Episode 20 - Yasa & Kinanthi

12K 880 89
                                    

Ketukan palu hakim menggema di seluruh area persidangan. Aku tak bisa lebih lega lagi saat akhirnya statusku berganti menjadi janda, di usiaku yang beranjak ke angka tiga puluh. Status itu jelas tidak akan pernah diinginkan oleh siapapun perempuan di dunia ini, namun menurutku, ini adalah pilihan terbaik yang bisa kuambil demi menyelamatkan hati dan juga diriku.

Dulu, saat usiaku masih di awal dua puluhan dan masih naif, aku dengan bangga nya mengagungkan kisah cintaku bersama lelaki yang kini menjadi mantan suamiku, Yasa. Yasa dulu nya adalah seorang presma yang begitu didambakan setiap gadis, bahkan di tingkat teratas dariku. Yasa adalah sosok yang pendiam, dan juga jarang tertawa. Namun anehnya, semua perempuan justru bertekuk lutut padanya. Termasuk aku. Awal kebersamaan kami hanya dimulai dengan kisah klasik, yaitu terjadi saat masa ospek berlangsung. Yasa satu angkatan di atasku, kala itu melihatku nyaris pingsan karena dihukum lantaran lupa membawa atribut yang seharusnya kusiapkan untuk ospek hari itu.

Aku yang sudah lemah bisa-bisa nya terpana melihat bagaimana sosok Yasa yang masih semester tiga, dengan berani nya memarahi semua panitia ospek karena membuatku nyaris pingsan akibat murka mereka yang sebetulnya begitu konyol dan tak masuk akal. Yasa bahkan menggendongku menuju ke unit kesehatan untuk mendapat pertolongan pertama. Yasa juga berlarian ke kantin untuk meminta segelas teh panas serta seporsi nasi uduk untuk menu makan siangku.

Singkat cerita, setelah insiden tersebut terjadi, aku dan Yasa menjadi dekat secara natural. Tidak ada paksaan, atau karena rasa terima kasih. Yasa yang saat itu menemaniku sampai sehat di ruang kesehatan, tanpa ragu meminta nomor teleponku. Kami bertukaran nomor kala itu, dengan alasan bahwa aku bisa menuntut ganti rugi padanya seandainya aku menjadi sakit karena ulah bossy teman-temannya.

"Telepon gue aja kalo ada apa-apa sama lo. Gue bertanggung jawab atas semua kelakuan panitia ospek yang udah bikin lo sampe kaya gini."

Aku menggeleng segan. "Nggak perlu, Kak. Saya nyaris pingsan karena emang saya nggak tahan panas. Juga tadi istirahat siang belum sempat makan, soalnya harus menuhin tugas nyari tanda tangan anggota BEM minimal tiga puluh orang." Tolakku.

"Terus udah dapet berapa sekarang tanda tangannya?"

Aku mengernyit. Kenapa jawabannya malah jadi pertanyaan tentang tanda tangan yang harus kucari ya? Namun demi menghormati presma di hadapanku, aku pun akhirnya tetap menjawab kendati rasa heran masih terus memenuhi benakku.

"Baru dapat sepuluh, Kak."

Yasa mengangguk paham. Ia menyodorkan kembali gelas berisi teh yang kini mulai mendingin sebelum memerintahku kembali merebahkan diri di brankar yang tersedia.

"Lo istirahat aja. Nggak usah musingin urusan tanda tangan. Itu cuma kegiatan selingan aja biar maba pada nggak bosen dengerin ocehan dosen tamu."

Aku tentu saja menerima kebaikan itu dengan senang hati. Semalam, aku memang kurang tidur karena harus menyiapkan bahan ospek, ditambah lagi aku melupakan atribut wajib yang harus kukenakan hanya karena sibuk membuat prakarya konyol itu. Aku hendak mengusir Yasa yang malah kembali duduk di kursi dekat brankar sambil memainkan ponsel nya, namun aku masih segan sekaligus takut. Aku lantas mencoba masa bodoh. Aku memilih memunggunginya dan terlelap tak lama kemudian.

Kejutannya, di saat aku bangun, aku menemukan notes khusus yang selalu kubawa untuk mencatat tiap materi yang dibawakan oleh para dosen tamu, yang sekaligus kujadikan tempat meminta tanda tangan para panitia, kini sudah terisi penuh tiga puluh orang. Aku tentu saja kaget. Seingatku, aku baru mengumpulkan sepuluh tanda tangan, dan kini, notes tersebut sudah terisi rapi dengan deret ukiran tangan para panitia sialan yang sengaja menyiksaku tadi.

Air mata rasa nya ingin sekali menetes. Aku sangat amat bahagia karena kejutan ini. Tapi ketika kupikir ulang di sela rasa syukurku, siapakah yang dengan baik hatinya mau mengusahakan tanda tangan panitia hanya demi diriku?

Short Story CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang