bab 10. penjelasan

35 4 4
                                    

Happy Reading!

•••

DitaVeriss: Peringatan pertama, jangan lagi lo ganggu Dista!

•••

Dista menghembuskan nafas pelan, gadis itu memejamkan matanya dan mencoba menjernihkan pikiran dan hatinya, namun tetap saja tak bisa, bayangan Gibran kembali membuatnya terluka. Walau Dista terluka, dia tak bisa berbuat banyak. Lagi pun, Dista merasa bersalah sendiri pada Gibran karena kemarin dia pulang bersama Jevon, tidak bersama kedua sahabatnya. Belum lagi Gibran melihat Dista dan Jevon bersama, itu kata Dita. Pasti akan menjadi masalah baru dalam hubungan keduanya.

Dista tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ia terluka dan tak ingin lagi kembali bersama Gibran, namun di satu sisi Dista merindukan pria yang masih menyandang status sebagai kekasihnya itu. Dista tak mau, hanya karena masalah yang sama sekali tak Dista ketahui, hubungan keduanya hancur begitu saja. Bagaimanapun, sesakit apapun, setidaknya Dista harus mengetahui terlebih dahulu alasan semuanya. Dista tak ingin dirinya menyesal setelah adanya perpisahan.

"Sumpah ya, ini enak banget tahu gak?!" Suara heboh Jessica dan Dita yang baru memasuki kelas tak membuat Dista tergerak. Gadis itu masih menatap lurus ke depan, entah apa yang sedang dilihatnya.

"Dista mau gak?!" Tanya Jessica berteriak.

"Ngak," jawab Dista pelan.

"Apa sih Dista gak asik, ngelamunin Gibran mulu!" Cibir Dita. "Bucin banget sih lo Dis!"

Dista melirik pelan dan menatap Dita dengan sebuah senyuman, benar juga apa yang dikatakan sahabatnya itu. Kenapa Dista bisa sebucin ini hanya karena mahkluk tampan bernama Gibran? Astaga, bodoh sekali dirinya!

"Ya wajar aja kali Dit, lo kayak gak tahu Dista aja. Dia jarang jatuh cinta, sekalinya jatuh gak bisa bangkit," kata Jessica begitu saja. "Jadi lo harusnya dukung Dista buat perjuangin Gibran lagi," tambahnya membuat Dita mendelik.

"Kayak gak ada cowok lain aja!" Ketus Dita. "Lagian cowok yang kemarin juga cakep, banting stir aja Dis."

"Lah iya, yang kemarin siapa Dis?"

Dista menghembuskan nafas pelan. "Gak penting gue ceritain ke kalian, gue mau jelasin ke Gibran."

Dista bangkit dari duduknya dan keluar kelas meninggalkan kedua sahabatnya yang membela-bela istirahat di kelas hanya untuk menemani Dista tapi Dista malah memilih ke luar.

Dista berjalan menyusuri koridor menuju ke kelas Gibran, entah lah, tapi dia rasa tak mungkin Gibran ada di kantin hari ini. Dista langsung memasuki kelas Gibran yang kosong. Tak ada siapa pun di sana. Dista mengembuskan nafas pelan, apa yang dipikirkannya ternyata salah. Bisa saja sekarang Gibran sedang menghabiskan waktu istirahatnya di kantin, dan bersama Meva.

Dista kembali berbalik, hendak melangkah ke luar kelas.

"Buset setan!" Dista membulatkan mata, dia langsung berbalik lagi dan mengedarkan pandangannya. Suara teriakan seseorang membuat Dista kelimpungan sendiri.

"Apa sih anjir! Gak usah teriak bangsat!" Dista langsung melangkah menuju ke belakang kelas. Dia menunduk dan sedikit terbelalak melihat Jeno dan Veno sedang saling pukul dan Gibran yang dengan tenang memejamkan mata tanpa terusik oleh kebisingan yang kedua sahabatnya ciptakan. Mereka duduk di lantai dengan laptop menyala di hadapan Jeno dan Veno.

"Kalian ngapain?" Tanya Dista mencicit pelan, membuat Jeno dan Veno langsung menoleh, begitu pun dengan Gibran yang langsung membuka matanya dan menegakkan tubuhnya.

RadistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang