BAGIAN 5

512 24 0
                                    

Malam masih terus merambat bertambah larut. Kesunyian begitu terasa menyelimuti seluruh Desa Haruling. Di antara kegelapan bayang-bayang rumah dan pepohonan, terlihat Rangga bergerak ringan dan cepat sekali mempelajari keadaan desa ini. Dan gerakannya baru berhenti setelah berada kembali di depan kedai yang sekaligus rumah penginapan milik Ki Arung.
"Sepi sekali. Tak seorang pun peronda kutemui...," gumam Rangga, berbicara sendiri dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan berkeliling. Tapi, mendadak saja keningnya jadi berkerut begitu melihat seseorang berdiri di ujung jalan ini. Memang sukar mengenalinya, karena malam begitu gelap. Orang itu tetap berdiri tegak di tengah-tengah ujung jalan desa ini, seakan-akan menanti Pendekar Rajawali Sakti untuk menghampiri.
"Hm..., siapa dia?" gumam Rangga bertanya sendiri dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti jadi penasaran ingin tahu. Perlahan-lahan kakinya terayun dengan pandangan mata tak berkedip. Sorot matanya tajam pada sosok tubuh yang berdiri tegak di tengah-tengah ujung jalan ini Kaki Rangga terus terayun ringan sekali. Memang, kelihatannya melangkah perlahan dan biasa saja. Tapi sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan ilmu meringankan tubuh. Sehingga, sebentar saja sudah berada sekitar setengah batang tombak dari orang yang berdiri tegak di tengah jalan itu.
Beberapa saat Rangga mengamati orang yang mengenakan baju jubah panjang berwarna hitam pekat itu. Hembusan angin yang agak kencang, membuat jubah yang dikenakannya berkibar-kibar. Di tangan kanannya tampak tergenggam sebatang tongkat yang tidak beraturan bentuknya. Tongkat itu juga berwarna hitam pekat, dan bagian ujung kepalanya berbentuk bulat berwarna kuning keemasan. Cukup sulit bisa mengenali wajahnya, karena kepalanya tertutup kain yang menyatu dengan jubahnya. Bentuknya kerucut dan hampir menutupi seluruh wajahnya. Hanya bagian bibir dan dagunya saja yang terlihat.
"Kau yang bernama Rangga?" tanya orang itu mendahului. Suaranya terdengar besar dan berat sekali, seperti disengaja untuk mengurangi tekanan pada nadanya.
Sementara Rangga masih terdiam belum menjawab pertanyaan itu. Kelopak matanya agak menyipit, memperhatikan wajah yang tertutup kain kerudung hitam yang menutupi seluruh kepala dan sebagian wajahnya. Saat ini malam memang begitu gelap. Sedikit pun tak ada cahaya bulan yang menerangi, karena langit tertutup awan tebal yang menggumpal hitam.
"Benar," sahut Rangga datar. "Dan kau siapa...?"
"Orang-orang menyebutku Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar," sahut orang berjubah hitam itu memperkenalkan julukannya.
"Hm...," Rangga menggumam dengan kening agak berkerut.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengamati orang berjubah hitam yang mengaku sebagai Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar. Dan untuk beberapa saat, mereka terdiam tidak berkata-kata lagi.
"Kau sudah tahu lebih dulu namaku. Lalu, apa maksudmu datang jauh-jauh dari Bukit Lontar ke sini?" tanya Rangga menyelidik.
"Aku memang tidak bisa berbasa-basi, Rangga. Asal kau tahu saja. Aku tidak suka kehadiranmu sini. Dan kuharap, kau segera pergi dari Desa Haruling ini," tegas sekali nada suara si Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar itu.
"Aku memang hanya singgah saja di sini. Tak diminta pun, aku pasti pergi," sahut Rangga dingin nada suaranya.
"Bagus! Kuharap, besok pagi sudah tidak lagi melihatmu berada di sini," sambut Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar dingin.
"Tapi, kenapa kau menginginkan aku cepat-cepat pergi dari sini?" tanya Rangga kembali menyelidik.
"Karena kau sudah mengganggu muridku, Rangga," sahut si Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar tegas
"Mengganggu muridmu...?! Aku tidak pernah merasa mengganggu siapa pun di sini," ujar Rangga jadi terkejut.
"Tapi kenyataannya kau sudah menggagalkan tugas muridku, Pendekar Rajawali Sakti! Dan aku tidak ingin kau menjadi penghalang bagi muridku!" tegas Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar.
"Hm...," lagi-lagi Rangga menggumam perlahan.
"Aku sudah tahu tentang dirimu, Rangga. Dan jangan campuri urusanku dengan muridku di sini. Di antara kita tidak pernah terjadi permusuhan. Dan aku tidak ingin menggali jurang permusuhan. Untuk itu, kuminta kau segera tinggalkan desa ini sebelum terjadi suatu yang pasti tidak diharapkan!"
"Kau mengancamku, Kisanak..?" desis Rangga kurang senang.
"Itu hanya peringatan saja, Rangga. Dan aku bisa lebih keras lagi memberimu peringatan, kalau tetap berkeras kepala tidak mau memenuhi permintaanku!" sahut si Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar tegas.
Setelah berkata demikian, tiba-tiba saja laki-laki berjubah hitam yang mengaku berjuluk Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar itu melesat cepat bagai kilat.
Begitu cepatnya, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah lenyap dari pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti. Sementara Rangga masih tetap berdiri tegak. Tidak ada gunanya lagi mengejar, karena Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar itu sudah menghilang entah ke mana.
"Hm.... Siapa pun dia, pasti ada hubungannya dengan si Kumbang Bukit Lontar," gumam Rangga perlahan, berbicara pada diri sendiri. "Hhh! Aku jadi ingin tahu, apakah ancamannya itu hanya gertakan saja,"

70. Pendekar Rajawali Sakti : Kumbang Bukit LontarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang