Taehyung berdiri didepan kaca kamarnya sembari menata setelan camicia renaissance dengan tali putih bersilang yang dibiarkan menjuntai di bagian dadanya. Lagi, mengusap celana kain berwarna coklat tua yang sedikit kusam pada bagian kantongnya. Menggerakkan jari-jemari mencoba merapikan rambut ikal hitam miliknya yang berantakan mulai menutupi kedua matanya. Berdiam, menatapi dirinya yang merasa jenuh dengan kehidupan yang terasa berulang setiap harinya. Terlepas dari lamunan yang bergejolak di kepala kecilnya, Taehyung kemudian berjalan santai keluar dari kamarnya, menuruni satu persatu anak tangga berbahan dasar kayu untuk tiba di meja makan lantai dasar rumahnya yang cukup mini, mendapati ayahnya sedang mengeluarkan roti bakar dari pemanggang dan seorang kakak laki-lakinya yang tengah menyiapkan kopi hangat untuk mereka bertiga."Taehyung, kemarilah." ujar Seokjin melihat kehadiran Taehyung sambil menarik mundur kursi meja makan dengan sebelah tangannya, mempersilahkan adik kecilnya yang padahal sudah cukup berumur untuk menarik kursinya sendiri.
"Hyung, aku sudah besar. Berhenti memperlakukanku berlebihan." ucap Taehyung sopan, kurang menyukai sikap Seokjin karena tidak suka diperlakukan seperti anak kecil. Taehyung memainkan, memutar-mutar sendok makan miliknya, menatap Seokjin yang tersenyum manis bersandar di tepi kitchen set dengan secangkir kopi ditangannya.
"Ini masih pagi dan kalian sudah memulai hawa-hawa pertengkaran. Bagaimana jika membantuku saja mempersiapkan roti dan panekuk yang mulai dingin ini." ayah mereka tersenyum, menyiapkan makanan untuk kedua putra kesayangannya. Taehyung berdiri dan mengikuti perintah ayahnya. Seperti inilah pagi hari yang biasa dilalui keluarga Tuan Kim setiap harinya. Membuat sedikit keributan dan bersenda gurau setelahnya. Tuan Kim sendiri bekerja sebagai buruh diperusahaan tambang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Membuat sarapan dan makan malam sudah biasa ia lakukan semenjak istrinya meninggal dunia. Tuan Kim juga menggantikan posisi untuk mengurus kedua putra tampannya.
Taehyung berjalan menyusuri jalan setapak menuju toko roti De' Rien tempatnya bekerja. Sesekali melirik orang-orang yang berjalan disekitarnya. Memikirkan betapa bosannya selalu melakukan hal yang sama di setiap harinya. Taehyung berdiam. Menghentikan langkahnya. Segerombolan orang disekitarnya mulai riuh tak percaya apa yang mereka saksikan. Mengapa salju tiba-tiba turun. Taehyung menatap langit. Entahlah pikirnya, kembali bersikap masa bodoh kemudian melanjutkan langkah kakinya.
"Mengapa kau tidak memakai mantel? Bukankah diluar sedang turun salju?" tanya Miss Camille selaku pemilik toko roti tempat taehyung bekerja.
"Saljunya begitu tiba-tiba Miss. Kebetulan waktu saljunya turun aku sudah berada di sekitar toko, jadi--- ya--- aku berlari saja agar tak mati kedinginan hahaha" jawab Taehyung kepada perempuan yang sudah ia anggap seperti neneknya.
"Lihatlah baju tipismu itu, dan kalau terjatuh bagaimana? Jalanan pasti licin akibat salju. Tapi Taehyung, bukankah ini sedikit aneh? Tadi pagi cuaca begitu cerah, mengapa sekarang tiba-tiba turun salju?" tatapan Miss Camille bingung, tak melepaskan bungkusan roti yang sedari tadi dikerjakannya.
"Entahlah Miss. Bukankah terkadang alam tak bisa diprediksi? Seperti takdir kita." Taehyung tersenyum memperlihatnya senyum kotak ciri khasnya.
-----------------------
Sementara itu di Kota Daegu foncé terjadi keributan pada sebuah keluarga.
"Maafkan ayah, Irene. Ayah pasti mencarikan solusi untukmu. Ini yang selalu ayah pikirkan semenjak kau lahir hingga detik ini. Tidak mungkin ayah membiarkanmu berubah menjadi -----" tenggorokannya mencekik, tak mampu melanjutkan kata-katanya barusan.
Irene menangis. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. Hatinya mulai sakit. Pikirannya kacau. Tak sanggup menahan semua amarah yang dirasakannya.
"Jadi kalian sudah mengetahui apa yang akan terjadi kepadaku dan baru memberitahukannya sekarang? Tepat di hari ulang tahunku? Sungguh ini kado terbaik yang penah kuterima." Semakin ia pikirkan, semakin deras pula air mata yang mengucur dari kedua mata indahnya. Ibunya berlari. Langsung memeluk putri tunggalnya itu, "Maafkan ibu. Tolong jangan benci kepada kami. Ibu sungguh tidak ingin hal seperti ini terjadi padamu Irene. Tapi, apa yang bisa ibu lakukan? Kami tidak ingin membuatmu terus memikirkan hal yang memilukan ini. Kehidupanmu sungguh berharga. Tolong.. berhentilah menangis. Kau bisa membuat badai salju jika terus menangis seperti ini. Mulai sekarang kita pikirkan bersama, ya putriku?"
Irene melepas pelukan, geram setelah mendengar perkataan ibunya "Apa? Bahkan sekarangpun aku tidak diizinkan menangis? Ibu, bagaimana aku tidak menangis setelah mendengar jika umurku hanya tinggal satu tahun lagi? Kutukan macam apa ini." Ibunya terdiam, tak tahu harus berkata apa. "Mari bersama-sama mencari jalan keluarnya, Irene. Walaupun belum menemukannya, tapi Ibu dan Ayah tak pernah menyerah mencarikan seseorang yang akan membuatmu tetap hidup." Irene berdiam, tak tahu respon apa yang harus diberikan kepada orang tuanya. Ia begitu terkejut, melepaskan tangan ibu yang masih memegangnya dan berlari menuju kamar yang terletak dilantai atas kastil.
"Biarkan Irene sendiri dulu. Ia pasti sangat terkejut dan marah sekarang." gumam ayahnya pelan, menahan dan memeluk istrinya.
Irene merupakan seorang putri dari kerajaan Arandelle. Salah satu kerajaan berisikan mahkluk magis yang mengisi kota Daegu Foncé. Penduduk asli Arandelle seperti Irene dan orang tuanya adalah garis keturunan murni, memiliki kemampuan khusus seperti Irene yang apabila menangis akan menurunkan salju, dapat membekukan air walau hanya setetes hingga mengatur dan memainkan aurora sesukanya. Orang tua Irene merupakan garis keturunan ke-16. Ibu dan ayahnya percaya bahwa kutukan Kota Arandelle masih berlaku karena pernah terjadi pada leluhur mereka sebelumnya (Lisa, tuan putri Arandelle keturunan ke Tujuh). Tidak ada pria yang berhasil menciumnya sehingga tepat di hari ulang tahun ke dua puluh tujuh ia ditemukan terbaring di tempat tidurnya dengan keadaan membeku. Kota ini memiliki kutukan yang mana garis keturunan kerajaan ber-angka tujuh (seperti keturunan ke tujuh, tujuh belas, dua puluh tujuh, dan seterusnya---) maka orang itu akan meninggal di usia dua puluh tujuh tahun apabila sampai saat itu belum ada seseorang yang bisa menciumnya. Leluhur Arandelle percaya bahwa angka "Tujuh" merupakan angka yang spesial bagi kaum mereka. Setidaknya semua makhluk Arandelle harus menikah paling lambat di usia dua puluh tujuh tahun karena para leluhur percaya itu adalah usia yang paling tepat untuk memiliki keturunan dan karena garis keturunan "Tujuh" merupakan garis keturunan yang spesial, bagi mereka pernikahan di umur dua puluh tujuh adalah pengecualian dan digantikan dengan sebuah ciuman. Sayangnya, para garis keturunan "Tujuh" tidak bisa dicium atau menikah dengan sesama makhluk Arandelle karena ini merupakan bagian dari kutukan garis keturunan "Tujuh", tidak bisa bersentuhan dengan makhluk berkekuatan magis lainnya atau bersentuhan langsung dengan manusia karena bagi manusia yang bersentuhan kulit dengan garis keturunan "Tujuh" seketika orang itu akan mati membeku.
"Apa ini? Bagaimana bisa kutukan konyol ini terjadi padaku?" Irene linglung. Tangannya gemetar, lututnya lemah tak mampu menopang badannya. Ia berdiri sambil berpegangan pada jendela dikamarnya. Menatap pemandangan diluar sembari mengusap air matanya. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hari ini adalah ulang tahunnya ke dua puluh enam yang artinya waktu Irene hanya tersisa 12 bulan lagi untuk bertahan hidup. Irene tidak ingin mati. Tapi ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. "Bagaimana seseorang bisa menciumku bahkan ketika menyentuhku saja mereka akan mati membeku?" Irene menangis sejadi-jadinya, membuat seluruh kota Daegu Bellatrixia tertutup dengan putihnya salju.
__________
Hai hai BangtanVelvet fams~~~ Gimana intronya? Apa kalian tertarik dengan cerita ini? Aku tunggu vote dan komennya sampai 7 ya, nanti kalau udah bakal aku lanjut ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Coldest One
Fantasy[ COMPLETED ] Daegu Bellatrixia merupakan sebuah kota yang terbagi menjadi dua bagian, Daegu lumiére dan Daegu foncé. Kota tersebut terletak berseberangan, hanya dibatasi dengan sungai yang biasa mereka sebut dengan sungai quelques (yang artinya : s...