Vol 1 ini diciptakan oleh emak hebat yang sangat disayangi oleh para pembacanya, emak HairunnisaYs.
~~~~~
Pria tampan dengan netra kecokelatan, bentuk bibirnya yang seksi dibingkai kumis tipis tersusun rapi. Dagunya yang terpahat indah ikut menyelaraskan rahangnya yang kokoh. Alis sehitam arang menambah kesan maskulin pada wajah tampannya.
Eron mengusap ilernya yang menetas eh menetes menatap ketampanan Kulin. Pria yang menjadi tetangganya.
"Mas Kulin, rindu ini terlalu berat," keluh Eron saat ia menggendong kucing Persia milik Kulin yang dititipkan padanya.
"Kenapa lo?" tanya Iyong saat ia berpapasan dengan Eron.
"Lo tau nggak kenapa Dilan bilang rindu itu berat?"
Iyong menggeleng dramatis dan menunggu jawaban Eron dengan jantung berdebar. Berinteraksi dengan Eron selalu sukses membuat jantungnya berirama kencang.
"Coba lo gendong nih kucing." Eron memberikan kucing abu-abu yang kegendutannya mengalahkan nominal rekening bank milik Kumalasari Bunga.
"Ih berat......!!" teriak Iyong dengan wajah memelas.
"Nahkan, makanya Dilan nggak mau Milea menanggung rindu, karena rindu itu berat."
"Apa hubungannya, Ron?" Alisnya terlihat menukik tajam, setajam silet.
"Pakek nanyak lagi. Kucing ini namanya Rindu! Makanya berat paham kagak lo!"
"Alhamdulillah, aing gagal paham." Iyong memutuskan pergi menjauh dari sumber bahaya. Otaknya bisa mati muda kalau tetap meladeni Eron.
"Dasar aneh! Diberi tempe malah ngeyel," Eron melanjutkan aktivitasnya menggendong Rindu milik prianya. Ah apa sudah resmi jadi prianya? Bodo amat!
"Hidup kok gini amat ya, Gusti." Eron mengucap miris pada nasibnya yang malang. Pria yang dicintainya dalam kegelapan hanya mencarinya jika ingin menitipkan Rindu padanya. Hasyem!
"Eron...!" teriak Kulin dari luar. Pria tersebut terlihat baru pulang kerja.
"Ada apa, Maskulin?" tanya Eron sambil tersenyum abstrak.
"Maskulin apaan? Emang gue merek parfum recehan! Nama gue Kulin! Bukan Maskulin, enak aja lo!" kesalnya.
"Kan sebentar lagi jadi Abang sayangnya Eron," ucapnya ngeyel.
"Ogah banget gue sama lo. Udah jelek, bodi pas-pasan, dada rata. Sumpah ya nggak ada yang bisa dibanggain dari tubuh lo!" decak Kulin menggeleng keras.
Eron mendadak diam, bukan karena tersinggung tapi lebih tepatnya sedang mencerna segala ucapan motivasi yang keluar dari bibir lucknut Kulin.
"Berarti kalau gue berisi Maskulin bakalan mau?" tanya Eron dengan mata berbinar terang.
"Ogah! Mau lo berisi atau kempes, gue tetap nggak mau sama lo! Mana kucing gue." Kulin mengambil kucing kesayangannya dari gendongan Eron.
Kucing itu terlihat marah pada pemiliknya karena sudah mengganggu hibernasi nyamannya.
Meongg...
Bibir Rindu terlihat komat kamit, andai ia bisa menunjukkan suaranya mungkin makian pedas level lima belas sudah mendarat manja di telinga Kulin.
"Uuuu anak Papa pasti nggak suka sama dia kan?" tanya Kulin seudzon.
Meonggg...
Eron menatap kuku kucing Persia dengan sedih. Andai dia yang menjadi kucing, pasti hidupnya bahagia banget. Setiap hari bisa merasakan pelukan hangat dari Kulin.
"Oyyy...!" panggil Kulin.
Eron tersadar setelah beberapa saat dari lamunannya. Namun, sosok Kulin sudah menghilang dari pandangannya.
"Yahhh... Maskulin sudah menghilang," desahnya lemas.
Ia menatap rumah yang bersebelahan dengannya dengan tatapan sendu.
"Andai gue jadi kucing," bisiknya dan melangkah masuk ke dalam rumahnya.
***
Pantat ratanya duduk nyaman di sebuah bangku yang tersedia di warung Mbak Yem.
"Lo kenapa, Ron?" tanya Mbak Yem sambil menyuguhkan semangkuk cendol es dawet.
Eron menatap Mbak Yem dengan mata berbinar. Pasalnya tubuh Mbak Yem montok dan jangan lupakan wajahnya yang cantik.
"Mbak!"
Mbak Yem mengalihkan tatapannya pada Eron.
"Ajarin aku biar bisa montok kayak Mbak!"
Cerere yang berada di sana menyemburkan cendol dawet yang sedang ia nikmati dengan bahagia. Wajah nistanya menatap Eron dengan horor. Cerere memperhatikan tubuh Eron yang lebih mirip disebut papan berjalan ketimbang tubuh manusia.
Tingginya sekitar 169 cm, rongkanya dibungkus anggota tubuh serba rata. Mulai dari dada yang rata, bokong hingga tubuhnya yang kurus dibalut dengan wajah pas-pasan. Cita-citanya setinggi angkasa terkadang membuat penghuni Metro Ambyar tertawa guling-guling. Termasuk Cerere.
"Astaga, Ron. Mana bisa diajarin biar montok, kecuali kamu dibedah lalu ditempeli beberapa silikon tapi serem," gidik Mbak Yem.
Napas Eron menderu mendengar penuturan wanita tercantik dan terseksi itu.
"Jangan bilang lo mau montok supaya disukai sama Kulin? Hayo ngaku!"
Iyong yang baru saja datang ikut berkomentar.
"Dia bilang gue serba rata dan nggak ada yang bisa dibanggain," desahnya.
"Ihh, jadi cowok jahat banget!" kesal Iyong marah.
"Tapi dia baik kok, nggak jahat sama sekali," belanya.
"Serah lo!" decak Iyong kesal.
"Dia cuma suka nyakitin gue doang, kok," lanjut Eron yang berhasil membuat asap di hidung Iyong dan Cerere menyala.
"Ngomong sama lo, kayak ngomong sama pohon durian! Bikin kesel!"
Mbak Yem datang sambil tersenyum.
"Cinta itu indah kalau kalian tahu cara mengelolanya.""Caranya gimana?" tanya ketiganya.
"Diputar, dijilat, dicelupin. Beres kan?" kata Mbak Yem dengan bangga.
Iyong yang masih kesal semakin kesal. Sedangkan Cerere yang sangat serius mendengar wejangan Mbak Yem menyumpahi wanita cantik itu biar kutilan. Namun, berbeda dengan reaksi Eron yang terlihat antusias.
"Mbak, yang diputar, dijilat dan dicelupin apanya?" tanya Eron semangat.
Mbak Yem ingin muntah darah seketika. Niat hati hendak bercanda malah kena ranjau.
"Eh bukan apa-apa kok, Ron. Tidak perlu diambil hati," ujarnya berusaha mengalihkan perhatian Eron."Mana bisa begitu, Mbak. Kalau memberi sesajen harus sampai tuntas!" ujarnya tegas.
Mbak Yem yang mendengar ucapan Eron seketika merasa mual yang berujung muntaber. Mbak Yem memutuskan pergi dari hadapan Eron.
"Sesajen? Emang setan?" kesal Cerere.
"Terus apa namanya?" tanya Eron polos.
"Nggak tau! Gelap." Cerere dan Iyong pergi meninggalkan Eron yang dilanda kebingungan.
"Andai gue jadi kucing." Lagi-lagi bisikan itu terdengar dari mulutnya.
Meskipun Kulin menolak Eron ribuan kali, Eron akan bangkit miliaran kali! Karena lambang kesejahteraan adalah pengemis yang mulia.
❤❤❤❤❤
====================
KAMU SEDANG MEMBACA
Cendol Dawet - Komedi Goyang
HumorCendol dawet, bukan sembarang kisah. Di sinilah penulis yang melampaui kegesrekan, menyatukan pikiran dan ide di Metro Ambyar yang terkenal diisi oleh warga-warga dengan tingkat keabnormalan yang haqiqi. Tahan senyum, tahan tawa, karena ini bukan t...