Part 11

111 9 0
                                    

"Bukan Untukku"

"Setelah bertahun-tahun lamanya, semesta tidak menyatukan do'a kita. Yang harus kamu lakukan bukan mengeluh, apalagi hancur sendiri. Biarlah aku yang menyesal seumur hidupku, karna telah menyakitimu."

Aldo's POV

Gue sadar gue harus milih untuk lupain Rara setelah kita putus waktu itu. Gue udah banyak bikin Rara repot, gue juga sadar gue cuma akan ngelukain Rara kalau gue tetep mau lanjutin ini. Semua orang taunya masalah gue sama Rara cuma sebatas gue galak, ribet, dan gampang marah. Tapi di dalam hubungan ini, ada banyak banget masalah yang gak tau harus di ambil jalan keluar gimana.

Saat kita bisa menghadapi masalah, maka hadapi. Tapi ada masalah yang hanya perlu diselesaikan, disudahi.

Mungkin gue dan Rara sangat bahagia di hubungan ini, selama ini. Sayangnya, meski orangtua gue selalu melempar senyum ke arah Rara, menyayanginya juga. Tapi ortu gue gak setuju sama hubungan kita, mereka gak bisa nerima kalau anaknya punya hubungan sama orang yang beda keyakinan.

Mama gue selalu bilang, "Do, Mama terima gadis manapun yang kamu mau. Tapi satu syarat dari Mama, dia harus seiman sama kita," Mama ngasih gue syarat yang bener-bener gak bisa ditolak. Tapi kenyataannya, Rara, orang yang lagi gue perjuangin ini udah pengecualian terbesar bagi Mama.

"Ma, tapi Aldo sayang sama Rara, Ma," jawab gue setiap kali Mama ngomongin ini.

"Kamu lebih sayang Rara atau Mama? Mama kasih kamu kebebasan, tapi ini satu-satunya pinta Mama, Do. Rara anak baik, Mama gak ada masalah sama kepribadiannya, atau sama keluarganya. Yang Mama permasalahkan itu keyakinannya, kita beda. Kamu ngerti gak kekhawatiran Mama?"

"Ya Aldo sayang Mama, tapi kan pasti ada jalan keluarnya, Ma."

"Apa? Kamu yang ikut dia? Kamu pikir keluarga Rara bakalan ijinin Rara pindah dan ikut keyakinan kamu? Gak akan ada keluarga yang terima, Agama gak bisa ditaruhkan, Do. Kamu harus sadar."

Mama menatap gue serius setiap membahas ini, dia benar-benar khawatir dengan keadaan gue, takut gue bertindak ceroboh.

"Ma, pasti ada jalan, Ma..."

"Do, kamu mau biarin Rara makin berharap sama kamu? Mama yakin dia di rumahnya sama, punya perdebatan semacam ini. Mama tau gimana taatnya keluarga dia, dan taatnya Rara. Jadi kamu gak perlu memperpanjang masalah, selesaikan, Do."

Waktu gue putus sama Rara, Mama gue benar-benar lega. Sebenarnya ini bukan jahat, karna ini juga cuma jadi beban buat gue dan Rara. Kita tau gak bisa nemuin jalan, tapi kita memaksakan berjalan. Yang ada, kita cuma akan salah arah. Berjalan jauh dari kebenaran.

Gue lebih milih untuk ninggalin Rara, membiarkan dia untuk melangkah menjauh, dan membiarkan dia lupain gue juga.

Sebulan setelah kita putus, gue ketemu Kayla. Kayla Amira, anak rektor kampus gue.

Gue waktu itu pulang dari club, gue posisinya udah pusing banget, jalan udah gak karuan dan ketawa-ketawa sendiri di jalanan. Gue gak inget gimana berantakannya gue, tapi gue ketemu Kayla di pinggir jalan lagi sama bokapnya.

Kayla lagi berdiri sambil memesan minuman kalau gak salah, gue nyamperin dia. Samar-samar, gue inget kejadiannya.

"Eh, kalau lo ini jadi orang kayak gue, lo pasti gak bakalan sanggup deh. Gue hina nih, hinaa!" Gue menepuk dada gue, merasakan sakit di sana. 

Gue denger banyak cerita dari Kayla, dia bilang gue pingsan. Malam itu gue emang mabuk, gue udah kenal alkohol, bahkan beberapa macam narkoba.

Gue bener-bener tersesat, gue menempuh jalan yang salah.

Psycho But You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang