📍-Jeon Jeongkook in Mental Hospital, 23일 4월 2018년-

1.7K 282 22
                                    

Matahari mulai menyilaukan kota Seoul terik sekali.

Jeongkook menunduk dengan kupluk hoodie yang menutupi kepala. Matanya fokus menatap jam yang melingkar apik di tangan kiri. Sadar bahwa ini sudah lima menit sejak terakhir kali ia memeriksa pintu ruangannya, maka sekali lagi ia melihat ke arah sana.

Dan tak ada yang terjadi. Pintu itu belum juga terbuka dengan Jimin yang menampilkan senyum cerah seperti biasa. "Ke mana?" tanyanya entah pada siapa. Ia lalu kembali melihat ke arah jam tangannya. Jam itu diberikan oleh Jimin kemarin sebagai hadiah. Tak ada yang spesial, tapi Jimin memberikannya hadiah. Jeongkook tak paham, tapi ia tetap menerimanya dengan senang hati.

Suara pintu terbuka memasuki indera pendengaran. Jeongkook segera mendongak hanya untuk menemukan Perawat Chaeyoung tersenyum padanya. Jeongkook tak bereaksi apapun. Ia hanya melihat perempuan itu mendekat tanpa buka mulut. Gak ada yang perlu dikatakan, pikirnya.

"Apa kamu memakan obatmu dengan teratur?" pertanyaan klise yang selalu ditanyakan tiap kali mereka bertemu. Jeongkook mengangguk saja, memang ia meminum obatnya dengan baik.

Lalu, kebiasaan rutin Chaeyoung untuk memeriksa denyut nadi, tekanan darah, dan beberapa hal lainnya dilakukan. Jeongkook tak bicara sepatah katapun. Ia hanya mendengarkan apa yang dikatakan oleh Chaeyoung untuk semakin menstabilkan kesehatannya. Sebuah anggukan sudah cukup bagi Jeongkook untuk membalas perkataan wanita itu. Baru saja Chaeyoung membereskan peralatannya dan berniat pergi, barulah Jeongkook bersuara.

"Dokter Park?" panggil Jeongkook yang dibalas tanda tanya oleh ekspresi Chaeyoung. "Kak Jimin gak datang untuk menjengukku hari ini?"

Ekspresi Chaeyoung sedikit bingung harus menjelaskan bagaimana. "Eum–aku sendiri gak tau. Dia gak kelihatan sama sekali," katanya setengah berbohong.

"Begitu, ya?" Jeongkook terlihat semakin lesu. Chaeyoung yang melihat jadi merasa semakin tidak enak. Biar bagaimanapun, yang menangani Jeongkook adalah Jimin. Ia hanya perawat yang tak seprofesional pria itu dan ia tak benar-benar paham bagaimana menghadapi Jeongkook.

Akhirnya, ia mengambil suatu inisiatif. "Biar aku hubungi Kak Jimin, oke?" tawarnya yang berhasil membuat Jeongkook mendongak. Secercah kesenangan bersinar dari bias matanya. Melihat itu saja sudah membuat Chaeyoung senang sekali. Ia paham, terapi yang dilakukan Jimin berdampak banyak pada Jeongkook. "Tunggu sebentar," katanya lagi sambil mengambil ponsel. Segera ia hubungi nomor milik Jimin.

"Halo, Kak Jimin?"

Jeon Jungkook in Mental Hospital, 23일 4월 2018년

Jimin terduduk lemas dalam apartment-nya. Kacamata hitam ia gunakan untuk menutupi matanya yang merah dan lengket oleh kotoran mata. Ia benar-benar membenci sakit mata. Kenapa juga ia bisa sakit mata? Hal lebih bodoh lainnya adalah, sejak semalam tiba-tiba saja ia terkena demam.

Bagus, lengkap sekali penderitaannya.

Helaan napas yang ia keluarkan lebih berat dari sebelumnya. Ini dikarenakan Chaeyoung yang setengah jam lalu meneleponnya dan memberitahu bahwa Jeongkook ingin bertemu. Sial, ia tak mungkin menjenguk dalam keadaan menyedihkan begini. Ia tidak bisa memberi terapi, karena kali ini ia rasa ia yang perlu terapi. Ia sudah meminta Chaeyoung membelikannya obat sakit mata. Dan untuk masalah Jeongkook, ia membiarkan Jeongkook untuk ikut Chaeyoung ke apartment-nya. Banyak yang ia pertimbangkan tentang hal ini. Termasuk, tentang keadaan Jeongkook yang sudah cukup baik. Makanya, ia justru menyuruh Chaeyoung membawa pria itu.

Di helaan napas ke-15 kali, bel apartment-nya berbunyi. Dengan lemas ia bangkit dan segera membukakan pintu. Baru saja ia akan buka mulut, hal tak terduga terjadi.

"Aku merindukan kakak."

Dan jantung Jimin berdetak seperti tiga kali lebih cepat. Jeongkook yang memeluknya dan bicara begitu sama sekali tak pernah terpikir oleh Jimin. Ia tak menyangka, hampir dua hari tak bertemu bisa membuat Jeongkook seperti ini dan ia sendiri hampir terkena serangan jantung. Kedua matanya tertuju pada Chaeyoung yang tampak terkejut. Hal yang membuat kedua pipi Jimin terasa terbakar bukanlah itu. Melainkan, bagaimana setelahnya perempuan itu menaik-turunkan alis dengan menyebalkan.

Cewek gila, Jimin mengumpat dalam hati. Ia baru saja akan mendorong perlahan tubuh Jeongkook ketika pria itu lebih dulu melepas pelukannya. "Badan kakak terasa panas. Dan kudengar kakak sakit mata juga?"

Jimin hanya mengangguk. Terlalu lemas dan tenggorokannya sakit.

"Kalau begitu, biar aku menginap di sini ya, kak? Aku yang akan menjaga kakak."

"Hah?"

Kedua mata Jimin dan Chaeyoung melotot seketika.

Mentally Ill [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang