Kamu itu seperti angin
Dapat aku rasa namun tak pernah bisa aku genggam.Senna, saat ini gadis itu tengah mendengar lantunan lagu belahan jiwa dari Isyana yang mengalun indah dan menggema di ruangan yang bernuansa putih. Tangannya kembali terulur untuk menyentuh tombol yang ada pada audio mixer untuk mengatur frekuensi suara agar lebih terdengar mengenakkan di telinga pendengar, dan setelah itu Senna melepas headphone yang sedari tadi bertengker di kepalanya dan menutup kedua telinganya. Lagu Isyana tadi adalah penutup akhir saat Senna telah selesai menunaikan tugasnya sebagai penyiar radio kampus - hitzart radio bersama satu temannya lagi, Dimas.
"Habis ini ke kafe sebrang kampus yuk, mau gak?" Tanya Dimas pada Senna setelah lantunan lagu belahan jiwa telah usai.
Senna terlihat menimbang tawaran Dimas, sesekali mengingat-ngigat barangkali dia sudah punya janji, namun ternyata tidak ada, "Boleh, tapi gue ke perpus dulu ya, mau balikin buku."
"Mau gue temenin sekalian gak?" Tawarnya
Menggeleng pelan, "Sebentar doang kok. Lo tunggu gue di depan tempat fotocopy aja ya." Tolaknya halus lalu tanpa menunggu lama Senna membereskan segala perlengkapannya, menaruh ponselnya di tas lalu segera beranjak pergi.
***
Senna berhenti sejenak saat dirinya sampai didepan pintu perpustakaan, menyempatkan diri merogoh tasnya guna mengambil kartu mahasiswanya yang digunakan sebagai akses masuk kedalam ruangan tersebut. Setelah hasil tapping nya berhasil, Senna segera masuk untuk menghampiri penjaga perpustakan.
"Saya mau mengembalikan buku bu," Ujarnya lalu memeberikan dua buah buku tebal tentang teori Ilmu Komunikasi beserta kartu mahasiswanya kepada bu Sumi.
"Sebentar ya."
Senna mengangguk, pandangannya melirik kesetiap sudut secara asal, kemudian memperhatikan bu sumi yang tengah menginput data dirinya melalui kartu mahasiswanya, "Kamu telat dua hari ya? Dendanya lima ribu ya."
"Iya bu, harusnya tanggal sebelas saya kembalikan. Tapi saya lupa," Balasnya seraya terkekeh meruntuki dirinya sendiri yang lupa mengembalikkan buku. "Ini ya bu," Sambungnya lagi lantas menyerahkan satu lembar uang lima ribuan.
Setelah dirasa urusannya telah selesai, Senna segera keluar dari perpustakaan untuk menghampiri Dimas yang tengah menunggunya. Namun saat baru saja keluar dari perpustakaan, seseorang tengah merangkul pundaknya.
"Hai," Sapanya yang tak lain adalah Sean sahabatnya.
"Ck! Ngagetin aja tau nggak!"
Sean hanya terkekeh geli melihat Senna yang menampakkan wajah cemberutnya. "Dari mana?"
"Menurut kamu?"
"Dari perpus." Jawabnya membuat Senna menghembuskan nafasnya kasar.
"Kenapa masih tanya?" Dengkusnya. "Gak usah ketawa," larangnya ketika melihat Sean justru menertawakan dirinya.
"Makan yuk?" Ajaknya. Kini mereka berdua tengah memasuki lift untuk menuju lantai dasar.
Duh udah janji lagi sama dimas!
"Gak bisa. Aku udah keburu janji sama orang." Tolaknya yang sebenarnya jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam dia tidak ingin menolak. Tapi ya mau bagaimana lagi, meskipun ingin, tapi dia tetap harus memprioritaskan seseorang yang tengah mengajaknya duluan bukan?
"Janji? Sama siapa?" Tanyanya penasaran. "Windy? Nayla? Cha—"
"Dimas." Selanya cepat.
"Hah? Dimas?" Pekiknya dan Senna mengangguk. Untung di lift hanya ada mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKASIA ║ ✔ [TELAH TERBIT]
FanficTentang Senna yang diam-diam mencintai sahabatnya sendiri. Tentang Senna yang rela melihatnya bersama orang lain.. Dan tentang Senna yang sedang menanti hasil dari cinta diamnya. ----------------------- ║Follow Monolatte untuk update info baru ║C...