BAGIAN 7

550 23 0
                                    

Dewi Anjungan terus berteriak-teriak sambil berusaha bergerak. Sedangkan Naga Ireng sudah semakin dekat saja, sambil tertawa terkekeh dan menyeringai lebar. Bola matanya tak berkedip menjilati tubuh Dewi Anjungan yang indah dan menggairahkan itu. Terlebih lagi, pakaian tipis yang dikenakannya sudah, tidak karuan lagi. Maka beberapa bagian tubuhnya jadi terbuka lebar, membuat napas Naga Ireng semakin keras memburu.
"Ah..., kau cantik sekali, Dewi. Sungguh menggairahkan sekali...," desah Naga Ireng jadi tersengal napasnya.
"Akh...!" Dewi Anjungan jadi terpekik ketika tiba-tiba saja Naga Ireng menubruk, dan langsung memeluknya. Nafsunya benar-benar menggejolak tak tertahankan lagi. Dewi Anjungan terus berusaha meronta, sambil menjerit-jerit sekuatnya. Namun, dia memang sudah tidak lagi memiliki tenaga untuk berbuat lebih banyak. Sedangkan Naga Ireng semakin bertambah liar saja. Tubuh Dewi Anjungan yang menggeliat-geliat di bawah himpitan tubuhnya, membuat gairah Naga Ireng semakin menggelora tak tertahankan lagi.
"Keparat! Kurang ajar...! Lepaskan, Setan Jelek...!" maki Dewi Anjungan habis-habisan.
Naga Ireng sudah tidak mempedulikan lagi makian Ratu Lembah Neraka ini. Bahkan makian dan jeritan Dewi Anjungan, semakin membuatnya bergairah saja. Dewi Anjungan terpekik ketika dengan kasar sekali, Naga Ireng merenggut pakaian yang dikenakannya. Sehingga, kini tak ada lagi selembar kain pun yang menutupi tubuh wanita itu.
"Lepaskan, Biadab...!"
"Heh...?!" Naga Ireng tersentak kaget setengah mati, ketika tiba-tiba saja terdengar bentakan yang begitu keras dan menggelegar. Bahkan bentakan itu membuat seluruh dinding dan lantai ruangan ini jadi bergetar seperti diguncang gempa. Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan putih yang berkelebat begitu cepat sekali bagai kilat. Belum juga Naga Ireng bisa berbuat sesuatu, tahu-tahu....
Begkh!
"Akh...!" Tubuh Naga Ireng tahu-tahu terpental ke udara, lalu keras sekali terbanting di lantai hingga bergulingan beberapa kali. Sebuah meja kecil dari kayu jati seketika hancur terlanda tubuh pemuda hitam itu. Namun, Naga Ireng cepat bisa melompat bangkit berdiri. Dan matanya jadi terbeliak, begitu tahu-tahu di dekat tubuh Dewi Anjungan sudah berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Dia mengenakan baju rompi putih, dengan sebuah gagang pedang berbentuk kepala burung tersembul dari balik punggungnya.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desis Naga Ireng langsung mengenali.
"Rangga..., oh..," Dewi Anjungan juga mendesah lega begitu melihat pemuda berbaju rompi putih menolongnya dari nafsu si Naga Ireng.
Pada saat itu, dari pintu yang terbuka lebar muncul seorang gadis cantik mengenakan baju berwarna biru muda yang agak ketat. Sebuah pedang tersampir di punggung. Dan di balik ikat pinggangnya, terselip sebuah kipas berwarna putih keperakan. Gadis itu langsung mengambil selembar kain yang tergolek di lantai, dan langsung menghampiri Dewi Anjungan. Ditutupinya tubuh Dewi Anjungan yang polos dengan kain itu
"Bawa dia menyingkir, Pandan," ujar Rangga.
"Baik, Kakang," sahut Pandan Wangi. Tanpa menunggu lagi, Pandan Wangi segera memondong Dewi Anjungan, dan membawanya keluar dari ruangan ini.
Sementara Rangga melangkah beberapa tindak mendekati Naga Ireng. "Siapa kau, Kisanak?! Apa yang kau lakukan pada Dewi Anjungan?" tanya Rangga agak dingin nada suaranya.
"Itu bukan urusanmu!" sentak Naga Ireng menyahut.
"Dewi Anjungan adalah bibi dari Cempaka, adikku. Dan itu berarti dia bibiku juga. Jadi, yang kau lakukan barusan menjadi urusanku juga!" dengus Rangga menjelaskan.
"Oh..., kebetulan sekali kalau begitu," ujar Naga Ireng.
"Apa maksudmu, Kisanak?" tanya Rangga jadi berkerut keningnya.
"Sudah terlalu lama aku menunggu. Kau pasti tahu, di mana Cempaka sekarang berada. Katakan, aku akan membawanya sekarang," kata Naga Ireng.
"Heh...?! Siapa kau ini sebenarnya?" tanya Rangga jadi terkejut.
"Aku Naga Ireng. Cempaka harus menjadi istriku. Dan itu sudah menjadi kesepakatan bersama," sahut Naga Ireng menjelaskan.
"Kesepakatan...? Kesepakatan apa?"
"Sepuluh tahun lebih Dewi Anjungan dan istananya ini terbelenggu kekuatan batin oleh gabungan tujuh ilmu kesaktian dari tujuh orang. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi untunglah, aku bisa menolongnya dengan satu syarat. Keponakannya harus diserahkan untuk kujadikan istri. Dan itu telah disetujuinya. Tapi, sudah dua kali dia ingkar setelah terbebas dari belenggu itu. Dan sekarang aku ingin menagih janjinya, Pendekar Rajawali Sakti," Naga Ireng menjelaskan lagi.
"Lalu, kenapa kau tadi akan memperkosa Dewi Anjungan?"
"Dia sudah ingkar tiga kali dan harus membayarnya, Pendekar Rajawali Sakti. Dia harus menggantikan Cempaka," sahut Naga Ireng.
"Aku tahu semuanya, Naga Ireng. Tapi kau tidak bisa menuntut apa-apa darinya. Kau tidak berbuat apa-apa," dingin sekali nada suara Rangga.
"Setan...! Jangan coba-coba membela perempuan jalang itu, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Aku tidak membelanya. Tapi, aku akan melindungi adikku dari tangan-tangan kotor sepertimu!"
"Kurang ajar...!" desis Naga Ireng menggeram.
"Aku harap, kau segera angkat kaki dari sini, Naga Ireng. Kau tidak melakukan apa pun untuk melepaskan Dewi Anjungan dari belenggunya. Belenggu itu hilang dengan sendirinya setelah pemegang kuncinya meninggal. Jadi, kau tidak ada hak untuk menuntut apa-apa, Naga Ireng. Dan kau tidak bisa mengelabuiku, karena aku tahu semuanya," sergah Rangga kalem.
"Setan...!" geram Naga Ireng. Wajah yang hitam seperti arang.
Kini semakin kelihatan hitam, karena kebohongannya terbongkar Pendekar Rajawali Sakti itu. Naga Ireng memang tidak melakukan apa pun juga, dan memang tidak bisa melepaskan belenggu yang diderita Dewi Anjungan. Karena, kesaktiannya memang kalah jauh dibanding tujuh orang yang menggabungkan kesaktiannya untuk membelenggu Dewi Anjungan dan istananya ini dari dunia luar.
Keinginannya untuk mendapatkan Cempaka yang sudah begitu lama dinantikan jadi terbuka lebar, begitu tahu Dewi Anjungan sudah terbebas dari belenggu batin. Terutama setelah Eyang Resi Wanapati yang memegang kuncinya tewas oleh gerombolan Partai Tengkorak di Gunung Puting. Kesempatan ini benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Tapi tanpa disangka sama sekali, Pendekar Rajawali Sakti sudah mengetahui semua itu. Dan Naga Ireng tidak bisa lagi berbuat apa-apa.
"Sekarang, kuminta kau pergi dari sini, Naga Ireng," usir Rangga langsung.
"Phuih! Seenaknya saja kau mengusirku, Pendekar Rajawali Sakti!" dengus Naga Ireng.
Srettt! Naga Ireng tiba-tiba saja mencabut pedangnya. Dan tindakan itu membuat Rangga harus melangkah mundur dua tindak. Kelopak mata Pendekar Rajawali Sakti jadi menyipit, melihat pedang yang berwarna hitam pekat dan berkeluk seperti keris itu, Pegangannya berbentuk kepala seekor naga berwarna hitam, hampir mirip dengan pedang yang dimiliki Pandan Wangi.
"Aku akan pergi bersama Cempaka atau perempuan jalang itu. Dan kau tidak bisa menghalangiku, Pendekar Rajawali Sakti!" desis Naga Ireng seraya menyilangkan pedang yang berkeluk seperti keris itu di depan dada.
"Kau sudah keterlaluan, Naga Ireng," desis Rangga mulai bangkit marahnya.
"Hhh!"
"Sebaiknya kau cepat pergi sebelum pikiranku berubah, Naga Ireng," desis Rangga datar.
"Berikan dulu Cempaka padaku, baru aku pergi dari sini," tantang Naga Ireng semakin berani.
"Kurang ajar...," desis Rangga langsung mendidih darahnya. Kata-kata Naga Ireng benar-benar menyakitkan, dan sama sekali tidak memandang sebelah mata pada Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan dengan beraninya menghina dan merendahkan Cempaka di depan Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun Rangga hanya kakak tiri saja, tapi begitu menyayangi dan mencintai Cempaka. Jelas, dia tidak rela kalau adik tirinya itu mendapat penghinaan seperti ini.
"Kau sudah keterlaluan, Naga Ireng...," desis Rangga masih mencoba menahan kesabarannya.
"Oh, ya...? Kenapa kau tidak serang aku, Pendekar Rajawali Sakti...?" tantang Naga Ireng mengejek.
Rangga menatap tajam tanpa berkedip. Kemudian tubuhnya diputar berbalik, dan melangkah ke pintu hendak meninggalkan laki-laki bertubuh hitam bagai arang itu. Sikap Rangga yang seperti tidak mempedulikan ini, membuat Naga Ireng jadi tersinggung. Jelas, dia marah bukan main, karena merasa tidak dihargai sama sekali.
"Kembali kau...!" bentak Naga Ireng berang setengah mati.
Namun Rangga terus saja melangkah hampir mencapai pintu keluar ruangan ini
"Setan...! Hiiih!"
Bettt! Slap...! Cepat sekali Naga Ireng mengebutkan tangan kirinya. Dan seketika itu juga, dari telapak tangannya melesat sebuah pisau kecil yang langsung mengarah deras ke arah punggung Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!" Manis sekali Pendekar Rajawali Sakti memiringkan tubuhnya ke kanan, sehingga pisau kecil itu hanya lewat saja di samping bahunya. Begitu kuatnya tenaga dalam yang dikerahkan Naga Ireng dalam melemparkan pisau kecilnya, sehingga pisau yang hanya sepanjang jari tangan itu sampai tembus ke dinding batu ruangan ini. Perlahan Rangga memutar tubuhnya, kembali menghadap Naga Ireng. Sorot matanya begitu tajam, tertuju lurus ke bola mata laki-laki hitam itu.
"Kau tidak bisa pergi begitu saja dariku, Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada seorang pun yang boleh memandang sebelah mata padaku!" desis Naga Ireng dingin.
"Tidak ada gunanya membuang nyawa percuma, Naga Ireng," kata Rangga datar.
"Phuih! Kau terlalu angkuh, Pendekar Rajawali Sakti. Kau akan menyesal telah merendahkan Naga Ireng!"
"Hmmm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
"Kau harus merasakan Pedang Naga Hitamku ini, Pendekar Rajawali Sakti. Pedangku ini tidak akan kalah dengan pedang kebanggaanmu!" desis Naga Ireng lagi.
"Hmmm...," lagi-lagi Rangga hanya menggumam saja.
"Bersiaplah, Pendekar Rajawali Sakti! Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Naga Ireng melompat cepat bagai kilat sambil mengebutkan pedang ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Sesaat Rangga hanya diam saja, memandangi gerakan pedang berwarna hitam pekat itu. Lalu di saat mata pedang itu tepat mengarah ke kepalanya, cepat sekali kepalanya ditarik ke belakang. Sehingga, ujung pedang hitam yang berkeluk seperti keris itu hanya lewat saja di depan wajahnya.
"Uts...!" Rangga jadi terkesiap. Cepat-cepat kakinya melangkah mundur beberapa tindak. Dan ketika ujung pedang itu lewat di depan hidungnya, Pendekar Rajawali Sakti langsung bisa merasakan adanya hawa racun ganas dan sangat mematikan pada pedang itu.
"Hiyaaat...!"
Pada saat itu, Naga Ireng sudah kembali melompat melakukan serangan. Maka Rangga cepat-cepat mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Tebasan dan tusukan pedang Naga Ireng manis sekali dapat dihindari Rangga. Gerakan-gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti memang cepat dan indah sekali. Bahkan masih diimbangi gerakan kaki yang begitu lincah, mengikuti gerak tubuh yang meliuk-liuk seperti belut.
Entah sudah berapa kali Naga Ireng melancarkan serangan, tapi tak satu pun yang berhasil disarangkan ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Jurus demi jurus dikeluarkan Naga Ireng, namun pertahanan Pendekar Rajawali Sakti memang terlalu sulit ditembus. Bahkan terkadang, Rangga melakukan gerakan-gerakan aneh, seperti bukan gerakan orang yang sedang bertarung. Dan ini membuat Naga Ireng jadi semakin berang saja. Harga dirinya benar-benar merasa direndahkan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Naga Ireng melenting ke belakang. Dan begitu kakinya menjejak lantai, langsung pedangnya dipindahkan ke tangan kiri. Dan seketika itu juga, tangan kanannya menghentak ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
"Yeaah...!"
"Ufs...!" Cepat-cepat Rangga melompat ke atas, begitu dari kepalan tangan Naga Ireng keluar secercah sinar merah yang begitu deras bagai kilat. Cahaya merah itu lewat di bawah kaki Pendekar Rajawali Sakti, dan langsung menghantam dinding ruangan yang terbuat dari batu ini.
Glarrr...!
Ledakan keras menggelegar terdengar begitu dahsyat sekali. Tampak dinding batu yang tebal itu hancur berkeping-keping, mengepulkan debu yang membuat ruangan ini jadi pengap seperti terselimut kabut tebal.
"Hiyaaa...!" Kembali Naga Ireng melepaskan satu pukulan jarak jauhnya yang sangat dahsyat, tepat ketika Rangga baru saja menjejakkan kakinya di lantai. Tak ada lagi kesempatan bagi Pendekar Rajawali Sakti itu untuk menghindari serangan dahsyat Naga Ireng itu. Sehingga, terpaksa harus dipapak dengan mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
"Yeaaah...!"
Wukkk!
Begitu kedua tangannya menghentak ke depan, dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti memancar sinar merah bagai api yang langsung menghantam sinar merah yang juga keluar dari tangan Naga Ireng. Tak dapat dihindari lagi. Dua sinar merah beradu di tengah-tengah, sehingga menimbulkan ledakan keras menggelegar. Seluruh dinding, atap, dan lantai ruangan ini bergetar hebat, seakan-akan hendak runtuh ketika terjadi ledakan yang begitu dahsyat akibat benturan dua cahaya merah tadi. Tampak Naga Ireng terpental ke belakang begitu keras. Sedangkan Rangga hanya terdorong dua langkah saja ke belakang. Punggung Naga Ireng menghantam dinding begitu keras, sehingga mengeluarkan pekikan agak tertahan.
"Setan keparat...!" geram Naga Ireng berang. "Hiyaaat.,.!"
Wukkk!
Naga Ireng langsung saja kembali melakukan serangan cepat, sambil mengebutkan pedangnya beberapa kali. Sedangkan Rangga masih tetap berdiri tegak. Cepat tubuhnya meliuk, begitu pedang hitam Naga Ireng berkelebat di sekitar tubuhnya. Beberapa kali Naga Ireng mengebutkan pedangnya, tapi tak satu pun yang berhasil mengenai sasaran. Bahkan tanpa diduga sama sekali, tiba-tiba saja...
"Lepas! Yeaah...!" Sambil berteriak keras, tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kiri ke atas, tepat ketika Naga Ireng baru saja membalik arah pedangnya menuju kepala. Begitu cepatnya gerakan tangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Naga Ireng tidak sempat lagi menyadari. Terlebih lagi, saat itu serangannya sedang terpusat pada pedang. Dan sebelum disadari apa yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, tahu-tahu...
Bettt! Plakkk!
"Akh...!"
Begitu kerasnya tamparan Rangga pada pergelangan tangan, hingga membuat Naga Ireng tak dapat lagi menguasai pedangnya yang langsung mencelat tinggi ke udara. Naga Ireng melompat, hendak mengejar pedangnya. Namun pada saat yang bersamaan, Rangga juga melenting ke udara sambil melepaskan satu tendangan keras disertai pengerahan tenaga dalam tidak begitu penuh.
"Yeaaah...!"
Desss!
"Akh...!" Lagi-lagi Naga Ireng terpekik, terkena tendangan cukup keras pada dadanya. Akibatnya, dia jatuh tersuruk begitu keras sekali ke lantai batu yang keras dan licin berkilat itu. Naga Ireng bergulingan beberapa kali, namun cepat bangkit berdiri. Dari mulutnya tampak mengeluarkan darah yang agak kental.
Sementara itu, Rangga manis sekali menjejakkan kakinya di lantai, sekitar satu tombak jauhnya dari laki-laki berkulit hitam itu. Dan di tangan Pendekar Rajawali Sakti kini telah tergenggam pedang Naga Ireng.
Pada saat itu, Pandan Wangi yang tadi membawa Dewi Anjungan keluar sudah muncul lagi di ambang pintu. Gadis itu tampak terlongong melihat keadaan kamar ini begitu berantakan. Dia langsung tahu, kalau tadi baru saja terjadi pertempuran di dalam ruangan ini. Perlahan Pandan Wangi menghampiri Rangga yang berdiri tegak, memegang pedang lawannya.
"Kakang...," ujar Pandan Wangi begitu berada di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti.
"Bagaimana keadaan Dewi Anjungan?" tanya Rangga tanpa berpaling sedikit pun dari Naga Ireng yang masih berusaha menguasai pernapasannya yang sesak, akibat tendangan cukup keras pada dadanya tadi.
"Tidak terlalu parah. Dia sekarang sedang bersemadi," sahut Pandan Wangi menjelaskan keadaan Ratu Lembah Neraka.
"Sudah kau tanyakan, di mana Eyang Balung Gading?" tanya Rangga lagi.
"Belum," sahut Pandan Wangi polos. "Dia langsung bersemadi, setelah kubebaskan dari kelumpuhannya. Aku tidak bisa mengganggunya, Kakang."
"Ya, sudahlah. Nanti bisa kutanyakan," ujar Rangga.
Sementara itu Naga Ireng sudah pulih kembali keadaannya. Sorot matanya yang tajam langsung tertuju pada Pendekar Rajawali Sakti yang kini didampingi si Kipas Maut. Namun dari sorot mata yang tajam penuh dendam dan ketidakpuasan, terbersit nada kegentaran.
"Aku rasa tidak perlu lagi diperpanjang persoalan ini, Naga Ireng. Dan kuminta kau segera angkat kaki sebelum pikiranku berubah," kata Rangga agak dingin nada suaranya.
Naga Ireng hanya diam saja, menatap tajam Pendekar Rajawali Sakti. Walaupun terbersit kegentaran di harinya, tapi tidak menujukkan sikap takluk. Padahal sudah jelas. Kalau Rangga mau, mudah sekali menewaskannya. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti masih memberi kesempatan pada laki-laki bertubuh hitam itu untuk bisa melihat mata-hari esok pagi.
"Ini pedangmu...!" Rangga melemparkan pedang di tangannya, dan tepat jatuh di ujung jari kaki Naga Ireng.
Perlahan Naga Ireng membungkuk, memungut pedangnya yang menggeletak di lantai. Kemudian pedang itu disarungkan kembali di pinggangnya. Sebentar ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti itu. Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, Naga Ireng langsung melangkah cepat meninggalkan ruangan yang sudah porak poranda itu.
Sementara Rangga dan Pandan Wangi mengiringinya dengan pandangan mata, sampai laki-laki hitam itu tidak terlihat lagi. Sejenak Rangga menghembuskan napas panjang, lalu menatap Pandan Wangi yang kini sudah berada di depannya. Gadis itu juga memandangnya dengan mata tidak berkedip.
"Ayo, kita temui Dewi Anjungan," ajak Rangga.
Pandan Wangi tidak berkata sedikit pun. Diikutinya saja saat Rangga melangkah meninggalkan ruangan yang sudah hancur berantakan itu. Mereka terus berjalan tanpa ada yang bicara lagi. Pandan Wangi menunjukkan ruangan di mana Dewi Anjungan yang sedang bersemadi ditinggalkan. Hanya melewati satu ruangan saja, mereka sudah sampai di salah satu ruangan di situ, tadi Pandan Wangi memang meninggalkan Dewi Anjungan. Tapi....
"Heh.... Mana dia...?!"
Pandan Wangi jadi terkejut.

***

68. Pendekar Rajawali Sakti : Geger Putri IstanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang