Entah sudah berapa lama aku tertidur. Ketika aku membuka mata, ternyata hari sudah malam. Aku memijat kepalaku, rasanya seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum. Entah sampai kapan rasa sakit ini mereda. Dan ... tunggu! Aku di mana sekarang? Di kamar? Seingatku aku tertidur di sofa, kenapa sudah bisa ada di kamar? Apakah ... apakah dia yang menggendongku ke kamar? Aku tersenyum getir. Sejak kapan dia perhatian padaku?
Dari arah luar kamar, kudengar sayup-sayup suara yang sangat kukenal. Perlahan, aku jejakkan kaki ke lantai. Merambat apapun untuk bisa sampai ke daun pintu. Menengok sebentar.
Ketika aku tiba di depan pintu, aku melihat kakakku datang dengan pakaian kantornya yang sudah lusuh. Dia tengah berbicara dengan seseorang, seseorang yang sama saat aku menatapnya di dapur. Ah, ternyata dia benar-benar menjagaku?
"Thanks, ya, Bro. Udah jagain adik gue satu-satunya," ucap kakak tersenyum sumringah pada pria dingin itu.
Pria dingin itu hanya tersenyum kecil dan mengangguk. "Sama-sama. Ini karena ulah gue juga." What? Dia bilang apa? Aku tidak salah dengar, kan? Sejak kapan dia menyalahkan dirinya sendiri?
Kepalaku semakin pening, aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku harus kembali ke ranjangku. Tertatih aku menuju ranjang. Kemudian, aku memaksa memejamkan mata. Meskipun sangat susah kulakukan, karena aku memiliki banyak pertanyaan di otakku.
Dua menit berlalu, gagal. Aku tidak bisa memejamkan mataku. Kudengar derit pintu terbuka.
"Masih pusing?"Aku mengangguk lemah. Kakakku menghela napas berat. Menyeret langkahnya ke arahku, duduk di tepi ranjang. Tangannya yang lebar menyentuh keningku.
"Kamu harus ke dokter. Panasmu belum turun juga."Aku menggeleng sekuatku.
Tiba-tiba tangan lebar itu menyentilku pelan. Aku mengaduh, menatap sengit ke arah kakakku yang masih bermuka datar. "Batu," ucapnya. Dan dia berjalan keluar.
Pikiranku masih berkecamuk hingga aku memutuskan memanggil kakak, "Kak."
Kakak berbalik ke arahku dan bergumam, "Hemm?"
Ada jeda sejenak, "Kenapa dia ada di sini seharian ini?"
Kakak tidak bertanya, karena kakak tahu siapa yang aku maksud.
"Aku menyuruhnya menjagamu. Dan ajaibnya, dia datang untuk menemanimu seharian ini," jawabnya yang langsung diakhiri dengan tutup pintu kamarku.
Aku masih setengah terkejut, sejak kapan dia ... mulai memperhatikanku?
Malam ini, aku kembali tidak bisa tidur bukan karena hebatnya rasa pusingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relung Diam
General FictionDiam. Suatu kata yang menjadi pilihan di saat semua suasana tak mendukung. Bungkam adalah yang terbaik. Diam bukan berarti tak mengerti apapun, tak memahami apapun, tak memedulikan apapun.