Lembar Lima Belas

706 145 25
                                    

Ini sudah hari ke empat Senna berada dirumah Fatma, dalam empat hari itu tidak banyak hal yang terjadi dan semuanya berjalan biasa-biasa saja. Hanya saja semenjak pertemuan Senna dengan Joana waktu itu, sekarang dirinya perlahan menjauh dari Sean, jika dulu Senna bisa meminta bantuan apapun atau menggoda Sean dengan candaan, kali ini tidak, Senna akan berbicara seperlunya saja. Bahkan Senna masih ingat dengan jelas antara pertemuannya dengan Joana disaat hari pertama Senna menginap, Senna juga masih mengingat dengan jelas perkataan Joana pada malam itu.

"Gue pikir perkataan lo untuk menjauh itu serius, tapi ternyata enggak ya?!"

Dan dengan nada yang meremehkan.

Sekarang asumsi Joana tentang dirinya sudah terlalu jauh, dia benar-benar berpikir jika Senna dengan Sengaja tinggal dirumah Sean untuk lebih dekat. Namun Senna enggan menanggapi itu semua, dia tak peduli dengan apa yang Joana katakana juga pikirkan, karena pada kenyataannya, semua yang terlontar dari mulutnya tidak sesuai dengan dirinya.

Lalu Sean ? Lelaki itu memang memiliki tingkat kepekaan yang tipis, namun sikap Senna belakangan ini membuat dirinya menerka jika sahabatnya itu memang sengaja menjaga jarak dengannya. Jika Sean sudah mulai berbicara dan menanyakan itu pada Senna, perempuan itu akan dengan cepat menghindar, menyangkal, atau mengalihkan topik pembicaraan.

"Nulis apa kak?" Itu Seana, dia bertanya saat dirinya menghampiri Senna yang tengah duduk diruang keluarga dengan satu buku ditangannya.

Dengan cepat Senna menyingkirkan benda itu, dia tak mau Seana melihatnya.

"Kirain udah tidur."

Seana menggeleng, lalu menempatkan posisi disebelah Senna. "Besok libur, mau maraton film. Buku apa kak? Diary ?"

"Buku biasa, buat catat-catat pengeluaran." Alibinya dan beruntungnya Seana percaya itu.

"Kak? Boleh tanya?"

"Hm, nanya apa?"

"Kakak berantem sama abang ? Kok aku liat kayaknya akhir-akhir ini kayak renggang gitu?"

kalau seorang Sean tingkat kepekaannya tipis, maka Seana memiliki tingkat kepekaan yang tinggi.

"Enggak, biasa aja."

Seana hanya mengangguki, dia memang dekat dengan Senna, namun bukan berarti dia harus mencampuri urusannya terlalu jauh, dia hanya perlu bertanya sekali, dan apapaun jawabanya hanya bisa ia angguki tanpa membantah, meskipun sebenarnya dia tau ada sesuatu yang berbeda diantara mereka.

"Aku naik dulu ya kak. KakaK jangan tidur malem malem."

"Oke."

Tanpa membuang waktu lagi, Senna segera bangkit dari duduknya, tak lupa membawa buku keramatnya – tempat dia mencurahkan segala isi hatinya tentang Sean. Dan untuk malam ini sepertinya dia sudah menuliskan sesuatu, dimana ini adalah kali terakhirnya ia akan menuliskan nama Sean dibuku itu.

Sebelum memasuki kamar, Senna menyempatkan diri untuk mengambil air putih terlebih dahulu, lalu saat dirinya sudah mau masuk kedalam kamar, ada Sean didepan pintu kamar Seanna, kamar Sean dan Seana yang bersebelahan, membuat Senna tidak bisa menghindar dan mau tak mau tetap melanjutkan langkahnya.

Senna berjalan tanpa melihat kearah Sean yang diam berdiri, bahkan dia tak mengeluarkan sapaan apapupun.

"Belum tidur?"

"Ini mau tidur," Jawab Senna seperlunya, bahkan dia tak bertanya balik.

"Oh." Hanya itu balasan yang keluar dari mulut Sean.

Merasa tidak ada lagi yang perlu di obrolkan, tangan Senna siap memegang kenop pintu untuk dia buka, namun lagi lagi geraknya terhenti saat Sean memanggil namanya.

AKASIA ║ ✔ [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang