Ku menatap langit sendu dari balik jendela yang terpampang di lini cafe. Air mulai berjatuhan menderu membasahi kota yang membesarkanku. Kepulan asap dari cangkir cappuccino menguak aroma harum di hidung.
Kamu masih saja sibuk dengan duniamu. Berkutat dengan laptop. Selalu seperti itu. Pertemuan tanpa memberikan kenangan. Ini membosankan.
Sudah sekian tahun kita bersama. Tapi kamu masih dan selalu saja seperti itu. Bahkan hanya melontarkan sapaan saja begitu sulit bagimu. Aku bagaikan replika yang tiada arti bagimu.
Hampir tiga jam kamu masih saja tenggelam dalam duniamu. Kamu memaksaku untuk menikmati kebosanan ini. Jika saja kamu bukan orang pilihan hatiku, aku tidak akan melakukan hal sesabar ini.
Aku ingin sekali meneriakimu, memakimu. Kamu sudah keterlaluan dalam hal ini. Baiklah, aku memang bukan permasuiri yang selalu ingin diperhatikan. Tapi, untuk apa aku dibutuhkan menemanimu? Aku tidak akan melakukan hal gila dengan melontarkan kemarahanku.
Aku memilih diam. Tanpa menatapmu. Aku mengedarkan pandanganku ke luar jendela. Banyak orang berlalu lalang. Ini akhir pekan, tentu saja kota pada hari ini tampak riuh rendah.
Rinduku adalah saat kita bercengkerama. Asik melontarkan setiap aksara. Menikmati setiap sudut dunia ini. Tertawa. Melewati hari tanpa percuma. Bertemu tanpa menyisakan waktu yang terbuang.
"Ayo, pulang. Sudah jam sepuluh malam." Setelah berjam-jam, akhirnya kamu melontarkan suara yang tertuju padaku.
Dengan malas, aku menatapmu tanpa jawaban. Kemudian berdiri mendahuluimu. Tanpa menunggu, ku melenggang ke luar cafe.
Sementara kamu sedang membayar bill di kasir. Aku hanya melirikmu, ada senyuman sesaat kamu berkata "terima kasih" pada seorang kasir. Ah, senyuman yang membuatku rindu akan dirimu yang dulu. Di saat aku dan kamu mempunyai dunia yang sama. Merengkuh segala mimpi bersama. Menyatukan atmosfir yang berbeda.
Langit gelap membungkus kota. Bintang bertebaran diterangi rembulan. Angin malam mulai menyelubungi setiap sudut kota. Menyisakan aroma khas yang begitu kurindukan. Sambil menghela napas panjang, ku biarkan diriku menikmati kedamaian malam. Memejamkan mata untuk sesaat.
"Mau ku antar?" tanyamu dari arah belakang. Kini kamu menyejajarkan pandanganmu ke arahku. Menatapku.
"Tidak perlu." Tanpa menatapmu, aku meninggalkan dirimu. Pergi tanpa mendengar sepatah kalimatmu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relung Diam
Narrativa generaleDiam. Suatu kata yang menjadi pilihan di saat semua suasana tak mendukung. Bungkam adalah yang terbaik. Diam bukan berarti tak mengerti apapun, tak memahami apapun, tak memedulikan apapun.