empat

13 0 0
                                    

Kelopak mataku perlahan mulai terangkat. Aku mencoba bangun tapi usahaku gagal, kepalaku sangat pusing.

Cahaya matahari mengintip dari tirai yang masih tertutup.
Aku mengedarkan pandang tak ada yang berbeda disini, aku masih didalam kamarku.
Hanya saja sekarang aku terbaring dilantai dibawah sofa, kenapa aku tidur disini? Keningku berkerut.

Kupejamkan mata mencoba mengingat kejadian semalam.

(Kucing itu, dia menerkamku sampai aku terjatuh, padahal dia begitu menggemaskan)
Dadaku sesak mengingatnya.

Kuraba belakang kepalaku, terasa sakit, mungkin terbentur sesuatu. Mungkin juga aku pingsan dari semalam dan tergeletak dibawah sini.
Ohh sialll..

Aku bangun dengan sekuat tenaga. Mataku meneliti setiap sudut kamar. kucing itu sudah tidak ada.

Aku tersenyum, jika memang dia masih ada disini aku akan mencubitnya menanyakan apa alasannya dia sangat marah padaku.

Bukankah sangat menyenangkan bisa bertemu kucing yang bisa bicara?
Aku menggeleng lalu tertawa, sepertinya aku sudah tidak waras.

Dengan langkah gontai aku menuju ranjang, kubaringkan tubuhku yang terasa remuk.
Kutatap langit-langit kamar, masih terbayang kejadian semalam.

Kutarik nafas panjang. Aroma lavender sangat menenangkan.

Tiba-tiba
BRAKKKK

Suara itu mengagetkanku. Kuusap dadaku, jantungku terasa copot.
Seperti suara benda dibanting, suaranya dari dapur.

Aku bangun dengan perlahan, kepalaku sangat berat.

PRAAAANG
Suara gelas pecah terdengar lagi dari dapur.
Aku langsung teringat sikucing abu-abu yang semalam, mungkin dia yang melakukannya, kalau begitu dapurku akan hancur.

Oh tidak. Dadaku berdebar.
Aku berlari menuju dapur.

Saat sampai didepan tirai dapur, kuhentikan langkahku sampai terpeleset, mataku melotot, ada sesuatu dibalik tirai. Siluet hitam berdiri disana. Matanya menyala.
Bentuknya seperti seorang manusia.

Aku menutup mulutku tak percaya, ada orang didapurku.

Ingin rasanya aku berteriak dan berlari keluar, tapi entah kenapa tubuhku menjadi kaku.

Sampai tiba-tiba tubuhku terhempas keatas ranjang, sesuatu menindihku.
Kubuka mata dan langsung bertemu dengan mata bulat beriris hijau yang indah. Dia kucing abu-abu, kucing yang semalam menggigitku. Dia duduk diatas dadaku, aku meringis, dia sangat berat untuk seukuran kucing kecil.

Aku menatapnya heran, bukankah tadi aku melihat siluet hitam seperti seseorang yang sedang berdiri disana, tapi kenapa malah kucing yang ada disini sekarang, atau jangan-jangan, kucing ini sebenarnya manusia yang berubah jadi kucing? Atau kucing berubah jadi manusia? Atau apalah itu.

Kalau memang benar begitu, ini benar-benar menakjubkan, seperti cerita dongeng yang aku baca sewaktu aku kecil.

Walaupun sebenarnya aku tidak terlalu percaya akan ilmu sulap atau sihir dan hal-hal berbau ghaib lainnya, tapi ini benar-benar nyata yang aku alami sendiri, rasa penasaran pun mulai membara.

Aku tersenyum menatap wajah kucing mungil diatas dadaku, dia memperlihatkan gigi tajamnya, entah dia tersenyum atau marah ingin menggigitku, aku tidak peduli, aku sangat tertarik padanya, kuraba bulu lembutnya.

Dia menggeram.
"kenapa lu gak pergi juga dari sini?"

"pergi? Ini kamar gua, kenapa gua harus pergi?"
Kupikir aku tidak salah bicara, sejatinya memang begitu adanya, ini kamarku, dan aku akan bertahan disini.

"kenapa gak lu aja yang pergi?" ucapku ketus.

Tiba-tiba dia menggeram, kali ini disertai munculnya kuku-kuku panjang dari kakinya, lalu dia menggigit leherku.
Akal sehatku mungkin sudah hilang, aku hanya diam pasrah tak berbuat apapun.
Tidak akan sakit, seperti digigit kucing biasa, pikirku.

Dugaanku salah.
Gigitannya sangat kuat, gigi tajamnya merobek leherku, kurasakan sakit yang luarbiasa, lalu tercium aroma darah segar.

Kuremas sprei gambar hellokityku.
Rasa sakitnya menjalar ke ulu hati, aku sudah tidak sanggup, ini sudah keterlaluan.

Saat ingin bangun dan memberontak tiba-tiba tubuhku lemas tak bertenaga. Ya ampun selemah inikah diriku, air mata sudah tak sanggup lagi kutahan.

Sampai dia menghentikan gigitannya lalu menatap mataku yang berlinang.

"gua benci air mata"

Kucing itu melompat duduk diatas sofa.

Lega.
Kuusap leherku yang berlumuran darah.
Walaupun begitu aku masih tetap bisa tersenyum, aku bersyukur masih bisa hidup.

Aku menutup mata dan masih berbaring diranjang. Pikiranku kacau.
Luka dileherku sangat perih.

Khaila & Kucing TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang