BAGIAN 3

529 23 0
                                    

"Kenapa kau diam saja, Kakang?" tegur Suryani lembut, seraya mengambil tangan Goradi dan menggenggamnya erat-erat.
"Hhh...!" Goradi hanya mendesah panjang.
Perlahan sekali pemuda itu melepaskan genggaman tangan Suryani. Sebentar ditatapnya dua orang pengunjung kedai Ki Arung ini. Hanya sepasang pengunjung itu saja yang ada di kedai ini, selain Goradi. Dan tampaknya, mereka sepasang pendekar muda. Ini bisa dilihat dari pedang yang tersandang di punggung masing-masing.
"Sudah lama mereka di sini?" tanya Goradi tanpa mengalihkan pandangan dari sepasang anak muda itu.
"Sejak tadi pagi," sahut Suryani sambil melirik ke arah pengunjung kedai ayahnya ini.
"Mereka datang dari mana?" tanya Goradi menyelidik.
"Aku tidak tahu. Kedai ini bebas untuk siapa saja yang datang," sahut Suryani. "Kenapa kau tanyakan itu, Kakang...?"
"Kau tahu Suryani. Sejak terjadi pemerkosaan dan pembunuhan di sini, aku harus selalu mencurigai siapa saja yang datang ke desa ini. Terutama, mereka yang membawa senjata," terdengar pelan dan agak ditekan nada suara Goradi. Dan matanya kembali melirik pada dua orang yang duduk tidak jauh dan tempatnya.
"Tapi kelihatannya mereka orang baik-baik, Kakang," sanggah Suryani.
"Aku akan mengawasinya terus," desis Goradi.
"Kakang... ," jelas sekali kalau nada suara Suryani terdengar begitu khawatir.
"Jangan cemas, Suryani," bisik Goradi menenangkan.
"Aku khawatir akan terjadi sesuatu padamu, " Suryani tidak bisa lagi menyembunyikan kecemasannya.
"Tidak akan terjadi apa-apa pada diriku, Suryani. "Aku hanya merasa bertanggung jawab atas keselamatan seluruh warga desa ini. Kau harus bisa mengerti kedudukanku di sini, Suryani. Aku tidak bisa berpangku tangan saja terhadap peristiwa-peristiwa keji yang terjadi di depan mataku, " tegas Goradi.
"Aku mengerti, Kakang. Hati-hatilah..., jaga dirimu," ujar Suryani.
Goradi hanya tersenyum saja. Kemudian diambilnya tangan gadis itu, dan digenggamnya erat-erat, penuh kehangatan cinta. Tidak ada lagi yang bicara. Mereka hanya saling pandang, saling bergenggaman tangan erat, dan saling meremas. Hangat sekali. Serasa cinta mereka semakin berkobar saat ini, bagai api yang sudah begitu lama terpendam dalam sekam. Sepertinya tidak ada lagi yang dapat memisahkan mereka.
"Kedai ini sepi. Kau pasti punya waktu untukku, Suryani," ujarr Goradi.
"Maksudmu...?" Suryani tidak mengerti.
"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan," bisik Goradi. "Kau mau.... ?"
"Aku izin pada ayah dulu, ya?"
Goradi mengangguk. Sedangkan Suryani bergegas bangkit dan melangkah cepat-cepat ke belakang kedai ini. Sementara, Goradi menunggu sambil terus mengamati sepasang pengunjung kedai Ki Arung ini. Hanya dua meja saja yang membatasi mereka. Dan kini Suryani muncul lagi. Wajahnya tampak begitu cerah.
"Bagaimana?" tanya Goradi langsung, seraya bangkit berdiri.
"Tapi jangan sampai malam," sahut Suryani.
"Sebelum matahari tenggelam, aku akan mengantarmu pulang," janji Goradi.
Sambil bergandengan tangan, mereka kemudian melangkah meninggalkan kedai itu. Tanpa disadari kepergian mereka terus diawasi sepasang bola mata tua dari balik pintu yang membatasi ruangan depan kedai ini dengan ruangan belakang. Dia adalah seorang laki-laki tua bertubuh agak bungkuk. Laki-laki tua itu baru muncul dari balik pintu, setelah Goradi dan Suryani tidak terlihat lagi dari kedai ini. Bergegas dihampirinya dua orang pengunjung kedainya, saat melihat pemuda berbaju rompi putih itu melambaikan tangan memanggil.
"Ki, apa ada rumah penginapan di desa ini?" tanya pemuda berwajah tampan itu sopan.
"Selain kedai, di sini juga menyediakan kamar untuk bermalam, Den. Tidak ada lagi tempat bermalam di desa ini, selain di rumah ku, " sahut laki-laki tua yang dikenal bernama Ki Arung itu.
"Kalau begitu, siapkan dua kamar, Ki," pinta pemuda itu lagi.
"Dua kamar...?" kening Ki Arung jadi berkerut.
"Benar, Ki. Satu untukku, dan satu lagi untuk adikku ini, sahut pemuda itu.
"Oooh... "
Ki Arung mengangguk-anggukkan kepala. Sedangkan pemuda tampan berbaju putih itu hanya tersenyum saja, sambil melirik pada gadis cantik berbaju biru muda yang duduk di depannya. Gadis itu juga tersenyum, dengan wajah tertunduk agak memerah.
"Sebentar, Den. Aku siapkan dulu kamar untuk kalian," kata Ki Arung.
Bergegas laki-laki tua itu meninggalkan tamunya ini. Dia kembali masuk ke bagian belakang dari kedai yang cukup besar ini. Sedangkan sepasang anak muda itu hanya saling melempar pandangan dan tersenyum saja melihat Ki Arung terkejut oleh penjelasan tadi.

70. Pendekar Rajawali Sakti : Kumbang Bukit LontarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang