BAGIAN 4

516 22 0
                                    

Pendekar Rajawali Sakti bergegas melangkah, begitu seorang gadis cantik berbaju biru muda agak ketat keluar dari kamar Suryani. Di balik punggung gadis itu tersembul sebilah pedang bergagang kepala naga, berwarna hitam. Tampak di balik ikat pinggangnya yang berwarna kuning keemasan, terselip sebuah kipas berwarna putih keperakan.
"Bagaimana keadaannya, Pandan?" tanya Rangga langsung.
"Masih lemah, dan belum bisa diajak bicara," sahut gadis berbaju biru yang dipanggil Pandan itu.
Dia memang Pandan Wangi. Dalam rimba persilatan gadis itu lebih dikenal sebagai si Kipas Maut.
"Aku harap tidak terlambat menolongnya...," desah Rangga.
"Kau cepat bertindak, Kakang. Dia belum sempat ternoda," ujar Pandan Wangi memberi tahu.
"Ohhh...," Rangga mendesah lega.
Pada saat itu muncul Ki Arung dari dalam kamar tidurnya. Laki-laki tua itu bergegas menghampiri Rangga dan Pandan Wangi yang masih berdiri tidak jauh dari pintu kamar Suryani. Sebentar Ki Arung menatap kedua pendekar muda itu, lalu melangkah melewatinya tanpa bicara sedikit pun juga. Rangga dan Pandan Wangi saling berpandangan sejenak, kemudian bergegas mengikuti laki-laki tua itu.
Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang berukuran cukup besar. Kemudian, mereka sama-sama duduk melingkari sebuah meja bundar berukuran cukup besar. Alas meja itu terbuat dari batu pualam putih yang berkilat. Sebuah lampu pelita yang tergantung tepat di bagian tengah atas meja, cukup menerangi seluruh sudut ruangan ini.
"Aku tidak tahu, harus mengatakan apa untuk berterima kasih padamu, Anak Muda. Kalau saja kau tidak menyelamatkannya, tentu besok pagi anakku sudah jadi mayat, seperti gadis-gadis lainnya," ujar Ki Arung seraya menatap Rangga. Sinar matanya penuh dengan sejuta arti yang begitu dalam.
"Gadis lain...?! Apa maksudmu dengan gadis lain, Ki...?" selak Pandan Wangi, bertanya.
"Sudah dua orang gadis tewas setelah diperkosa. Untung saja Suryani bisa kau selamatkan, Anak Muda. Sehingga, dia tidak sampai menjadi korban ketiga," sahut Ki Arung mencoba menjelaskan.
"Dia sempat menyebutkan namanya, Ki," kata Rangga memberi tahu.
"Kau melihat wajahnya, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Keadaan begitu gelap. Sulit untuk mengenalinya," sahut Rangga.
"Apakah dia menyebut julukannya sebagai si Kumbang Bukit Lontar?" tanya Ki Arung menyelak.
"Benar, Ki," sahut Rangga.
"Ohhh.... Dialah yang juga membunuh Warni dan ayahnya. Warni juga diperkosa sebelum tewas tertikam golok di dadanya," desah Ki Arung lirih. Begitu pelan sekali suaranya, sehingga hampir tak terdengar.
Rangga dan Pandan Wangi jadi saling berpandangan. Sungguh tidak disangka kalau di Desa Haruling ini sedang menghadapi seorang yang mencari gadis untuk diperkosa! Dan sudah dua orang gadis yang menjadi korban. Baru saja tadi, hampir Suryani menjadi korban ketiga. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti cepat datang menolong.
"Aku banyak kenal orang dari Desa Haruling. Rasanya, tidak mungkin kalau salah satu dari mereka bisa melakukan perbuatan sekeji ini," gumam Rangga perlahan, seakan bicara pada diri sendiri.
"Memang hanya ada satu desa yang terdekat dengan Bukit Lontar. Dan setahuku juga, tidak ada ­orang pun yang bisa hidup di bukit gersang itu," sambung Pandan Wangi yang juga tahu betul keadaan Bukit Lontar.
"Ada kalanya bagi kebanyakan orang, tidak mungkin bisa hidup. Tapi ada juga yang mampu bertahan hidup, meskipun di tempat yang sangat gersang. Aku yakin, dia memang berasal dari Bukit Lontar," kata Rangga, membantah pandangan yang dikemukakan Pandan Wangi. "Hanya saja, untuk apa semua ini dilakukannya...? Dan siapa dia sebenarnya?"
Tentu saja tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti Mereka semua sekarang ini memang belum tahu, siapa sebenarnya si Kumbang Bukit Lontar itu. Terlebih lagi Rangga dan Pandan Wangi, yang baru tahu keadaan di Desa Haruling malam ini. Dan itu juga setelah Rangga menyelamatkan Suryani dari kerakusan si Kumbang Bukit Lontar, yang bisa menghancurkan seluruh hidup gadis itu.
Rangga jadi teringat seseorang yang perbuatannya persis dengan si Kumbang Bukit Lontar. Dia berjuluk Durjana Pemetik Bunga. Tapi bedanya, si Kumbang Bukit Lontar menggunakan suatu ilmu yang membuat gadis korbannya tidak sadar akan dirinya, dan menuruti semua keinginannya. Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, ilmu apa yang digunakan si Kumbang Bukit Lontar. Sehingga gadis-gadis yang dijadikan korbannya sama sekali tidak berdaya! Bahkan tidak menyadari akan dirinya sendiri lagi, sehingga begitu pasrah menyerahkan tubuh dan kehormatannya.
"Pandan, aku ingin bicara padamu sebentar," kata Rangga sambil bangkit berdiri.
Pandan Wangi menatap Ki Arung sejenak, kemudian melangkah mengikuti Rangga yang sudah berjalan lebih dahulu menjauhi Ki Arung yang masih tetap duduk di kursinya. Kedua pendekar itu berhenti setelah berada di dekat pintu, sehingga apa yang dibicarakan tidak mungkin lagi bisa didengar laki-laki tua pemilik kedai dan rumah penginapan di Desa Haruling itu.
"Ada apa...?" tanya Pandan Wangi setengah berbisik.
"Aku akan ke Desa Lontar. Kau tetap di sini sampai aku kembali," kata Rangga juga berbisik pelan suaranya
"Berapa lama?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Besok aku sudah kembali," sahut Rangga Pandan Wangi hanya mengangguk saja. Dia tahu, Rangga pasti akan menggunakan Rajawali Putih. Seekor burung rajawali raksasa yang menjadi tunggangan pemuda berbaju rompi putih itu. Memang dengan menunggang Rajawali Putih, jarak yang begitu jauh bisa ditempuh dalam waktu singkat. Bahkan dari Desa Haruling ke Desa Lontar, seharusnya ditempuh tiga hari perjalanan berkuda. Tapi jika menunggang Rajawali Putih, bisa ditempuh hanya setengah hari saja pulang pergi.
"Apa yang akan kau lakukan di sana?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Aku hanya mencari keterangan. Barangkali saja ada salah seorang dari penduduk desa itu yang mengenali Si Kumbang Bukit Lontar," sahut Rangga
"Lalu?"
"Bisa lebih mudah mendapatkannya, kalau sudah tahu siapa dia sebenarnya," jelas Rangga.
"Baiklah. Aku akan menunggumu di sini," ujar Pandan Wangi.
"Tapi kau harus hati-hati, Pandan. Aku tidak ingin kau menjadi korbannya," seloroh Rangga.
"Aku bukan anak kecil lagi, Kakang!" rungut Pandan Wangi.
"Justru kau bukan anak kecil lagi, makanya aku khawatir."
"Huuu...!" Pandan Wangi hanya mencibir saja.

70. Pendekar Rajawali Sakti : Kumbang Bukit LontarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang