Pendekatan

4.6K 486 57
                                    

Hinata bergerak gelisah di depan rumahnya, ia memperhatikan pakaian yang ia kenakan. Kemeja putih berlengan pendek dan celana Levis berwarna hitam, rambutnya ia kuncir satu, dengan pita kecil berwarna putih yang tersemat di rambutnya. Tangan kecilnya menggenggam tas selempang berwarna putih yang tersampir di bahunya.

Ia mengerjapkan mata berkali-kali, menatap setiap mobil yang lewat di depan rumahnya. Kakinya ia hentakkan sangat kecil untuk menghilangkan kegugupan dengan jemari tangan yang saling menggamit. Lalu sebuah mobil datang.

"Ah."

Ia menelan salivanya dengan gugup saat kaca mobil itu turun, disana Naruto Uzumaki tersenyum, senyum yang seolah membuat jantung Hinata berdetak. lalu pria itu mengedikkan kepalanya, seolah menyuruh Hinata mendekat,

"Masuklah," ujar suara bariton Naruto.

Hinata berjalan dengan sedikit ragu lalu Naruto menjulur dan membuka pintu mobil, ia tersenyum, "Ayo."

Semburat merah muncul di pipi gadis itu, "Ah, Y-ya..." bisik Hinata, ia memasuki mobil Naruto dan menduduki dirinya disamping kemudi.

Kemudian wajah Naruto mendekat, ia menahan napas saat matanya sejajar dengan pipi lelaki itu, tangannya menjulur mengambil sabuk pengaman dan memasangkan pada Hinata. Saat bunyi klik terdengar, Naruto melirikkan safirnya ke amethyst gadis itu yang bergerak gelisah. Ia terkekeh lalu menjauh.

"Sebelumnya kita belum berkenalan langsung kan?" tangan pria itu terulur, bibirnya mengulas senyum yang membuat Hinata terpaku, "Uzumaki Naruto."

Suara yang begitu indah. Membuat detakan di jantungnya semakin jelas terdengar, Hinata merasa pita suaranya serak untuk menjawab, ia menunduk, tidak berani menatap safir biru yang akhir-akhir ini menggentayangi dirinya.

"Ah. Aku Hinata Hyuga," jawab Hinata sambil menyambut uluran tangan Naruto. Bibirnya mengulas senyum kecil yang tertangkap retina Naruto meski gadis itu menunduk.

Naruto menegang saat kulitnya bersentuhan dengan tangan Hinata yang begitu kecil di genggamannya, ia meremas pelan tangan itu, seolah enggan membiarkan tangannya pergi. Ia berteriak di dalam kepalanya untuk memohon agar Hinata tidak terburu-buru menarik tangannya. lalu dengan berat hati ia membiarkan gadis itu melepas genggaman tangan mereka. Membuat ruang kosong yang seketika terasa di genggamannya. Naruto menutup telapak tangannya lalu mengangguk dan melirik pada Hinata

"Kuliah Dimana?" tanya Naruto sambil menginjak pedal gas.

"U-universitas Tokyo," jawab Hinata. Aroma maskulin yang tersebar dari tubuh Naruto tercium hidungnya. Juga aroma ini telah menyebar di seluruh penjuru mobil hitam milik pria itu. Ia seolah merasa terpeluk. Ah tidak, Hinata menggeleng sangat samar untuk menghilangkan pikiran aneh yang hinggap.

Naruto menganggukkan kepalanya lalu membelokkan mobilnya dan bergabung dengan banyak kendaraan di jalan besar. Ia menyalakan musik instrumen untuk menemani perjalanan mereka, matanya sesekali melirik pada Hinata yang senantiasa menggenggam erat sabuk pengamannya, Lelaki itu mengerang dalam hati Sial, manis sekali. Safirnya melirik pada penampilan Hinata yang kelewat sempurna. Inginnya ia menarik pita yang mengikat rambut Hinata, karena bagaimana pun lehernya terlalu menggoda untuk di lihat orang lain, seolah ia tidak ikhlas,

Cih, memang kau siapanya?

Ia tersenyum kecut, lalu fokus lagi pada jalanan, tidak ada percakapan diantara mereka, keduanya saling canggung dan sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga lampu merah membuat mereka harus berhenti.

"Kau pulang jam berapa Hinata?" tanya Naruto tiba-tiba.

Hinata menoleh dan seketika menunduk saat melihat safir Naruto yang ternyata menatap tepat di depannya, "Um... Jam dua siang," cicitnya. Ia tak sanggup, rasanya safir lelaki di hadapannya seolah menariknya begitu dalam. Biru langit yang sangat ia sukai.

"Maaf ya, tiba-tiba aku meminta untuk mengantarmu," ujar Naruto.

Hinata hanya mengulas senyum tipis, "Tidak. Malah aku berterimakasih Uzumaki-san mau mengantarku."

"Hm... Ya. Itu memang keinginanku sih,"

Hinata menatap beberapa lampu mobil yang berkedip, "Ah, Uzumaki-san tahu nomerku dari siapa?"

"Tatap aku jika bicara Hinata."

Hinata mematung, ia gigit bibir dalamnya lalu dengan sekuat tenaga menoleh dan terpaku pada wajah Naruto yang tersenyum, begitu tampan. Meneduhkan dan entahlah, ada banyak perasaan yang saling terlilit di relung hatinya.

"Ya. Begitu, jadi aku bisa melihat mata amethyst yang indah itu," bisik Naruto. Hei bro! Sialan, ucapanku membuat diriku sendiri malu.

"Te-terimakasih."

Lelaki itu tersenyum puas, lalu menghentakkan jari jarinya di setir mobil sambil mengikuti irama yang mengalun, "Aku dapat nomermu dari Sasuke."

"Sasuke-kun?" tanya Hinata aneh.

Naruto menoleh dan mengangkat alisnya, "Ya. Kenapa?"

Gadis itu tersenyum canggung, "Tidak. Biasanya Sasuke-kun tidak akan memberikan nomerku begitu saja pada orang lain." cicit Hinata.

Naruto tersenyum kecut, Ya. Hinata. Sepupu sialanmu itu menghargai nomermu dengan Glock kesayanganku.

"Em, Hinata. Maaf," ujar Naruto sambil bergerak kesamping. Mendekati gadis yang membelalakkan matanya lebar saat wajah Naruto mendekat. Hinata menahan napas dan dengan refleks menutup mata nya saat jarak diantara mereka menipis. Hatinya berdetak menggila, dengan irama yang hebat dan saling bersahutan.

"Eh?" gadis itu membuka mata, mendengar detakan lain yang tak kalah kencangnya. Saat matanya terbuka ia melihat dada Naruto tepat berada di wajahnya, aromanya yang tercium semakin kuat, membuat wajahnya semakin memerah karena tidak mampu mengontrol detak jantungnya sendiri.

Naruto berdehem pelan lalu dengan perlahan melepas pita dan ikat rambut Hinata, membuat surai indigo yang terasa sangat halus dan wangi di tangannya terjatuh, memenuhi bahu gadis itu. Ia terjengit kaget, lalu Naruto menjauh dengan wajah yang sama merahnya dengan dirinya.

"Em, maaf... Aku tidak fokus dengan lehermu yang terekspos. Jadi tutup saja ya?" ujar lelaki itu sambil menutupi mulutnya dengan punggung tangan dan wajah yang memerah, Atau aku bisa menyerangmu saat ini juga Hinata.

Gadis itu mengangguk perlahan dengan kedua tangan yang memegangi jantungnya sendiri. Ia sangat yakin mendengar dengan jelas detakan jantung yang sama kuatnya dengan dirinya, wajahnya memerah karena pikiran lelaki di hadapannya sedikit tertarik pada dirinya. Hinata berdehem beberapa kali,

Naruto terkekeh, sial sial! Imut sekali dia, berasa ingin ku karungi dan bawa ke markas. "Kau di jemput Neji?"

"Ah, Uzumaki-san kenal Neji-nii?" mata amethyst itu segera mendongak dan melebar. Naruto menatapnya

"Em, ya..." jawab Naruto sambil menggaruk pipinya bingung. Neji masih bekerja di satu markas dengannya hanya beda devisi makanya mereka jarang bertemu atau berkomunikasi. Ia hanya bingung, Hinata pasti tidak tau apa dan bagaimana pekerjaan Neji.

Hinata mengangguk pelan, "Neji-nii tidak menjemput. Kemungkinan aku akan naik bus atau diantar teman."

"Teman? Lelaki?" Oke. Pertanyaan konyol Naruto!

"Ya... Dengan Kiba-kun."

Naruto menahan napasnya lalu memutus pandangannya dari Hinata, Kiba-kun. Kun Kun Kun, ia bersungut pasti hubungan mereka dekat! Apa jangan-jangan pacarnya? Owh, sial. Mulutku gatal ingin bicara tapi aku tidak ingin Hinata ilfeel denganku. Astagaaaa!

"Baiklah..." jawab Naruto lalu kembali menginjak pedal gas dan melanjutkan perjalanan. Memikirkan bagaimana caranya agar Hinata nanti mau pulang bersamanya dan menjauh dari siapapun itu makhluk berjenis kelamin lelaki selain dirinya.

****

Beautiful Girl brings love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang