Sebelas

2.5K 89 8
                                    

Aku heran sama Boruto, kenapa dia kirim surat kalau dia juga mau pulang? Mungkin dia mau bikin aku makin rindu dulu baru kasih kejutan? Kuno! Ada cara lain gak sih?!

Aku duduk di depan Boruto yang ada di seberang meja kerja, sambil melipat tanggan dan bibir monyong lima centi.

"Mau ngambek terus? Ato mau dengerin aku ngomong?" Tanya Boruto.

"Telingaku lagi gak mau dengerin kamu ngomong! Aku mau sendiri!" Ketusku.

"Ya udah, aku ada janji sama Mitsuki", kata Boruto seraya melangkah keluar dari ruanganku.

"Ya, jangan sampe ketemu Kawaki. Aku yakin dia pengin macam-macam sama kamu", balasku sambil meletakkan kepala di tumpukan kertas yang menggunung.

"Aku bukan anak kecil lagi!" Ketus Boruto dan berlalu.

Aku sendiri, ato sama tumpukan-tumpukan kertas yang menggunung bahkan sampe melebihi tinggi Gunung Everest. Ternyata jadi Hokage ada senengnya ada juga sebelnya. Senengnya ketika pekerjaan gak numpuk ato bahkan gak ada pekerjaan sama sekali. Sebelnya kalau pekerjaan numpuk bak tumpukan sampah. Aku harap ada yang mau kasihani aku.

"Sarada!" Panggilan serta ketukan pintu terdengar dari luar.

"Masuk...!" Kataku tanpa semangat.

Aku liat ternyata itu Shikadai. Dia posisinya sama kayak ayahnya dulu, penasehatku. Tapi, kenapa ni orang keliatan ngosngosan.

"Kamu kenapa? Kayak abis di kejar setan di siang bolong", tanyaku.

"Boruto...".

"Boruto kenapa?" Seketika semangat bercampur rasa penasaran muncul lagi.

Shikadai menarik napas, "Seperti yang kamu tau, ketika ular bertemu mangsanya yang punya kekuatan sebanding kayak apa. Begitu yang terjadi sekarang sama dua orang yang selalu rebutan perhatian dari kamu", jawab Shikadai tenang.

"Jangan bilang kalau Boruto sama Kawaki ketemu!!" Ketusku sambil menggebrak meja.

"Iya, cuma kamu yang bisa pisahin mereka", balas Shikadai masih dengan sikap setenang air comberan pas musim kemarau.

Aku langsung pergi ninggalin Shikadai di ruanganku. Dan dia terpaksa harus beresin semua kertas yang ambyar karena aku gebrak meja tadi.

"Mana sih mereka? Di arena tarung gak ada!" Gumanku.

Setelah lama mencari, berputar-putar, keliling tujuh putaran dan akhirnya aku temui mereka yang udah sedikit babak belur. Aku telat! Karena gak mau lama-lama lagi aku ambil kesempatan pas mereka mau nyerang kedepan bersama-sama.

Aku lompat ke tempat yang tepat dan gak lupa hancuin tanahnya sekalian.

"Shanaro.....!!!" Seketika tanah retak bin amblas.

Boruto sama Kawaki kehilangan keseimbangan.

"Sarada?" Kawaki bingung.

"Kalian bisa gak sih? Gak kayak anak kecil kayak gini? Cuma gara-gara perasaan!" Aku mulai ceramah.

"Kalo kamu gak mau kayak gitu, mending sekarang kamu pilih antara aku sama Boruto!" Ketus Kawaki.

Aku diam, bingung, udah jelas, tapi gak bisa di ucapin. Kedua tanganku memegangi kepalaku. Kalau aku bilang aku lebih milih Boruto, pasti Kawaki gak terima. Dan kalo sebaliknya Boruto pasti merasa di permainkan sama aku. Gimana?!

"Aku lebih milih Boruto! Karena karakter dia yang menurut aku lebih baik dari kamu. Aku mencintai laki-laki bukan dari segi fisik dan kekuatan, tapi dari kesetiaan di dalam hatinya", jawabku akhirnya.

Aku liat Kawaki ngerti apa maksud omonganku. Dia pergi berlalu tanpa suara. Aku lega, dia udah tau. Semoga dia bisa ketemu cewek lain.

"Sarada...", Boruto memanggilku lembut.

Aku berbalik bersamaan Boruto berlutut sambil memegang kotak berbentuk hati yang terbuka. Aku bisa rasakan mukaku merah padam waktu itu.

"Boruto....?" Aku gugup.

"Sarada, are you marry me?" Tanya Boruto sambil memandang mataku penuh harap.

"Kenapa gak", jawabku.

Pelukan hangat yang menenangkan itu kembali aku rasakan setelah kejadian kemarin malam.

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Bentar dah...! Author mau minta komentar tentang gambaran author lagi. Gambar yang buat buku IPA jadi korban.

#itu miring! TOLONG!

Itu solatip bukti kalau ini gambar buat buku IPA-ku jadi korban. Ngomong-ngomong gambarnya jelek bat deh 😂

Udalah cepek aku tuh! 
Auah gelap! 
Udah dulu.




BoruSara❤ 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang