Chapter 6

5.6K 497 6
                                    

Langkahku terhenti. Tadinya aku mau ke kamar Eliya dan bertanya padanya apa kami akan melanjutkan rencana berenang kami yang kemarin di bahas olehnya. Setidaknya aku perlu mencuci otakku dari ketidakwarasannya karena sejak tadi malam terus Carver yang menjadi buah pikirannya. Otakku yang gila dan hatiku yang terus maunya menang sendiri. Menyebalkan, sudah pasti. Tapi aku bahkan sekarang tidak bisa mengendalikan apapun di dalam diriku.

Tapi yang membuat langkahku terhenti adalah suara yang aku dengar di arah menuju kolam. Itu suara tawa yang tidak asing jadi aku segera berjalan ke sana. Melihat pemandangan yang cukup membuat hatiku menghangat. Eliya rupanya sudah ada di kolam dan dia tidak sendiri di sana, dia bersama dengan Caleb yang mandi bertelanjang dada. Eliya memakai bikini super seksi di mana hanya Caleb yang bisa melihat betapa menggodanya calon istrinya itu.

Aku terus melihat pada mereka, tidak ingin kehilangan momen-momen bahagia dua orang itu. Caleb dengan segala kehangatannya yang hanya tertuju pada mata Eliya. Eliya pasti sangat bahagia bersama dengan Caleb, tidak seperti aku.

Kembali aku membandingkan diri. Aku tidak menyukainya tapi aku tidak bisa menahannya. Kebahagiaan Eliya dan aku seperti sebuah mata koin. Dua sisi dengan gambaran yang sangat berbeda. Aku tahu dan sangat yakin kalau Eliya tidak begitu saja mendapatkan kebahagiaannya yang sekarang. Dia pasti memiliki banyak sekali perjuangan dan itu belum apa-apanya denganku. 

Hanya saja berjuang itu kadang memang melelahkan. Apalagi sosok yang kamu perjuangkan adalah sosok bajingan seperti Carver Tepesh. Aku tidak menyukai fakta kalau aku harus membenci pria itu tapi aku tidak bisa berdiri bodoh dengan cintaku yang tidak berbalas. Apalagi percakapanku dan Eliya tadi malam kembali masuk ke otakku. Seperti sebuah kaset ingatan itu masuk ke otakku.

Eliya memposisikan dirinya lebih dekat denganku. Aku tidak mengerti, kami hanya berdua di ruangan itu tapi Eliya malah memilih suara terkecilnya untuk bicara denganku. Seolah dia takut kalau akan ada yang mendengarkan suaranya. Carver tidak mungkin menaruh penyadap di ruanganku kan? Pria itu bukan tipe orang yang tidak memiliki pekerjaan hingga harus melakukan semua itu.

Juga jika Carver Tepesh memang melakukan itu, apa untungnya buat dia? Aku tidak menyembunyikan apapun. Aku tidak mau memikirkan, karena Eliya sudah lebih dulu bersuara. Membuat pikiranku pecah.

"Aku punya kenalan, sebenarnya bukan aku tapi Caleb. Kami bertemu dengannya di pesawat dan Caleb bilang dia berteman cukup lama dengan orang ini. Dia bisa dipercaya dan pastinya akan menjadi pemeran yang sangat cocok buat jadi pria selingkuhanmu."

Aku mendorong tubuhku mundur. "Selingkuh..."

Eliya membungkam mulutku saat aku bersuara dengan normal. Aku menatap dia tidak mengerti tapi Eliya hanya memberikan aku isyarat agar aku memelankan suaraku. Aku tentu saja hanya mengangguk walau dugaan kamarku disadap semakin besar di hatiku.

"Aku tidak mau selingkuh, Eliya. Aku pikir dulu dan sekarang, aku bukan tipe wanita yang akan melakukan perselingkuhan."

"Kau ini, bukan seperti itu. Pria ini nanti akan membantumu membuat perasaan Carver cemburu. Kalau kau sungguh selingkuh juga, mana mungkin aku yang menjadi jembatanmu melakukan itu. Walau aku tampak tidak suka dengan bajingan seperti Carver Tepesh, tapi aku menyayanginya."

Aku mengangguk akhirnya, tidak bisa kuabaikan nafas legaku karena dia yang tidak seperti yang aku dugakan. "Bagaimana kalau dia tidak cemburu?" 

Eliya tersenyum. "Tentu saja dia akan cemburu. Dia pernah melakukan trik yang sama agar Caleb tidak dingin lagi bagiku. Jadi Caleb setuju membantu karena dia juga ingin membalas apa yang dilakukan Carver dulu."

"Kau pernah membuat skenario seperti itu? Bagaimana respon Caleb?"

"Seharusnya aku tahu dia cemburu. Pria yang diminta Carver untuk duduk denganku adalah bawahan Carver sendiri, Caleb keesokan harinya malah mengirim pria malang itu ke antah berantah. Aku selalu ingin tertawa jika mengingat hal itu. Sayang pada saat itu aku tidak peka sama sekali."

Aku juga tersenyum bahagia dengan kisah itu. Kenapa aku tidak bisa menonton adegan itu ya. Sayang sekali, saat itu aku pasti sedang koma dan berjuang demi hidupku.

Aku mengerjap dan kembali ke pemandangan sepasang kekasih yang sedang sibuk dengan percumbuan mereka. Caleb sedang mencium bibir Eliya, menjelajah di permukaan bibir itu dan melumat bibir bawah Eliya. Aku menelan ludah menyaksikan apa yang mereka lakukan. Mencoba sedikit saja menutup mataku tapi tidak bisa, adegan itu terlalu sayang untuk diabaikan. 

Jadi aku terkejut saat ada tangan orang lain yang terbentang di depan mataku. Menghalangi aku dari melihat hal yang indah itu. Aku memutar tubuhku dan terkejut saat kutemukan pria asing di sana. Pria itu memperhatikan aku dan terlihat kesopanan di sana. 

Aku mundur satu langkah, demi jarak yang lebih aman lagi.

"Kau pasti, Arabelle. Aku Jonathan, Eliya menceritakan tentangmu tadi malam tepat saat aku menginjak lantai pertama rumah ini."

Jonathan? Mataku melebar menyadari siapa dia sebenarnya. "Kau...teman Caleb?"

Dia mengangguk dengan senyuman lebar. "Benar sekali." kedua tangannya ada di belakang tubuhnya. Sedikit tubuhnya tertunduk seperti salam sapaan dan aku hanya bisa mengangguk dengan hadirnya yang begitu cepat. Eliya bahkan baru membahas dia tadi malam.

"Senang bertemu denganmu, Jonathan." ragu kukatakan itu.

Dia kembali merangkai senyuman. Terlalu banyak senyum bagiku dan itu sedikit aneh. Aku tidak suka pria lain tersenyum padaku, jika itu Carver maka hatiku pastinya akan bersuka cita. Dasar aku.

"Kau tampak tidak terlalu senang."

Aku menganga. Tidak bisa mencari jawaban yang benar untuk dikatakan saat ini. Aku memang sangat tidak senang. Ini seperti melempar bom ke buaya dan buayanya adalah aku. Bukannya menyakiti Carver dengan kecemburuan tapi ini malah lebih seperti aku menyakiti diriku untuk hal yang tidak pasti.

"Aku mengerti, Arabelle. Kau pasti tidak nyaman denganku karena kau tahu apa yang membuat aku di sini. Tapi tenang saja, aku adalah teman di sini. Aku tidak akan melakukan lebih jauh dari itu. Aku tidak akan mengusik zona nyamanmu."

"Maafkan aku, Jonathan. Aku memang kadang kekanakan."

Jonathan menggaruk kepalanya yang pasti tidak gatal. "Baiklah, untuk permulaan kau bisa memanggilku Jo. Itu akan lebih menghemat tenagamu memanggil aku dengan nama sepanjang itu."

Aku adalah orang yang mengulurkan tangan dan Jonathan menjabatnya. "Maaf karena seharusnya aku berterimakasih dengan kau yang membantuku. Aku malah bersikap seperti kau akan menyakiti aku, Jo."

"Tidak apa-apa, Arabelle. Awal yang buruk belum tentu menjadi akhir yang buruk juga. Segalanya selalu bisa diubah."

"Ya, benar. Juga untuk menghemat tenagamu memanggil namaku, kau bisa panggil aku Ara."

"Tidakkah bagimu kalau akan lebih cocok jika kupanggil kau, Bella. Pria itu pasti akan sangat marah saat mendengarnya."

Aku merapikan rambutku ke belakang telinga dengan tidak nyaman. "Kau tahu cukup banyak, Eliya pasti sangat detail dalam memberitahumu."

"Dia sangat mengatur semuanya dengan sempurna, Ara. Juga aku tidak akan memanggilmu Bella. Sudah kukatakan kalau aku tidak akan merusam zona nyamanmu dan itu hanya tawaran bercanda."

Aku menatap Jonathan dengan perasaan lega. Setidaknya dia tahu mana yang aku suka dan tidak. Sepertinya aku akan menyukainya, sebagai teman.

***

CARVER TEPESH ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang