BAGIAN 1

985 22 0
                                    

Malam sudah begitu larut, sampai-sampai tak ada orang pun yang terlihat lagi di Desa Haruling. Keadaan di desa itu sangat sunyi. Hanya suara binatang malam saja yang terdengar, mengusik kesunyian malam ini. Tapi kesunyian itu tidak berlangsung lama. Sebentar kemudian, terdengar alunan suara sumbang yang menembangkan sebuah lagu yang tak menentu syairnya.
Suara itu datang dari seorang pemuda yang tengah duduk mencangkung di sebuah bangku bambu di bawah pohon beringin. Sebentar mulutnya berhenti mendendangkan lagu-lagu yang bersyair tak menentu. Pandangannya terlihat nanar, merayapi sekitarnya yang begitu sunyi senyap. Begitu sunyinya, sampai-sampai detak jantungnya sendiri terdengar jelas di telinga. Kembali mulutnya mendendangkan lagu-lagu yang tak jelas maknanya, sambil beranjak bangkit dari bangku bambu di bawah pohon beringin di pinggir jalan itu.
Perlahan-lahan pemuda itu mengayunkan kakinya menuju sebuah rumah yang letaknya agak menyendiri dan rumah-rumah lain di Desa Haruling ini. Sinar matanya masih terlihat begitu nanar, tak berkedip sedikit pun memandangi rumah yang hanya diterangi sebuah pelita pada berandanya. Ayunan kakinya terhenti setelah sampai di depan pintu rumah berukuran kecil, dan berdinding bilik bambu itu.
"Aku si Kumbang Bukit Lontar.... Bukalah pintu. Sambutlah kedatanganku, Putri Yang Cantik...," terdengar lagi nada-nada sumbang dari pemuda itu.
Perlahan-lahan kaki pemuda yang mengaku sebagai Kumbang Bukit Lontar itu melangkah kembali, mendekati pintu rumah yang masih tertutup rapat. Tangan kanannya terulur ke depan. Tanpa menyentuh sedikit pun, daun pintu dari kayu yang tampaknya sudah lapuk itu terbuka perlahan-lahan, memperdengarkan suara berderit menyayat. Kembali kakinya terayun melangkah masuk ke dalam rumah itu. Tak ada seorang pun terlihat di dalam rumah yang hanya diterangi sebuah Pelita kecil saja. Pemuda itu terus mengayunkan kakinya perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara sedikit pun juga.
Kembali Kumbang Bukit Lontar berhenti di depan sebuah pintu kamar yang tertutup rapat. Kepalanya bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu, tangannya kembali terulur sedikit ke depan. Seperti ketika membuka pintu depan tadi, dari ujung jari-jari tangannya keluar sebaris sinar tipis yang hampir tak terlihat. Lalu, pintu itu bergerak terbuka. Perlahan-lahan dengan sendirinya, mengikuti gerakan jari-jari tangan yang meregang kaku itu.
"Kau pasti sudah tidak sabar menungguku, Putri Manis...," gumam Pemuda itu perlahan.
Kumbang Bukit Lontar mengayunkan kakinya kembali perlahan-lahan memasuki kamar yang hanya diterangi sebuah pelita kecil menempel di dinding bilik bambu. Sepasang bola matanya jadi berbinar saat menangkap sesosok tubuh ramping tergolek di atas balai-balai bambu. Tubuh ramping itu hanya ditutupi selembar kain saja. Sedikit saja kain itu tersingkap, tapi udah cukup membuka sepasang bentuk paha yang putih dan indah. Sehingga, membuat bola mata pemuda itu semakin lebar memandanginya.
"Ah..., kau cantik sekali... ," desah pemuda itu, agak tertahan suaranya.
Perlahan Kumbang Bukit Lontar mendekati, dan berdiri tegak memandangi sosok tubuh ramping tertutup selembar kain yang terbaring lelap. Bibir pemuda itu menyunggingkan senyuman tipis, dengan mata merayapi seraut wajah cukup cantik yang tampak ­lelap dalam buaian mimpi. Perlahan tangannya terulur, dan mengusap wajah wanita itu. Kemudian, kelopak mata wanita itu terbuka. Namun, pandangannya begitu kosong. Sedikit pun tak ada semangat kehidupan pada sinar matanya.
"Aku tahu, sebentar lagi kau akan melangsungkan pernikahan. Dan aku ingin membantumu mempercepat malam pengantinmu. Kau pasti akan menyukainya, Manis," ujar Pemuda itu lagi. "Dan kau pasti tidak akan melupakan malam yang indah ini bersama Kumbang Bukit Lontar."
Wanita itu masih tetap diam tak bergeming sedikitpun. Perlahan-lahan pemuda yang selalu menyebut dirinya si Kumbang Bukit Lontar itu kembali mengusapkan tangan kanannya ke wajah yang tampak cantik di bawah siraman cahaya pelita yang begitu redup. Tampak dari sela-sela jari tangan si Kumbang Bukit Lontar mengepulkan asap yang menyebarkan bau harum menggelitik hidung.
"Ohhh.... "
Wanita itu merintih lirih sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sebentar kelopak matanya dikerjapkan, lalu bibirnya menyunggingkan senyuman yang begitu manis, walaupun sinar matanya masih tetap terlihat kosong. Senyuman manis itu disambut si Kumbang Bukit Lontar dengan menyibakkan kain yang menutupi tubuh wanita ini.
Senyum di bibir pemuda itu semakin lebar terkembang, saat mendapati sebentuk tubuh yang terbungkus kulit putih tergolek di depannya. Dengan tangan yang agak bergetar, merayapinya setiap lekuk tubuh wanita ini. Rintihan lirih terdengar bersama geliatan tubuh wanita itu.
"Bersabarlah, Manis. Kau tidak akan bisa melupakan malam yang indah ini bersamaku," desis si Kumbang Bukit Lontar, lembut sekali nada suaranya.
"Ahhh...," wanita itu hanya mendesah lirih.
Kepalanya mendongak, saat si Kumbang Bukit Lontar mulai melancarkan aksinya.

70. Pendekar Rajawali Sakti : Kumbang Bukit LontarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang