Part 4, Teaching

209 11 2
                                    

😊😊Awali dengan Basmallah dan akhiri dengan Hamdallah😊😊

Bukan Teroris

Hari ini adalah awal pertama kali aku bertatapan dengan para siswa. Aku pasti akan menyiapkan mental setebal baja untuk menghadapi mereka yang sudah di gambarkan Bapak Sumanto yang katanya selalu membuat masalah.

Aku berdiri di depan cermin dan berkata pada diriku sendiri

"Hello! Putri! kamu harus kuat, nggak boleh lemah dan nggak boleh menyerah menghadapi mereka. Aku yakin, kamu pasti bisa, semangat yah!" Semangati diri sendiri.

Kemudian Papa, Mama dan Faiz pun menghampiriku

"Assalamualaikum Mama, Papa." Ucapku.

Aku melihat bayangan mereka dari cermin kamarku

"Wa'alaikumussalam, Sayang!" mereka menjawab secara bersamaan.

"Wah! Makin cantik dan rapi aja anak Mama sama Papa, pokoknya mulai sekarang Papa dan Mama akan selalu mendukung kalian berdua selama itu untuk kebaikan, iya apa nggak, Ma?." Ucap Papa.

"Iya, dong." ucap Mama menciumku.

"Ih! Kakak kok makin cantik aja terus wangi langi." gombal Faiz.

Faiz nyengir terus menampilkan gigi putih yang terawat, "Hemm! Wangi. Kakak pakai parfum, yah?"

"Ah! Mana ada Kakak pakai parfum, Dek. Parfum itu harum tapi haram bagi wanita" ucapku.

Kesal Faiz, "Yah, sudahlah. Kakak cantik aja"

"hihihi... Ade, mah" Aku yang tersipu malu.

"Ok semuanya Aku berangkat dulu yah." Ucapku

Seperti biasanya sebelum berangkat kemana-mana aku selalu mencium tangan Mama, Papa dan juga mbok Nina. Kalau Faiz mah cukup ku jewer telinganya tapi jewernya penuh keromantisan dan penuh kasih sayang.

--

Setibanya aku di sekolah, aku duduk di kantor bersama para dewan guru lainnya tapi aku duduk dipaling pojok. Aku membaca buku sambil menunggu waktu masuk mengajar.

"Eh, tahu gak, sih, kenapa sih Ustadza Putri menggunakan cadar padahal banyak juga para Ustadza diluar sana tidak menggunakan cadar bahkan nggak ada loh?," Ucap Stevy dengan nada pelan

Stevy menatapku dengan tatapan sinis tapi aku tetap khusnudzon.

"Emangnya kenapa?," tanya mereka penasaran.

"Wajahnya cacat, kali, atau mungkin dia seorang teroris. Kan, menyeramkan tuh Bu" ucap Stevy menghasut

"Masa sih Bu, emang Ibu Stevy pernah melihatnya?" tanya Ibu Rana.

"Nggak pernah sih, Bu, tapi kan, yang kaya diberita itu loh Bu, yang bercadar gitu banyak yang teroris loh, Bu," jawab Stevy.

"Iiih..., seram juga yah, kok, aku jadi takut sih, terus kayaknya dia itu nggak banyak cerita-cerita gitu, kaya mencurigakan bangat," ucap Ibu Mili.

"Ya udah Bu, kita cari tahu aja dari pada dampaknya pada sekolah kita, gimana?" ucap Stevy.

Rupanya Bapak Sumanto mendengar cerita mereka dan beliau itu tidak suka mendengar orang-orang yang suka gosipin orang lain.

Dengan nada tegas, "Ehh! Apa yang sedang kalian bicarakan?, nggak boleh mencurigakan orang seperti itu. Ustadza Putri itu orangnya baik, kalau apa yang kalian tuding itu nggak benar, nanti kalian bakalan di liput media dan bisa masuk penjara loh kalau ia menuntut nama baik kalian, gimana?, kalian lupa yah?, kalau ia adalah anak dari Bapak Arnius"

Di balik Cadar Sang Putri (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang