"Saya cinta sama kamu. Kamu mau nggak jadi istri saya?"
Leira tersedak caramel macchiato nya ketika sosok lelaki adonis di hadapannya mengatakan hal yang menurut nya sakral itu. Mata bulat cantik nya mengerjap sambil menggosok daun telinga nya. Siapa tahu itu karena efek dia belum membersihkan telinga, kan?
"Ehm...maaf, Pak. Bapak bicara apa ya barusan?"
Lelaki dewasa itu tersenyum maklum ketika mendapat respon demikian dari gadis muda di hadapannya. Ia jelas saja bisa memaklumi. Perasaan cinta nya yang sedikit nyeleneh pada gadis dua puluh lima tahun itu pasti mengundang reaksi kaget dari seluruh manusia yang mendengar.
Ia yang berstatus duda dengan seorang anak berusia sepuluh tahun jelas saja membuat semua nya terasa aneh. Di usia nya yang ke empat puluh tahun agak nya menjadi salah satu faktor pendukung dirinya di cap sebagai pedofil. Mungkin saat Leira lahir dahulu, ia sudah menginjak bangku SMA. Ia selalu saja meringis jika menyadari hal itu. Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah tidak ada seorang pun yang bisa memerintahkan kepada siapa hati memilih?
"Saya cinta kamu, Leira." ucap nya lagi dengan lembut, berusaha membuat Leira paham akan ucapannya. "Dan saya mau kamu menjadi istri saya."
Leira tampak syok. Ia bahkan tidak sadar kalau mata bulat nya sekarang terlihat semakin besar karena melotot, membuat Rendra tak kuasa untuk terkekeh.
"Bapak kok malah ketawa sih?!"
Rendra tersenyum dengan tangan yang kini mengusap pipi Leira, semakin menambah rona di kedua pipi gemuk itu. "Kamu bikin saya nggak fokus. Terlalu menggemaskan." tutur nya.
Leira sontak menunduk, menyembunyikan wajah nya yang memerah maksimal. Sialan lelaki tampan itu! Apa dia tidak tahu kalau jiwa gadis perawan sepertinya itu gampang sekali bergetar?
"Gombal!"
Rendra tidak menimpali lagi cibiran Leira. Ia memilih menatap lekat wajah ayu itu. Wajah yang sejak pertama kali ditemui nya berhasil membuat seorang Rendra Kartasastra merasakan debar menyenangkan seperti ia remaja dulu. Gadis penolong sang putra yang saat itu menjadi korban tabrak lari. Kala itu, Leira bahkan tidak mempermasalahkan pakaian putih nya yang jelas terdapat bercak darah Ezra, putra nya. Bercak yang sangat banyak kalau boleh dikata.
"Ehmm, Pak, kok melamun?"
Rendra memfokuskan netra nya, menatap Leira yang terlihat sedang menatap nya balik dengan wajah penasaran. Salah satu raut yang selalu membuat nya gemas bukan main.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya, Leira. Apa kamu cinta saya? Apa kamu mau jadi istri saya?" cecar Rendra tak sabar.
Leira terlihat diam sesaat. Wajah itu terlihat sedang berpikir keras. Bahkan jemari mungil nya saling bertaut yang kesemua nya tak lepas dari pengamatan Rendra.
"Saya...saya juga cinta sama Bapak." cicit gadis itu. Yang juga masih bisa di tangkap oleh pendengaran Rendra.
Lelaki itu membelalak penuh binar. Wajah nya yang semula tegang kini di penuhi binar bahagia dan berseri-seri. Jemari besar nya langsung menggenggam erat jemari mungil Leira yang sedang bertaut di atas meja cafe.
"Kamu serius?" tanya nya bahkan nyaris memekik karena larut dalam euforia.
Leira mengangguk malu-malu. "Saya serius. Sudah dari lama saya menaruh hati sama Bapak, tapi saya takut mau jujur." ringis nya.
Rendra mendongak sambil memejamkan mata. Tentu saja pengakuan Leira barusan seperti penyuntik ego nya sebagai lelaki. Ia bahagia sekaligus bangga karena bisa menaklukan hati seorang gadis yang di cintai nya. "Terima kasih. Saya bahagia sekali." bisik nya tulus sambil mengusap punggung tangan itu dengan raut penuh haru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Collection
Short StoryTERSEDIA VERSI LENGKAP DALAM BENTUK PDF Kumpulan cerita romansa pendek