d u a

53 11 2
                                    

Bantu aku cari typo ya...
Soalnya tanpa revisi sama sekali^^

Cekidot.

Happy Reading...

~o0o~

Keadaan kamar yang ukurannya bisa dibilang begitu megah itu kini berantakan layaknya kapal pecah. Sesosok pemuda kini tengah bertengger pada sofa di sudut ruangan. Ia seperti tengah kehilangan arah, dapat dilihat dari tatapan matanya yang kosong dan memerah. Bahkan tangan kanannya sudah mengapit sebatang rokok yang sudah terbakar. Dihisapnya rokok tersebut sehingga kepulan demi kepulan daripada rokok itu memenuhi kehampaan dalam ruangan.

Jam telah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Tak terasa selaput bening itu meluncur bebas membasahi pipi pemuda tersebut. Dengan cepat tangan pemuda itu menyeka air mata yang kembali turun. Nafas pemuda itu sudah naik turun menahan amarah, puntung rokok yang masih separuh itu sengaja dijatuhkan lalu diinjak-injak dengan penuh emosi.

Pemuda itu beranjak dari duduknya menuju nakas. Ketika tangannya ingin menyambar kunci motor kesayangannya, entah mengapa pergerakannya harus terhenti ketika pandangannya jatuh pada pigura kayu yang sudah berumur diatas nakas. Setelah menarik napas dalam, ragu-ragu ia meraih pigura yang menampilkan empat orang yang tengah tersenyum penuh bahagia. Sepasang suami istri itu tampak begitu serasi memeluk kedua bocah perempuan dan laki-laki yang gigi depannya sama-sama rumpang .

Diusapnya pigura itu dengan tangan yang mulai bergetar. Hatinya bener-benar teriris tatkala mengingat masa lalunya yang pernah mengukir sebuah canda dan tawa. Dengan gerakan cepat ia mengembalikkan pigura itu ketempat semula. Kembali pada tujuan awalnya, pemuda itu segera keluar dari kamarnya setelah menyambar kunci motor dan jaket denim yang tersampir pada sisi sofa.

Pemuda itu menuruni tangga demi tangga dengan perasaan dan juga pikiran yang berkecamuk.

"Trian! Tidak sekolah kamu?!"

Pemuda bernama lengkap Trian Aji Anggara itu hanya mendengus mendengar seruan dari Papanya. Tanpa ada niatan untuk menyahuti, Trian justru terus melangkah menuju garasi.

Sepertinya Trian sukses menyentil emosi seorang Fahmi-ayahnya sendiri.

"Sejak kapan kamu diajarkan untuk tidak menghargai orang tua! bahkan Papa sedang bicara!"ucap Fahmi menaikan intonasi bicaranya.


" Sejak anda menghancurkan kehidupan saya."

Trian membalikan tubuhnya sejenak untuk membalas tatapan amarah dari Fahmi.

"Saya sedang tidak ingin berdebat dengan orang yang tidak punya akal pikiran seperti anda," tuturnya santai, bahkan kini sudut bibirnya sudah membentuk seringai kecil yang menyeramkan.


"MULAI BERANI KAMU SAMA PAPA?! HA!"murka Fahmi sudah tak tahan melihat tingkah anaknya yang makin menjadi.

Trian tertawa bengis mendengar ucapan dengan intonasi tinggi itu. Trian menaiki motor ninja hitamnya dengan santai, dipasangnya helm itu setelah menancapkan kunci motor. Sebelum benar-benar melaju, Trian menatap Fahmi dengan sengit.

"Mengapa saya harus takut dengan orang tolol seperti anda?" Trian tersenyum sejenak memberi jeda agar Fahmi dapat meresapi kalimatnya. "Saya pamit ingin keluar."

Kita Cerita LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang