Sementara itu, tidak jauh dari pinggiran Desa Jalakan, tampak tiga orang pemuda tengah berjalan perlahan-lahan sambil berbicara hal yang kelihatannya begitu penting. Suara mereka terdengar perlahan seperti tidak ingin didengar orang lain, selain mereka bertiga. Mereka berjalan menyusuri perbatasan desa ini. Di pinggang masing-masing tampak terselip sebilah golok.
"Aku heran. Kita sudah hampir menangkap perempuan setan itu, Ki Langgu malah membiarkannya pergi," keluh salah seorang pemuda yang mengenakan baju warna biru tua.
"Benar. Padahal, rencana kita sudah matang siang tadi itu," sambung pemuda berbaju hitam pekat. "Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Ki Langgu."
"Kalian jangan berpikir buruk seperti itu. Aku tahu betul, siapa Ki Langgu. Dia pasti punya alasan tersendiri, kenapa bertindak seperti itu," selak pemuda lain, yang sejak tadi diam saja mendengarkan ketiga temannya berbicara. Bajunya ketat, berwarna merah.
"Bagaimana tidak...? Kita sudah berhasil mengepung, dan sudah tiga orang teman kita yang tewas. Tapi, Ki Langgu tetap saja membiarkan perempuan setan itu pergi!" agak tinggi suara pemuda yang mengenakan baju hitam pekat itu lagi.
"Benar...! Sudah sepantasnya kalau Ki Langgu kita curigai. Jangan-jangan, dia juga bersekongkol dengan perempuan setan itu," sambung pemuda berbaju biru tua.
"Hm.... Sebaiknya kumpulkan teman-teman yang lain, lalu kita desak Ki Langgu," cetus pemuda berbaju merah lagi.
Ketiga pemuda itu sudah sepakat. Mereka segera melangkah memasuki desa. Tapi belum juga mereka berjalan jauh, tiba-tiba saja....
Slap!
"Heh...?!"
"Hah...?!"
Ketiga pemuda itu, mendadak saja jadi tersentak setengah mati. Karena tiba-tiba saja, sebuah bayangan putih berkelebat begitu cepat. Kini, tahu-tahu di depan mereka sudah berdiri seorang gadis berparas cantik, berbaju agak ketat dan berwarna putih bersih. Tubuhnya yang kecil terlihat begitu ramping. Tampaknya, dia juga seperti gadis-gadis lain yang lemah.
Tapi kemunculannya yang begitu tiba-tiba, membuat ketiga pemuda itu jadi terpana setengah mati. Terlebih lagi, mereka mengenali kalau gadis cantik berbaju putih ini yang tengah dibicarakan tadi. Dan semua orang di Desa Jalakan ini selalu menyebutnya Perempuan Setan.
Entah kenapa sebutannya begitu. Mungkin karena memang tidak ada yang kenal, siapa dia sebenarnya. Dan lagi setiap kali muncul, selalu saja tiba-tiba seperti setan. Bahkan kepergiannya pun selalu mendadak, tanpa dapat diketahui arahnya lagi.
"Serang...! Bunuh perempuan setan itu!" seru pemuda berbaju biru lantang menggelegar.
"Hiyaaat...!"
Cepat sekali pemuda itu melompat menerjang gadis berbaju putih, sambil mencabut goloknya yang terselip di pinggang. Langsung golok itu dikebutkan ke arah kepala. Namun dengan gerakan manis sekali, gadis itu menarik kepalanya ke belakang sedikit sehingga tebasan golok pemuda berbaju biru itu hanya lewat saja di depan mukanya.
"Yeaaah...!"
Sret!
Bet!
Pada saat yang hampir bersamaan, pemuda yang berbaju merah sudah menyerang dengan goloknya yang mengarah ke kaki gadis berbaju putih itu.
"Hup!"
Manis sekali gadis itu melenting ke udara, sambil berputaran sekali. Dan begitu kepalanya berada di bawah, tiba-tiba dan cepat sekali tangan kanannya dikebutkan ke arah pemuda berbaju merah. Begitu cepat sekali kebutan tangannya, sehingga tidak sempat lagi dihindari lawan. Dan....
Desss!
"Akh...!"
Pemuda berbaju merah itu langsung terpental kebelakang, begitu dadanya terkena pukulan agak keras tadi. Sementara, gadis berbaju putih itu sudah menjejakkan kakinya di tanah. Langsung kakinya dihentakkan ke belakang, tepat di saat seorang pemuda lagi sudah menghambur hendak membokong dari belakang dengan golok terhunus di tangan. Tapi sebelum serangannya sampai, kaki gadis sudah mendarat telak didadanya.
Diegkh!
"Akh...!"
"Yeaaah...!"
Cepat sekali gadis berbaju putih itu memutar tubuhnya sambil melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, ke arah penyerangnya. Gerakan tangan dan tubuhnya begitu cepat, sehingga sulit untuk pandangan mata biasa. Dan pemuda itu benar-benar tidak dapat lagi menghindarinya. Maka....
Plak!
"Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi terdengar begitu menyayat. Tampak pemuda itu terhuyung-huyung sambil memegangi kepalanya. Darah terlihat merembes keluar dari sela-sela jari tangannya. Tak berapa lama kemudian, tubuhnya ambruk menggelepar di tanah sambil mengerang. Dia berusaha menahan sakit yang amat sangat pada kepalanya yang pecah, akibat terkena pukulan keras bertenaga dalam tinggi tadi.
Agak lama juga dia menggelepar di tanah, kemudian diam tak berkutik lagi. Darah terus mengucur deras dari kepalanya yang pecah terkena pukulan bertenaga dalam tinggi tadi. Sementara, dua orang pemuda lainnya jadi terpana melihat seorang temannya tewas dengan kepala pecah berlumur darah. Dan keterpanaan mereka langsung berubah menjadi kemarahan yang begitu meluap tak terkendalikan lagi.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaa...!"
Secara bersamaan, kedua pemuda itu melompat menyerang. Golok mereka berkelebat cepat, mengarah ke tubuh gadis cantik berbaju putih ini. Namun, gadis itu memang bukanlah tandingan mereka. Gerakan-gerakan tubuhnya begitu indah dan gesit, sehingga dengan mudah berhasil menghindari setiap serangan dua golok yang datang begitu cepatnya. Dan pada satu saat...
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelepar, gadis cantik berbaju putih itu memutar tubuhnya sambil melepaskan beberapa kali pukulan yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepatnya serangan balasan itu, sehingga kedua pemuda itu tidak dapat lagi menghindarinya. Maka....
Des! Begkh!
"Aaa...!"
"Aaakh...!"
Dua jeritan panjang melengking tinggi, terdengar begitu menyayat saling sambut. Tampak kedua pemuda itu terhuyung-huyung sambil memegangi kepalanya yang tadi terkena pukulan gadis cantik berbaju putih ini. Kemudian mereka ambruk menggelepar di tanah, dengan darah mengucur deras dari kepalanya yang pecah terkena pukulan bertenaga dalam tinggi tadi.
Sementara, gadis cantik itu berdiri tegak. Matanya memandangi dengan sinar yang menyorot tajam sekali. Beberapa orang murid Ki Langgu yang dikenal berjuluk Golok Setan seperti biasanya pergi berkeliling. Mereka memang mendengar jeritan tadi. Dan begitu mereka mendatangi sumber jeritan, langsung terkejut.
Kini mereka mendapati tiga orang tergeletak tewas dengan kepala hancur berlumuran darah. Dua orang di antaranya langsung berlari cepat, untuk memberi tahu hal ini pada Ki Langgu. Sedangkan yang lainnya segera mengurus ketiga mayat ini.
Ki Langgu berdiri tegak, memandang kosong keadaan di luar dari jendela yang terbuka lebar. Di dalam ruangan yang berukuran cukup besar itu, hanya ada Ki Langgu dan empat orang tamunya dari rimba persilatan. Entah, sudah berapa lama mereka terdiam, membisu. Sehingga, membuat keadaan di dalam ruangan itu jadi terasa amat sunyi. Hanya desir angin saja yang terdengar, menggesek dedaunan di depan jendela.
"Apakah selalu begitu kejadiannya, Langgu?" Dewa Pedang Emas memecahkan kesunyian yang terjadi didalam ruangan itu.
"Ya...," desah Ki Langgu panjang.
Perlahan laki-laki setengah baya itu memutar tubuhnya, dan membelakangi jendela yang masih dibiarkan terbuka lebar. Pandangannya beredar merayapi wajah empat orang yang duduk di kursi. Sementara yang dipandangi juga terus membalas pandangan itu. Kejadian semalam yang merenggut tiga orang murid Golok Setan itu, memang bukan baru sekali ini saja terjadi. Sejak Ki Langgu dan murid-muridnya menguasai desa ini, setiap hari selalu saja ada di antara mereka yang tewas secara mengerikan.
"Sudah berapa banyak muridmu yang tewas?" tanya Dewi Bulan Hitam.
"Aku tidak tahu lagi. Hampir setiap malam ada saja muridku yang tewas," sahut Ki Langgu.
Memang sulit bagi Ki Langgu untuk memastikan, karena sudah begitu banyak muridnya yang tewas di tangan gadis berbaju putih itu.
"Dari keteranganmu sebelumnya, orang yang kau hadapi hanya gadis muda anak bekas kepala desa ini. Dan kemarin, seharusnya sudah tertangkap. Tapi, kenapa kau malah menyuruhnya pergi begitu saja...," selak Dewa Pedang Emas.
Ki Langgu menatap pemuda berbaju berwarna serba keemasan itu. Sebilah pedang yang juga berwarna emas, tersandang di balik punggungnya. Semua mata memandang laki-laki tua berjubah biru itu. Memang, tidak bisa dipungkiri lagi kalau kemarin sebenarnya Ki Langgu dan semua muridnya sudah hampir menangkap gadis berbaju putih itu.
Tapi, si Golok Setan itu malah melepaskannya. Bahkan menyuruhnya pergi begitu saja. Tentu hal ini membuat semua orang jadi bertanya-tanya. Padahal tidak sedikit dari murid si Golok Setan ini yang tewas di tangan gadis berbaju putih itu.
"Aku rasa, kita hanya menghadapi seorang lawan saja, Langgu. Itu berarti, kau bisa menghadapinya sendiri. Dan aku yakin, tidak sedikit muridmu yang memiliki kepandaian tinggi. Terlebih lagi keponakanmu ini," kata Dewa Pedang Emas lagi, sambil melirik Walika yang berdiri di dekat pintu.
"Lalu, kenapa kau meminta bantuan kami?" tanya Dewi Bulan Hitam.
"Masalahnya lain," sahut Ki Langgu. Namun, nada suaranya seperti menyembunyikan sesuatu. Untung saja, hal itu tidak tertangkap teman-temannya.
"Kau ini aneh, Langgu...," gumam Setan Tongkat Putih, yang sejak tadi terus memperhatikan si Golok Setan.
Ki Langgu menatap agak tajam pada Setan Tongkat Putih, kemudian kembali memutar tubuhnya. Kini matanya memandang keluar dari jendela yang sejak tadi dibiarkan terbuka. Sementara, matahari sudah merayap naik semakin tinggi. Sinarnya yang begitu terang, terasa sangat terik dan menyengat.
Beberapa orang murid si Golok Setan itu terlihat berkeliaran disekitar rumah berukuran besar, dan berhalaman luas ini. Beberapa orang terlihat bergerombol di bawah keteduhan pohon.
"Kalian kuundang kesini untuk membantuku. Dan aku juga tidak akan meminta bantuan kalian begitu saja. Imbalannya kalian boleh mengambil sebagian wilayahku, jika wilayah itu aman dari gangguan siapa pun. Tapi kuminta kalian hanya memberinya sedikit pelajaran dan mengusirnya saja. aku tidak ingin dia sampai terbunuh," kata Ki Langgu, begitu mantap sekali suaranya.
"Tapi dia sudah membunuh begitu banyak muridmu, Langgu...?" selak Dewi Bulan Hitam.
Jelas sekali kalau dari nada wanita setengah baya yang masih kelihatan cantik itu terbersit keheranan atas kata-kata yang diucapkan Ki Langgu barusan. Sungguh suatu permintaan aneh. Dan keanehan ini juga bukan hanya dirasakan Dewi Bulan Hitam, tapi juga Dewa Pedang Emas, Setan Tongkat Putih, dan si Kipas Naga. Mereka tahu betul, siapa Ki Langgu yang dijuluki si Golok Setan itu. Tapi sekarang ini, mereka merasakan seperti bukan berhadapan dengan si Golok Setan lagi.
"Aku tidak peduli, meskipun seluruh muridku tewas. Tapi aku tidak ingin salah satu di antara kalian ada yang membunuhnya. Membuat cedera ringan, dan mengancam agar tidak kembali lagi ke sini padanya, kurasa sudah cukup. Katakan, kalau kalian semua yang sekarang menguasai seluruh daerah ini," kata Ki Langgu lagi. Terdengar tegas sekali nada suaranya.
Dewi Bulan Hitam, Setan Tongkat Putih, Dewa Pedang Emas, dan si Kipas Naga jadi saling berpandangan satu sama lain. Mereka benar-benar tidak mengerti oleh sikap laki-laki tua berjubah biru yang berjuluk si Golok Setan itu. Tapi, tak ada seorang pun yang bertanya, meskipun di dalam benak masing-masing begitu banyak pertanyaan yang mengalir atas sikap si Golok Setan itu.
"Semua muridku yang ada di sini sudah kuperintahkan untuk mematuhi perintah kalian semua. Juga keponakanku..., Walika akan mematuhi perintah kalian. Dan selama ini, aku tidak ingin ada seorang pun yang menggangguku. Kalian boleh lakukan apa saja, asal jangan sampai membunuh gadis itu," tegas Ki Langgu lagi.
Setelah berkata demikian, Ki Langgu segera bangkit berdiri, dan terus saja melangkah meninggalkan ruangan itu tanpa berkata apa-apa lagi. Sedangkan empat orang sahabatnya hanya bisa diam, memandangi sampai si Golok Setan lenyap ditelan pintu yang langsung menghubungkan ruangan ini dengan ruangan lain di rumah ini.
"Aneh...," desah Dewa Pedang Emas, seraya menggelengkan kepala beberapa kali.
"Ya! Aku merasa ada sesuatu antara Langgu dengan gadis itu," sambung Setan Tongkat Putih.
"Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya," ujar Dewa Pedang Emas. Suaranya masih pelan dan setengah menggumam, seakan bicara untuk diri sendiri.
"Tapi bagaimanapun juga, kalian harus memenuhi keinginannya," selak si Kipas Naga, yang sejak tadi hanya diam saja.
"Benar...," sambut Dewi Bulan Hitam. "Dan sebaiknya kita mulai saja dari sekarang,"***
KAMU SEDANG MEMBACA
71. Pendekar Rajawali Sakti : Ladang Pembantaian
ActionSerial ke 71. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.