatakan cambuk di tangan kiri itu merenggut tangan gadis itu. Lalu, ditariknya hingga berdiri.
"Auwh...!" wanita itu terpekik kaget
"Ha ha ha...!"
"Lepaskan, Bajingan...!" bentak wanita itu berang.
"Kau semakin cantik kalau marah, Dewani. Ha ha ha...!"
"Lepaskan..!" Wanita muda itu terus memberontak, mencoba melepaskan cekalan tangan laki-laki setengah baya itu pada pergelangan tangannya. Tapi, usahanya hanya sia-sia saja. Tenaganya tidak mampu melepaskan cekalan tangan berotot kuat itu. Sedangkan laki-laki separuh baya ini semakin keras tawanya.
"Hup!"
"Auwh...!" Tiba-tiba saja gadis itu dipeluk pinggangnya, lalu cepat sekali laki-laki setengah baya itu melompat ke arah kuda hitam yang tidak jauh darinya. Wanita muda yang tadi dipanggil Dewani hanya menjerit-jerit, dan berusaha melepaskan diri.
Tapi laki-laki separuh baya itu sudah cepat menggebah kudanya. Sedangkan pemuda berbaju kuning hanya tertawa saja, lalu melompat naik ke punggung kudanya. Kemudian, tiga puluh orang yang juga berada di sana bergegas mengikutinya. Dan kini mereka sudah memacu cepat kudanya meninggalkan padang rumput yang tidak seberapa luas itu. Sesekali masih juga terdengar jeritan Dewani, dibarengi tawa terbahak-bahak.
Setelah tak terdengar lagi derap kaki kuda, dan tak terlihat lagi orang-orang itu, pemuda berbaju putih yang tergeletak dengan perut sobek tampak bergerak perlahan. Dia merintih lirih dan mencoba bangkit. Tapi belum juga tubuhnya terangkat sempurna, sudah ambruk lagi menggelimpang di tanah.
"Ohhh.... Aku tidak boleh mati di sini," desah pemuda itu lirih. Pemuda itu mendekap perutnya yang masih mengucurkan darah. Pandangannya begitu nanar, ke arah debu yang mengepul di kejauhan sana. Perlahan-lahan dia merayap, berusaha mendekati seekor kuda yang tertinggal di tempat itu.
"Putih..., kemarilah," ujar pemuda itu perlahan.
Kuda putih itu meringkik, dan mendengus-dengus. Kepalanya mendongak sedikit ke atas, lalu melangkah perlahan menghampiri pemuda itu. Seakan-akan binatang itu bisa mengerti panggilan tadi. Kepalanya ditundukkan, menyentuh kepala pemuda itu.
Perlahan-lahan pemuda berbaju putih ini mencoba bangkit. Bibirnya masih meringis menahan rasa sakit pada perutnya yang masih terus mengucurkan darah. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, dia merayap naik ke punggung kudanya. Kakinya menghentak sedikit, maka kuda putih itu melangkah perlahan. Tak ada lagi tenaga yang tersisa. Dan pemuda itu tertelungkup di punggung kudanya yang terus melangkah semakin cepat saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
63. Pendekar Rajawali Sakti : Prahara Darah Biru
AcciónSerial ke 63. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.