Semarang

33 4 0
                                    

Ghea

Malam yang cukup ramai di alun alun kota semarang, angin lembut nyaris menusuk tulangku, membuatku merapatkan cardigan ketubuhku dan segera menerima segelas wedang ronde yang tadi aku pesan. Biasanya aku selalu suka wedang ronde, dulu waktu masih kecil ayah sering mengajakku ke alun alun hanya untuk sekedar minum wedang ronde, tapi malam ini membuka mulut pun aku enggan, hari ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki lagi ke alun alun ini sejak pertama kali aku mengadu nasib ke kota metropolitan itu, kota yang memahatku menjadi pribadi individualis dan jarang tersenyum, sudah 4 tahun berlalu.

“Besok aku balik ke Jakarta ya sayang”
Suara berat itu membuyarkan lamunanku, membuatku melempar pandangan pada laki laki di hadapanku yang bulan lalu selingkuh dengan perempuan lain.

“Aku nggak bisa ninggalin kantor lama lama, abisin itu rondenya terus kita pulang kerumah kamu, aku mau pamit sekalian. Malem ini aku tidur di hotel aja, besok flight pagi” jelasnya tanpa kuminta.

“kenapa?”

“Apanya?”

“Kenapa ambil flight pagi?”

“ya soalnya biar bisa langsung ke ka-“

“Kenapa nggak sekarang aja?”

“Hm?”

“Kenapa harus ikut ke sini?” kataku tegas dengan runtutan pertanyaan. Jujur aku sebenarnya nyaris muak dengan hubungan ini, tapi sesuatu di dalam diriku enggan melepaskan laki laki yang sembilan bulan terakhir mengisi hari hariku.

Kepercayaanku sudah terluka, dan aku nggak bisa berjanji untuk menjadikannya ada lagi.

“Ghe, mau sampe kapan kamu kaya gini? Kamu sendiri yang bilang nggak mau putus. Kalo kamu kaya gini terus ya aku juga cape”

“Kaya gini apasih” elakku membuang muka menembus kerumunan orang orang yang sedang tertawa, seolah olah hanya aku di kota ini yang tengah dipeluk awan mendung.

“you don’t trust me anymore, don’t you?”

“Aku percaya, aku bilang aku percaya sama kamu! Berapa kali harus diulang?” bohong. Lagi lagi aku membohongi diriku sendiri.

“Ya kaya gini apa kalo nggak percaya? Udah sebulan kamu kaya gini aku masih tahan, tapi kalo terus terusan?”

“Apa? kamu pikir aku nggak tahu kamu masih hubungan sama cewe aneh itu? masih keeping contact kamu pikir aku nggak tahu? Kalo aku nyuruh kamu milih, kamu juga nggak bisa kan?” air dipelupuk mataku sudah menggenang, fakta mencekik yang setiap hari harus kutelan, laki laki dihadapanku ini seperti sudah tak punya asa untuk memperjuangkanku. Aku sudah tidak peduli, seluruh dunia tahu kalo aku cengeng, nggak ada yang perlu ditutupi.

“kalo kamu tahu kenapa kamu masih mau sama aku?” tembaknya tepat mengenai ulu hati. Otakku kembali berputar mencari jawaban yang tidak ada.

Nggak tahu, aku juga nggak tahu. Kalo aku bilang karena aku masih sayang, nggak. Karena aku sayang banget sama dia, apa itu cukup buat bikin dia milih aku?
“Yuadahlah, aku balik aja sekarang, jangan lama lama di Semarang. Sampe ketemu di Jakarta ya sayang. Pamitin ke ayah sama bunda kamu, maaf aku nggak pamit langsung, aku malu bikin anak gadisnya nangis terus” jari jari kasarnya menyentuh kulit wajahku untuk sekedar mengusap air mata yang sempat berlinang, kemudian ia berlalu. Hilang ditelan keramaian.











Jeff

“Kalian abis ini langsung ke hotel aja siap siap nanti abis dzuhur kita baru ke lokasi, eh Dilan mana?” human checking dari Wisnu adalah sambutan –nggak hangat- buat kita ketika baru aja menginjakkan kaki di ibu kota Jawa Tengah ini.

About 2:00 AMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang