Chapter 3

7.7K 604 6
                                    

Bonus buat kalian yang bantu aku nyari castnya si babang ya. Walau sampai sekarang belum ketemu.

Happy reading...

****

Aku duduk di depan meja rias. Menatap Lori yang sedang menyisirkan rambutku yang panjang dan berikal. Aku tidak suka rambut ini jadi aku ingin memotongnya tapi Lori mencegahku melakukanku. Dia bilang kalau aku tidak boleh melakukan apapun yang berakibat dengan perubahan pada tubuhku. 

"Kenapa aku tidak bisa melakukan apapun pada diriku, Lori? Tubuh ini milikku, jadi aku bisa berbuat sesuka hatiku." 

Aku masih tidak terima dengan peraturan tidak masuk akal itu. Pria itu tidak bisa mengontrol aku seperti ini. Dia bahkan tidak pernah merasa harus datang melihatku dan mengecek keadaanku. Aku istrinya tapi aku hanya orang asing baginya, dia masih mengatakan kalau pernikahan ini adalah maunya? Sangat omong kosong.

Tapi kalau dia memang memiliki alasan yang cukup masuk akal hingga harus menikah denganku, bisa jadi. Tapi apa yang sangat spesial dariku hingga mahluk dingin itu mau menikah denganku? Apa yang diincarnya dariku? 

"Tuan hanya tidak mau, saat nanti ingatan anda pulih, anda akan marah dengan perubahan diri anda."

Aku mendengus. "Kekanakan."

"Dengarkan saja, Tuan. Ini demi kebaikan anda. Dia sangat mencintai anda."

Aku mengangkat kepala dan bertemu pandang dengan Lori yang tersenyum lembut padaku. "Dia mencintaiku?"

Lori mengangguk. 

"Aku tidak percaya. Apa dia memintamu berbohong, Lori?"

Lori tampak tidak terima dengan tuduhanku. "Tentu tidak, Nyonya. Saya.."

Suara ketukan pintu menghentikan kalimat penjelasan Lori. Aku berbalik dan mencari tahu siapa yang ada di pintu. Bukan pria dingin itu tapi seorang perempuan. Dia menatapku dan tiba-tiba begitu saja senyumnya terlempar padaku. Aku tidak bisa mengendalikan diriku untuk membalas senyumannya. Dia terlihat sangat hidup dan begitu ceria. 

Perempuan itu mendekat. "Hai, kamu pasti Arabelle?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Dan kau?"

Dia mengulurkan tangannya. "Eliya, senang bertemu denganmu."

Aku menjabat tangannya dengan lembut. "Senang berjumpa denganmu, Eliya. Kau adalah..."

"Aku adalah calon istri dari sepupu Carver. Sebelumnya kita tidak pernah bertemu jadi jika aku asing bagimu maka itu lumrah saja."

Aku mengangguk dengan pasti. Dia memang asing dan beruntung aku sebelumnya belum pernah bertemu dengannya. Setidaknya dia tidak perlu merasa aku melupakannya. Atau adalah kenangan penting kami yang tidak bisa aku ingat dan membuatnya kecewa. Setidaknya mungkin itu yang dirasakan Carver hingga dia berlaku dingin padaku. Karena aku melupakan segalanya tentang kami. 

Harusnya dia tidak menyalahkan aku atas apa yang terjadi. Dia memang tidak secara gamblang menyalahkan aku tapi dia melakukannya dengan tatapannya yang menjengkelkan. Dia memang tampan tapi tetap saja menjengkelkan.

"Jadi apa yang akan kau lakukan hari ini? Mereka bilang kalau kau sudah bisa di ajak keluar untuk jalan-jalan. Apa kau mau pergi denganku?"

Aku menatap Eliya. Dia sangat ceria dan tampaknya aku dan dia akan menjadi teman yang akrab. Setidaknya keceriaannya menghilangkan kesuraman yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Aku tentu saja mengangguk dengan segera. Suka dengan idenya. 

"Kalau begitu ayo." Eliya menawarkan tangannya.

Aku meraih tangan itu dengan cepat dan sudah berdiri dengan tinggiku yang hampir sama dengan Eliya. Kami berjalan keluar dari kamar dan Eliya banyak bercerita. Dia menceritakan segalanya. Bahkan seekor semut saja jika mau dia ceritakan, akan dengan mudah bagiku untuk menyukainya. Aku banyak tertawa olehnya, tawaku hari ini lebih banyak dari pada seminggu aku berada di rumah suram ini.

Kami menuruni tangga dan di bawah tangga sana ada pria dingin itu bersama dengan sepupunya. Pria yang ada sepupunya mengangkat kepala dan melihat aku dengan datar, sedang saat dia melihat pada Eliya. Ada seribu cinta yang tidak mampu di terjemahkan sanng pujangga di sana. Cinta yang sangat luar biasa hingga membuat aku menjadi orang iri. Aku tidak mengerti, kenapa Carver tidak bisa menatap aku seperti sepupunya menatap Eliya. 

Aku adalah istri Carver, andai dia sedikit saja membuka hatinya untukku maka aku tidak akan berakhir dengan cukup menyedihkan seperti ini. Mungkin aku akan menikmati amnesiaku. Tapi sekarang, aku sungguh ingin mengingat semuanya agar aku tahu apa yang membuat Carver menikah denganku. Juga alasan apa yang membuat aku berhak mendapatkan tatapan membekukan itu.

"Lil'..."

Eliya melepaskan aku dan berjalan ke arah pria yang memanggilnya. Calon suaminya. "Cal, apa aku dan Ara bisa berjalan-jalan sebentar di luar?"

Pria itu yang dipanggil Cal menatap padaku yang menunggu dengan tidak pasti. Pria itu juga menatap Carver yang masih diam. 

"Tidak, Eliya. Kalian bisa bermain di kamar." putus Carver tanpa peduli dengan raut sedihku.

"Caleb, siapa dia?" Eliya menunjuk pada Carver dengan kesal.

Mata Carver melesat menatap pada Eliya. "Aku adalah pemilik rumah ini dan wanita yang ingin kau bawa adalah istriku jadi..."

"Istri yang tidak pernah kau anggap. Satu minggu ini kau bahkan mengurungku seolah aku adalah tahananmu. Jika aku tidak gila, maka sudah pasti aku tidak memiliki otak." Aku angkat suara. Tidak terima melihat Carver melawan Eliya dengan kalimat-kalimat yang akan menyakiti hati Eliya. Eliya sudah berbaik hati mau menghiburku, seharusnya dia berterimakasih. Tapi dia dan kata terimakasih memang sepertinya tidak bisa di sandingkan sama sekali.

"Bella..."

"Hentikan menyebut namaku seperti itu. Aku tidak suka."

Dia terkejut dan tentu saja aku sendiri tidak mengerti dengan apa yang aku katakan. Aku tidak tahu kalau aku memang benar tidak suka dengan nama itu atau apa. Hanya saja ada hal mengganjal dalam caranya menyebut namaku. Itu sejenis ganjalan yang tidak mengenakkan.

"Kau harusnya tidak membuat wanita marah, Carver. Kau tahu, saat kami telah mencapai batas yang tidak bis akami terima. Para lelaki yang akan menerima akibatnya. Cal, harusnya kau nasihati sepupumu itu. Aku sendiri tidak mengenalnya lagi sekarang."

Eliya melepaskan tangan calon suaminya dan berjalan padaku. Dia meraih lenganku dan membawa aku berlalu dari hadapan dua pria itu. Tatapanku dan Carver masih bertemu. Dia melukaiku dengan sikapnya, harusnya dia tahu itu tapi jelas dia menutup matanya dengan segala fakta. Dia egois dan aku benci hal itu.

Saat aku membuka mata, harusnya dia menjadi orang yang sangat bahagia untukku. Dia akan menjadi orang yang akan selalu ada di sisiku. Memberikan aku semangat dan lainnya. Tapi dia malah sibuk dengan kekalutan dan ketakutannya sendiri hingga aku terasa sangat sendiri. Bahkan mungkiin saat aku koma, aku tidak akan merasa sekesepian ini seperti saat sekarang. Jika dia tidak menginginkan aku, dia katakan saja dengan terus terang dan itu akan lebih baik bagiku menjauh darinya.

Sikapnya yang sekarang, adalah sikap paling bajingan menurutku. Dia dan segala dingin tidak tercelanya.

Saat Eliya bahkan mengatakan kalau dia tidak mengenal Carver yang sekarang, dalam hati aku juga merasakan. Aku merasa sangat yakin kalau dia memang tidak biasanya bersikap seperti itu. Dia aneh dengan cara yang mengesalkan. Aku rasanya mengenalnya dan tidak mengenalnya dalam detik yang sama. Sudahlah, dia membingungkan.

***

CARVER TEPESH ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang