Chapter 10

5.4K 519 11
                                    

Kusisir pelan rambutku dengan kata menghujam pada kaca di depanku. Satu sosok wanita membalas tatapanku dengan pandangan luka yang bahkan tidak bisa di sembunyikan walau dia ingin. Wanita itu adalah aku, luka itu juga milikku. Ingatan akan apa yang terjadi di dekat kolam beberapa jam yang lalu masih membayang di pelupuk mataku. Aku tidak tahu siapa gadis itu. Aku tidak tahu apa hubungan keduanya. Tapi melihat dari bagaimana Carver mempedulikannya, maka aku tidak ingin mencari tahu lebih jauh. Aku takut, ada sekat luka yang akan menorehkan jelaga di hatiku.

Tapi saat ini, yang aku rasakan hanya sebuah bayangan kecil dari luka itu sendiri. Mencoba meredamnya dengan berujar pada diri kalau aku tidak peduli, sayang sekali tapi luka tidak begitu saja tersembuhkan dengan kepiluan ini. Aku menginginkan sebuah penjelasan dan di detik yang sama, aku tidak menginginkan keterusterangan.

Rasa takutku menjelma nyata dan aku tahu kalau ketahanan tubuhku juga semakin menipis saja. Andai saja aku tidak terus mempertahankan daya tahanku tadi, maka sudah dapat di pastikan aku tidak akan sadarkan diri. Pria itu terlalu lihai dalam menyakiti aku, hingga aku berakhir begitu menyedihkan seperti saat ini.

"Nyonya, anda sudah melakukannya sendiri?"

Suara Lori tidak membuat aku berbalik. Aku masih sibuk menatap diri dicermin itu.

"Yang lain sudah menunggu anda untuk makan malam," beritahu Lori.

Aku memejamkan mata. Sebentar, kembali membukanya dan berbalik menatap Lori dengan senyuman. Senyum palsuku tentu saja. "Bisakah kau antarkan saja makanan ke kamarku? Aku kurang enak badan." Kupijit kepalaku. Tidak sepenuhnya berbohong, karena aku merasa kalau aku akan benar-benar jatuh pingsan kapanpun. Pingsan di saat makan makan, itu bukan hal yang elegan.

"Apa Nyonya baik-baik saja? Perlu saya panggilkan dokter?" Lori khawatir dengan berlebihan. Dia memang selalu berlebihan dalam banyak hal.

Aku menggeleng. "Tidak seburuk itu, hanya ambilkan saja makananku dan bilang pada semuanya kalau aku tidak bisa makan bersama dengan mereka."

"Baik, Nyonya. Saya akan segera kembali."

"Terimakasih, Lori."

Lori pergi segera dengan pintu tertutup. Aku menatap pada pintu dengan perasaan berkecamuk rasa, segalanya terlalu banyak mengambil rasa sakit pada diriku. Tubuhku terasa limbung dan segera kulangkahkan kakiku ke arah ranjang. Duduk di pinggirnya dengan tangan memijit-mijit kepalaku yang berdenyut. Harusnya aku tidak kalah sekarang, aku tidak bisa menyerah detik ini.

Lalu tidak bisa kucegah bayangan luka dari sebab sakit yang aku rasakan saat ini. Pelukan itu. Percakapan mereka yang penuh dengan hangat.

Carver melepaskan pelukan gadis itu, membiarkan tangannya berada di bahu sosok itu dan dia menatap dengan penuh khawatir. "Ada apa?"

Sang gadis menggeleng. Diambilnya tangan Carver dan dia letakkan di atas pipinya. Membiarkan kulit mereka bersentuhan dengan cara intim yang membuat darah dalam tubuhku menggelegak. Hatiku bahkan terasa hancur berkeping-keping. Carver tidak ingatkah ada aku di sini? Tidak sadarkah aku akan melihat perselingkuhannya? Apa dia memang seperti ini sejak dulu? Itukah yang membuat aku membencinya seperti yang dia kodekan beberapa detik yang lalu.

"Ceritakan padaku. Kau tidak bisa diam seperti ini. Diammu hanya akan membuat aku berpikir yang tidak-tidak."

Gadis itu menggeleng. "Aku hanya ingin tinggal di sini, di sisimu." Gadis itu mendongak mensejajarkan wajah mereka.

Aku tidak bisa terkejut lagi saat Carver meraih gadis itu dan memeluknya dengan lebih erat. Membiarkan dada telanjangnya sebagai tempat gadis itu bersandar. Aku ingin mendekat dan memisahkan mereka, tapi apa hakku. Statusku memang istrinya tapi hanya itu, tidak lebih dari itu. Merasa cemburu saja aku tidak berhak. Apalagi marah-marah dengan apa yang dilakukan pria bajingan yang adalah suamiku itu.

Aku menatap ke pintu dan terkejut saat yang aku temukan di sana bukan Lori tapi si pria jahanam yang adalah suamiku. Dia berdiri di ambang pintu dengan baki makanan. Melihat padaku dan memperhatikan aku, pastinya Lori bercerita padanya tentang sakit yang aku utarakan. Dasar Lori tidak setia.

"Kau bilang sakit, bagian mana?" tanyanya dengan langkah mendekat padaku.

Aku duduk dengan tenang di tempatku. Atau itulah yang aku niatkan. "Hanya pusing sedikit, bukan hal yang patut di besarkan. Atau juga bukan alasan yang cukup kuat untuk membuatmu datang ke sini. Kau seharusnya tidak melakukan ini."

"Melakukan apa?" Dia meletakkan nampan itu di meja di samping ranjang. Menatap aku, matanya memancarkan tanya yang tidak bercanda.

"Mengantar makanan ke kamarku. Lori bisa melakukannya."

Dia mengangguk saja. "Aku hanya ingin melakukannya."

Kutatap dia dalam kesal tidak terkatakan. Jadi saat dia ingin, dia datang mendekat tapi saat dia tidak ingin dia dorong dirinya menjauh? Hebat sekali, sangat berkesan. Aku mual dengan kalimatnya.

"Makanlah," pintanya.

"Keluarlah, aku akan makan nanti."

"Makanannya akan dingin jika kau makan nanti, Bella. Makan sekarang."

Aku segera memaksa tubuhku berdiri, mencoba bertahan dengan kedua kakiku sendiri dan menatap dia dalam balutan kekesalan dan kemuakan. Dia telah menguji aku sampai pada tahap hilang sabar. Aku melewatinya berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu lebih lebar.

"Keluar!"

"Ada apa? Apa kali ini yang membuatmu marah?"

Aku tidak percaya dia menanyakan hal itu. Dia marah padaku hanya karena Jonathan membantuku lemon itu, sedang dia memeluk gadis lain dengan cara yang tidak pernah dia lakukan, lalu pikirnya aku akan terima begitu saja? Pandai sekali dia bercanda.

"Keluar Carver Tepesh!" Seruku kesal.

Carver yang tampaknya tahu aku sedang ada di tahap mendidih akhirnya beranjak. Dia mendekat dan berdiri di dekatku, aku berusaha tidak memandang padanya.

"Aku keluar, tapi kau janji makan ya?"

Aku melengos. Berjalan meninggalkan  tempat dan hendak kupacu langkah beratku ke atas ranjang. Tapi aku tahu kalau seharusnya aku tahu, semua bagian tubuhku sudah tidak baik-baik saja. Aku merasakan tubuhku limbung dan begitu saja aku jatuh. Aku tidak ingat apa-apa. Fakta pria itu menyakiti terlalu dalam, hanya itu yang menjadi buah ingatanku.

CARVER TEPESH ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang