Fenomena di Balik Rindu

7 0 0
                                    

"Tentang sebuah kerinduan, aku pernah merindu. Namun darisana aku belajar bagaimana cara menghargai waktu, memahami jarak dan mengerti keadaan".

Semua orang berhak untuk merindu dan tidak ada larangan. Itulah sebabnya merindu tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar sehingga melahirkan aturan atau pasal tentang larangan untuk merindu. Lantas, begitu beratkah rindu sehingga Dilan melarang Milea untuk tidak merinduinya?.

Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena kata rindu dan berat menjadi viral setelah kisah asmara si Dilan dan Milea. Setiap orang punya catatan sendiri mengenai kata berat itu, namun tetap saja semuanya tidak lepas dan seringkali dihubungkan dengan si Dilan. Misalnya, dikalangan anak SMA atau mahasiswa yang punya istilah "bilangin ke Dilan yang berat itu bukan rindu tapi tugas sekolah atau tugas dosen", atau kalangan anak kos misalnya "bilangin ke Dilan yang berat itu bukan rindu tapi bayar uang kos dan cari makan", atau kalangan para pejuang cinta "bilangin ke Dilan yang berat itu bukan rindu tapi kumpulin modal alias uang panai buat nikahin dia", atau para pencari jalan Tuhan "bilangin ke Dilan yang berat itu bukan rindu tapi dosa", atau para pekerja "bilangin tu sama si Dilan yang berat bukan rindu, tapi kerjaan yang mulai menumpuk dan tidak pernah berhenti". Fenomena ini seakan menghipnotis semua kalangan. Intinya, pekerjaan apapun itu harus segera diselesaikan dan masalah apapun itu harus dicarikan solusi agar tidak menumpuk dan terasa berat pada saat mengakhirinya.

"Jika memang rindu maka katakan saja. Tidak perlu memendamnya karena kamu bisa mati konyol".

Rindu sekiranya berkaitan dengan rasa yang dimiliki setiap orang dan rasa itu pun berbeda setiap orangnya. Masing-masing punya cara tersendiri untuk melepas kerinduan dengan yang dirinduinya. Kerinduan tak jarang mengajarkan hal tentang arti sebuah kehidupan. Semisal kalimat "jagalah dirimu baik-baik disana" maka sejatinya kerinduan telah hadir didalamnya. Dari sanalah kita bisa belajar bahwa tak selamanya kita berada pada titik yang sama karena setelah satu titik masih ada titik yang lain, ada koma, tanda seru dan tanda tanya serta tanda lainnya yang tidak mengisyaratkan sebuah kata akhir. Maka dari itu kita tidak perlu membatasi ruang imajinasi kita karena tanpa disadari kadang banyak hal yang terlewatkan dan sia-sia.

Rindu datang disaat jarak menjadi dinding pemisah. Banyak orang berusaha menghancurkan dinding itu karena tak sanggup menahan rindu yang teramat menyiksa. Namun ada pula yang berusaha tegar dan kuat dikala rindu itu datang karena tak mampu melawan jarak yang terlampau jauh atau keadaan lain yang tidak memungkinkan untuk bertegur sapa. Ada pula yang mengambil jalan pintas dengan cara lari ke konter isi pulsa pasang paket nelpon lalu bertelponlah dengan yang sosok dirindui sampai berjam-jam lamanya dan berbagi cerita yang tak berujung hanya untuk melepas kerinduan.

Rindu.. rindu.. dan rindu.

Seperti penyakit menular yang ditularkan sejak lahir oleh ibu yang pernah merindu akan kehadiran sang anak atau kedatangan sang ayah yang tak kunjung pulang. Lalu kemudian terus dan terus menular hingga akhirnya bersemayam dalam tubuh manusia sampai saat ini. Kerinduan itu terus melekat dan menyebar laksana wabah yang menjangkiti setiap orang serta tidak pernah hilang sampai di titik akhir.

"Aku pernah merindu kenikmatan kambuse & katembe dan bertahun aku berusaha melawannya. Sebuah kerinduan yang teramat menyiksa. Akupun pernah merindui pembuatnya. Namun lewat udara aku melepas rindu itu". Lantas apa yang kamu rindui? Siapa yang kamu rindui? Dan kenapa kamu merinduinya? Jawabanya hanya kamu yang tahu sekalu si perindu.

Objek kerinduan setiap orang memang berbeda tapi pada hakikatnya rindu hadir menyusup lewat pikiran lalu memendam dalam hati dan kembali menumpuk dalam pikiran sehingga hampir setiap waktu selalu di ingat. Intensitas dan kapasitas kerinduan setiap orang pun berbeda tergantung objek yang dirinduinya. Seorang Alim Ulama akan rindu bertemu Tuhannya, seorang anak yang jauh dari orang tua akan rindu masakan ibu dan pelukan hangat ibunya begitu pun dengan seorang ibu yang selalu rindu kepada anaknya. Seorang pria akan rindu kepada kekasih yang paling dicintainya, begitu pun dengan sang kekasih. Seorang siswa akan merindukan guru yang pernah membuatnya bahagia dan nyaman dalam belajar begitupun dengan seorang guru yang merindukan siswa-siswa terbaiknya. Seorang sahabat akan rindu kepada sahabatnya terkait moment suka dan duka yang pernah diciptakan bersama, sementara waktu menjadi penghalang untuk bertemu dan bertegur sapa. Semua itu dapat terjadi di waktu yang tak pernah direncanakan.

"Merindu karena memang punya hati untuk merasa dan punya otak untuk berpikir. Sampai waktu yang tak kuketahui, banyak hal yang aku rindukan".

Kata rindu memang sudah hidup sejak lama dan baru fenomenal setelah lahirnya si Dilan. Kehebohan fenomena rindu menghunus gunung membelah lautan dan menyusuri setiap sela hingga menjadi wabah yang mengidap ke semua orang dan kalangan. Hanya mereka yang terkurung dunia informasi yang mampu menghindar dari wabah tersebut.

Akan tetapi fenomena ini perlahan kian meredup walau tak dapat dipungkiri bahwa rindu akan tetap hidup sampai si pemilik rindu atau yang dirinduinya berakhir dengan lupa atau pikun ataupun harus kembali ke pangkuan Sang Khalik. Lalu, sampai kapankah fenomena rindu akan membumi?, jawabanya sampai orang mulai bosan dan lupa atau adanya fenomena yang baru yang lebih menghebohkan lagi. Tapi apapun itu, rindu tetap akan ada sampai waktu yang tak bisa ditebak, seperti kehadirannya yang sulit di tebak.

"Ada kebahagiaan yang selalu muncul tatkala aku sendiri dan sulit untuk aku ceritakan. Bahagia itu hanya mampu dirasakan dan hadir setelah semuanya berlalu. Dan aku berharap agar semuanya kembali, walau itu menjadi sesuatu hal yang mustahil. Maka dengan kata rindu cukup untuk aku dan kamu menikmatinya kembali".


Part berikutnya masih ada yaa

Rampai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang