"Mbak pergi yuk. Jalan-jalan, gabut nih di rumah terus,"
Orang yang disebut 'Mbak' itu malah makin meringkuk di tempat tidurnya.Sontak saja gadis berambut panjang bergelombang itu mengerucutkan bibirnya.
Sebal dengan kelakuan saudara perempuannya itu.
Gadis itu menarik-narik selimut yang menutupi saudaranya. "Ayo dong. Jarang-jarang kan gue pergi sama Mbak Tiya,"Tiya sendiri tak menyerah untuk kembali tidur. Namun, tidurnya tetap terus-menerus diganggu.
Tiya mendecak sebal melihat kelakuan adiknya itu. "Sama Bang Kenan aja Cha," bujuknya agar bisa kembali tidur.
Bibir Tisya semakin mengerucut. "Susah banget sih ngajakin Lo keluar," cibir Tisya yang hanya disahuti gumaman oleh Tiya.
"Isshh... "
Kaki Tisya menghentak-hentak keluar dari kamar kakaknya. Yang notabene adalah saudari kembarnya.
Bagaikan langit dan bumi memang sifat keduanya itu. Sikap Tisya adalah kebalikan dari keseluruhan sikap Tiya.
Suara ketukan pintu terdengar lagi. Tiya mendecak sambil menyingkirkan selimutnya.
Pintu berdecit terbuka. Menampakkan sesosok yang membuat kedua mata Tiya membulat."Ayah?" panggilnya pada pria yang mengenakan kemeja navy dengan kedua lengan yang digulung.
Seno, ayah Tiya tersenyum hangat memandangi putrinya yang sudah remaja itu.
"Kapan Ayah pulang?" tanya Tiya sambil menjulurkan tangan untuk salim. Seno menerimanya dengan mengusap halus puncuk kepala Tiya.
"Baru aja sampe. Eh, denger ribut-ribut dari kamar kamu,"
Tiya meringis merasa bersalah. Pasalnya ia tahu bahwa Ayahnya itu pasti lelah setelah 3 hari bekerja di luar kota."Terus Icha udah pergi?"
Pria paruh baya itu memincingkan matanya. "Emang kalian ributin apa sih? Sampai Icha mencak-mencak begitu,"Gadis berusia enam belas tahun itu berdehem. "Nggak papa kok Yah," sahutnya seperti apa yang dipikirkannya.
Suara dobrakan pintu terdengar. Menampilkan Tisya yang berdecak sambil berkacak pinggang.
"Nggak papa gimana!?" rajuknya terdengar kesal.
Deheman keluar dari mukut Seno kali ini. "Emangnya ada apa sih? Ayah baru pulang kok malah pada ribut begini," tengahnya.
Tisya melirik Tiya tajam karena saudarinya itu memasang tampang tak bersalahnya. "Tuh Mbak Tiya nggak mau Icha ajak keluar. Padahalkan sekali-kali gitu Icha keluar sama kembaran Icha sendiri. Sampai-sampai temen Icha nggak ada yang percaya kalau Icha kembar tau,"
Yang diadukan malah tersenyum sinis menanggapi. "Cih, ngapain keluar-keluar segala. Ngehabisin tenaga iya," sahut Tiya tajam.
"Eeh Tiya, jangan begitu dong sama adik kamu. Kamu juga Icha, kalau Mbakmu nggak mau keluar diajak lain kali aja," akhirnya keluar juga petuah dari mulut Bapak Seno Mashenu.
Mulut Tiya dan Tisya sama-sama mengerucut. Yang membuat wajah mereka berdua menjadi sulit untuk dibedakan lagi.
"Ya udah, terus sekarang pada mau gimana?"Tiya kembali melangkah menuju ranjangnya dan melipat selimutnya. "Tiya mau di rumah,"
Pandangan Seno beralih ke Tisya. "Icha mau jalan-jalan keluar sama temen," Tisya mengacungkan kunci motor menunjukkannya.
"Kalau gitu, Ayah mau tidur aja," kedua putri Seno itu melengos.
"Icha pamit dulu ya Yah," pamit Tisya sembari menyalimi tangan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HERE I COME
Teen Fictionbiasanya di luar sana seorang gadis bertemu dengan laki-laki yang dingin dan tidak peka. namun, disini sebaliknya, terjadi pertemuan antara seorang laki-laki dengan seorang gadis yang dingin dan dijuluki sebagai ratu es. kepekaan yang ia miliki pun...