CD Vol 4 - Bojo Galak

23 2 10
                                    

Hai, ini tulisan aku, semoga terhibur, ya!

Akhirnya Aya debut!

================================

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

================================

Rohayati atau lebih sering dipangil Aya dan terkadang disebut Ayayai sambil nyanyi itu menutup pagar besi rumah dengan riang. Hari ini ia tidak ada jadwal kuliah, jadi waktunya akan dihabiskan dengan keliling komplek Metro Ambyar buat nawarin produk terbaru dari Baperware. Satu set alat makan dengan gambar kupu-kupu sedang hinggap di bunga Chrysanthemum. Sungguh cantik dan menarik.

Destinasi utamanya adalah warung cendol Mbak Yem yang selalu ramai pembeli, tapi sebelum ke sana Aya akan mengompori dulu tetangga yang terkenal akan keromantisannya se-Metro Ambyar.

Tanpa permisi Aya masuk ke halaman rumah Bang Jali dan Mbak Ahtun. Di sana suami istri itu sedang memamerkan keharmonisannya. Bang Jali lagi mandiin burung, sementara sang istri lagi mandiin bunga.

"Pagi, Mbak, Bang!" sapanya sambil tersenyum lebar.

"Pagi, Ya, ngapain datang ke sini?" tanya Jali kurang senang, lelaki itu was-was, pasalnya kalau anak satu ini sudah bertandang ke rumah, istrinya bakal minta jatah bulanan lebih.

"Ye, si Abang mah jahat banget! Didatangin gadis cantik begini pagi-pagi harusnya sujud syukur, Bang!"

"Ekhm!"

Deheman kencang itu segera membuat Aya tertawa, dengan langkah kilat gadis itu mendekati sumber uangnya.

"Aduh, Mbak Ahtun, kok bisa sih walau belum mandi begini masih keliatan cantik?"

Ahtun tersenyum jumawa, menyibak rambutnya ke belakang dengan sombong meniru iklan shampo. "Jelas! Gak mandi aja gue cantik, apalagi kalo mandi, bisa pada layu ini bunga karena kalah saing."

Aya hampir saja muntah darah, tapi mulutnya hanya memasang senyum cantik ala-ala antagonis yang sedang menipu protagonis di sinetron azab.

"Iya deh, Mbak! Pasti ini karena Bang Jali ngasih perawatan ekstra kan buat kulit kinclong milik Mbak?"

"Iya, dong, laki gue mah emang the best!"

Langkah pertama: puji konsumen setinggi langit ketujuh! (SUKSES)

Melihat umpannya ditangkap, Aya segera memulai step keduanya.

"Ih, bikin iri aja sih, Mbak. Romantis pisan kalian ini!"

"Makanya cepetan kawin, Ya! Jangan jualan Baperware mulu."

"Ah elah, Mbak! Aya masih kecil mungil imut begini masa harus jadi kuli gratisan, sih! Bersihin rumah tiap hari tapi uang bulanan gak naik mah mending Aya kuliah aja, Mbak!"

Ahtun yang merasa ucapan Aya benar langsung berapi-api, sementara ekspresi Jali semakin memburuk. Benar kan kedatangan Aya itu memang tidak pernah membawa kabar baik!

"Bener banget, Ya!" Ahtun mengalihkan tatapannya pada Jali. "Noh, Bang, dengerin! Naikkin uang bulanan biar gue kagak pergi ke Jakarta!"

Jali hanya mengangguk pasrah. "Iya, iya! Nanti Abang nyari lebih banyak duit buat kamu."

Aya memiringkan kepala ke samping, menatap Jali heran. "Bang, kok belum berangkat kerja? Ini udah siang, loh!"

"Jadwalnya siang, Ya! Sana lo pergi!" usirnya tanpa perasaan.

Untungnya Aya sudah kebal, dia hanya nyengir dan menganggap ucapan Jali angin lalu. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

"Oh, iya, Mbak! Baperware punya produk baru, loh! Mau lihat-lihat, gak?"

Ahtun segera mematikan keran, lalu mengajak Aya duduk di teras. "Mana? Cakep banget, ga?"

"Cakep parah, Mbak! Kalau Mbak punya bisa banget nih buat dipamerin sama ibu-ibu komplek Metro Ambyar yang lain. Pasti pada ngiri deh, Mbak wajib jadi yang pertama beli!"

Ahtun segera membuka lembar demi lembar katalog di tangannya. Matanya membara kala melihat benda-benda lucu di sana. Terlebih setelah mendengar ucapan Aya, Ahtun jadi semakin semangat buat beli. Lumayan buat pamer ke tetangga.

"Aduh, Ya, yang ungu ini cakep banget, tapi yang merah muda juga cucok, yang ijo juga lucu, duh kok bagus-bagus banget, sih?"

Aya tersenyum semakin lebar.

Langkah kedua: manfaatkan kelemahan lawan dan buat dia beli produk kita! (SUKSES)

"Jelas, Mbak, cocok banget kan kalau buat dipamerin ke tetangga?"

"Cocok, Ya!" Ahtun mengembalikan katalog pada Aya, lalu menatap sang suami memelas. "Bang, beliin, Bang! Cantik banget produknya."

Jali memalingkan muka, tidak mau melihat tatapan Ahtun yang selalu berhasil meluluhkan hatinya. "Yang kemarin kan juga masih bagus, Tun."

"Ye, si Abang! Yang kemaren mah udah kadaluarsa! Pokoknya beliin! Kalo enggak gue mau rantau aja ke Jakarta."

Mendengar itu sontak saja Jali menjadi panik. "Ya udah, pesen aja sana satu paket. Tapi jangan pernah ngomongin pergi ke Jakarta lagi!"

Aya dan Ahtun memasang senyum lebar, tentu saja keduanya bahagia karena keinginan mereka terpenuhi.

"Mau yang warna apa, Mbak?"

"Yang ungu aja deh, Ya!"

"Siap, Mbak! Aku catet, ya!"

Aya segera beranjak, misinya di sini sudah selesai. Ia akan lanjut ke target berikutnya.

"Eh, tunggu, Ya!" Jali menghampiri Aya yang hendak keluar dari halaman rumahnya. "Itu satu paket berapaan?"

Senyum Aya menjadi lebih lebar. "Dua juta setengahan, Bang!"

"Buset!" Jali lemas, dapat dari mana dia duit sebanyak itu? Jual batu akik koleksinya?

Aya menepuk pundak Jali prihatin. "Mending sekarang abang berangkat kerja, kumpulin duit buat bayar ke Aya. Aya pergi dulu, ya, mau lanjut nawarin ke tetangga yang lain."

Aya melangkah dengan riang, sekarang siapa yang harus ia tawarkan lebih dahulu? Mbak Mae si perawan tua? Emaknya si Iyong anak dukun jejadian? Atau ke Bang Sabar bucinnya Mbak Mae?

Aya berjalan sambil memutar sejumput rambut dengan tangan tangan kanan. Matanya menjadi bercahaya tak kala melihat si playboy cap kuda lumping paling terkenal se-antero Metro Ambyar berjalan ke arahnya. Cowok ganteng idaman banyak wanita, Jaenudin alias Bang Jae.

Segera saja ia berlari dan menghadang langkah kaki Jae.

"Bang Jae, aku punya produk baru nih yang bisa bikin abang lebih disayang sama banyak emak-emak!"

================================

Cendol Dawet - Komedi GoyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang