e m p a t

30 9 0
                                    

Note : Bantu aku cari typo ya... Belum pulang juga dia^^

HAPPY READING!!!

~o0o~

Setelah lima hari menghabiskan waktu dirumah sakit, akhirnya Trian sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah oleh dokter Malik dengan kondisi tangan yang yang masih terbalut dengan kain mitela.

Awalnya Trian berniat untuk sekolah hari ini. Namun, milihat kondisinya yang masih lemas tidak memungkinkan baginya untuk masuk sekolah. Hari ini Trian lebih memilih untuk istirahat di rumah.

Trian merebahkan tubuh pada tempat tidurnya. Perlahan matanya memejam. Ia mulai hanyut bersama deruan napasnya yang teratur.

"Gue pengen pergi deh Yan. Bosen idup rasanya,"

"Ga ada yang pernah mau ngertiin gue,"

"Kapan Tuhan ambil gue Yan? Gue muak. "

"..."

"Gue sayang sama lo Yan, lo juga sayang sama gue kan?"

"Kalo gue pergi lo izinin gak?"

"Yan lo denger gue gak sih?! hiks...hiks...."

"Lo ngomong apaan sih? Lagi latian drama?"



"Tania!!!"

Alih-alih berdamai dengan mimpinya, Trian justru langsung bangkit dari tidurnya dengan degup jantung yang  berdetak tak karuan. Peluh didahinya mendadak mengucur deras. Lagi-lagi mimpi buruk itu menghantuinya.

"Hari ini...."

Di tatapnya kalender diatas meja belajarnya. Dah yah, benar hari ini! Hari dimana Trian merasakan bagaimana ditinggalkan. Hari dimana penyesalan itu datang. Hari dimana semua kehidupannya mulai berubah.

"Tania... kenapa lo muncul lagi. Kapan gue bisa lupa kalo lo gini terus," lirih Trian bergetar, tubuhnya melemas.

"Lo buat gue gila Tania...."

"Lo semakin buat gue merasa bersalah,"

Trian sudah tak peduli dengan lengannya yang belum pulih total. Rasa sakitnya seakan mati begitu saja. Ia merindukan sosok itu. Sosok yang menjadi alasannya untuk tetap hidup. Tapi mengapa ia meninggalkannya. Trian benci dengan apa yang menimpanya.

***


Bel istirahat telah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Aruna dan Vela pun bergegas menuju kantin seperti biasa untuk menghampiri Beni untuk makan bersama.

"Heh, Ben. Ngelamun aja lo. Galau lo?"ujar Vela menepuk punggung Beni dari belakang. Beni menoleh dengan malasnya.

"Ngelamunin apaan sih. Asik banget kayaknya," selidik Aruna seraya mendaratkan bokongnya pada bangku kantin.

"Enggak."

"Gak pesen makan lo?"tanya Vela seraya mengotak-atik ponsel membalasi chat dari para customer yang masuk.

"Udah kenyang."

Aruna mengernyit. Tidak biasanya Beni seperti ini. Namun, ia langsung mengedikkan bahunya acuh. Berusaha untuk tidak peduli mungkin lebih baik.

Kita Cerita LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang