Dua bulan berlalu semenjak perbincangan terakhir kita itu, aku memutuskan untuk tidak menemui Yuu semenjak kejadian di antariksa. Aku tidak ingin melanggar ucapanku sendiri, entah bagaimana kabar Yuu di sana. Jauh dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku merindukannya.
Di balik tirai yang menghalangi cahaya matahari aku menyentuh cip yang dulunya ada di balik telingaku. Setidaknya sampai beberapa menit yang lalu, untuk saat ini. Aku memutuskan untuk tidak memakai benda itu lagi. Toh, saat ini aku sedang mengambil cuti.
Sungguh, Nishinoya Yuu adalah anomali bagiku. Aku sudah membenahi hatiku semenjak kepindahanku lepas acara kelulusan sewaktu masih SMA dulu. Lalu, Yuu kembali dan mengacak-acak tatanannya.
Gampang saja, jika kuminta ia membantuku membereskannya. Lepas pertemuan di antariksa waktu itu, aku yakin sekali bahwa ternyata Yuu menyukaiku—dari perkataannya. Tapi, sayangnya aku tidak bisa bersikap egois kepada laki-laki sebaik Yuu. Maksudku, dia pantas mendapatkan sosok yang lebih pantas.
Karena adalah suatu kesalahan perasaannya itu tumbuh untuk orang sepertiku.
Perasaan kami sama seperti waktu-waktu yang telah kami habiskan bersama-sama di Bumi Kedua. Nyata dan manis, namun tetap saja semu. Walau baik aku dan Yuu nyata, ada banyak hal yang tidak bisa aku jelaskan padanya saat ini.
“Nona, Anda sudah siap?” Tanya seorang wanita berjas putih. Aku menatapnya sendu, kemudian mengangguk-angguk tak rela.
Wanita itu berjalan mendekat dengan sebuah kota seukuran lengan, meletakkannya di samping ranjangku.
***
Nishinoya Yuu.
Perusahaan Fixi tidak bersedia memberikanku informasi apa pun tentang alamat rumahmu, pun apa yang terjadi sampai-sampai aku tidak bisa menghubungimu. Perasaanku uring-uringan, ada rasa tidak enak yang menyesaki dada. Perasaanku berkata bahwa sesuatu yang buruk sudah terjadi, namun nomor ID yang kamu berikan menyatakan bahwa deretan angka itu sudah tak dapat dihubungi, dengan kata lain; kamu membuangnya atau sedang menonaktifkannya.
Aku duduk di emperan gedung perusahaan Fixi dengan kepala ditundukkan. Rasanya seperti ada beban di bagian tengkuk yang membuatku tak dapat mengangkat wajah.
“Yuu-san?”
Aku menoleh, menatap wajah seorang wanita tua yang nampaknya tidak asing. Dahiku mengernyit, berusaha mengingat-ingat siapa wanita ini.
“Yuu-san, kaukah itu?” wanita itu bertanya seolah memastikan. Tubuhnya membungkuk, berusaha mensejajarkannya dengan tubuhku.
“Astaga, Bibi!”
Ah, aku mengingatnya. Itu ibumu.
“Ternyata benar itu dirimu.” kerutan di wajah wanita itu bertambah saat dia tersenyum lebar.
“Bibi, di-di mana [Name]?” tanyaku langsung. Ibumu nampaknya baru saja keluar dari dalam gedung perusahaan Fixi. Terlihat di tangan kanannya yang sedang menggengam tas kain berisikan tumpukan berkas yang nampak berat.
Aku meraih tas tersebut dari tangannya, “Bibi, apa aku boleh bertemu dengan [Name]-chan?”tanyaku. Tak diduga ibumu menggeleng lemah.
“Maaf. Aku tidak bisa membiarkannya, Yuu-san. [Name] sudah melarangku. Ia yakin sekali kamu pasti mencarinya ke sini, jadi saat aku kemari, ia berpesan seperti itu.”
Aku membuang napas gusar, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Jawaban yang ibumu berikan hanya membuat perasaanku kian buruk dan tidak tenang.
“Sebenarnya ada apa?”
“[Name] benar-benar tidak memberitahukannya?”
Aku mengernyit, “Ti-tidak. Memangnya kenapa?”
Ibumu menggeleng, “Itu artinya dia memang tidak ingin kau mengetahuinya, Yuu-san.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowball Fight | Yuu Nishinoya » Virtual Realitas
FanfictionBumi Kedua adalah bentuk pengembangan revolusioner dari teknologi virtual realitas bentukan perusahaan Fixi yang menjadi awal pertemuan kita. Perasaan ini tidak nyata. Semu, sama seperti kencan kita di Bumi Kedua. Tidak seharusnya kamu meletakkan ra...