Chapter 1: About Me

692 41 4
                                    

Kyoto, 10 Februari

Dear diary...

Di buku ini aku akan menyampaikan kata dan kalimat tentang ceritaku. Selamat membaca lembaran penuh kisah ini. Maaf bila ceritaku terlalu singkat karena aku tidak terlalu pandai dalam berbicara.

Aku tinggal di Kota Kyoto. Kota tersebut adalah kota metropolitan yang besar seerti Tokyo dan merupakan kota yang memiliki banyak situs sejarah.

Neji Hyuga.

Nama itu selalu saja disebut sebut setiap aku memasuki sekolah. Yah, aku Neji Hyuga. Anak dari Hizashi Hyuga dan Namiya Hyuga.

Siapa yang tidak kenal dengan orang itu? Hizashi Hyuga, pemilik Hyuga Corp II. Saudara kembar dari pemilik Hyuga Corp, Hiashi Hyuga.

Mungkin mereka berpikir Neji sangat beruntung bisa menjadi seorang Hyuga. Tapi, aku tidak berharap bisa menjadi anak dari Hizashi Hyuga.

Aku tidak yakin bila aku pantas memiliki darah Hyuga. Aku lebih memilih menjadi Neji saja. Menjadi putra dari Namiya. Bukan Neji Hyuga.

Bukannya tidak bersyukur. Aku tidak yakin jika orang yang menyakiti wanita pantas menjadi Hyuga. Setidaknya itu yang kuamati sampai saat ini.

Siapa pun yang menyakiti Kaa-san dan membuat Kaa-san meneteskan air mata pantas untuk aku benci. Pria itu selalu memiliki alasan yang banyak untuk memukul Kaa-san, menyalahkannya, berteriak padanya, dan membuat Kaa-san menangis.

Salah apa Kaa-san?

Kaa-san terlalu naif. Dia selalu mengatakan itu bentuk kasih sayang Tou-san padanya. Ia selalu mengatakan bahwa ia melakukan kesalahan karena itu Tou-san marah. Mungkin aku percaya hal itu saat masih kecil. Tapi, aku bukan anak kecil lagi. Aku tidak bisa mempercayai kata-kata yang begitu tidak masuk akal itu.

Bentuk kasih sayangnya dengan memukul istrinya sendiri? Itu benar-benar bukan bentuk cinta dan sebagainya.

Kaa-san selalu mengatakan, "Jangan menjadi seperti Tou-san. Jadilah dirimu sendiri, Neji. Kaa-san ingin kamu mencari seorang gadis yang baik nanti."

Aku yang masih kecil saat itu hanya mengangguk dan berjanji akan mencari gadis yang sama baik hatinya dengan Kaa-san. Tapi, aku rasa aku tidak akan pernah bisa jatuh cinta dengan siapa pun dalam hidupku. Melihat perlakuan Tou-san saja sudah cukup membuat aku yakin bahwa cinta hanya sebatas angan manusia.

Teriakan demi teriakan membuat telingaku memekak. Gadis-gadis itu benar-benar membuat moodku menjadi buruk.

Ya, mereka adalah siswi-siswi gila yang ada di Kyoto High School. Mereka benar-benar penghambur uang yang baik bagi orang tua mereka. Tidak ada artinya mereka sekolah bila hanya ingin berteriak setiap ada pria yang lewat, bergosip saat jam istirahat, dan pulang begitu saja tanpa menerima satu pelajaran pun.

Salah satu sobat karibku menyapa, "Yo, Neji."

Aku hanya diam sambil menoleh ke arah Shikamaru Nara. Satu-satunya siswa yang kuanggap teman di Kyoto High School (KHS) adalah Shikamaru. Walau dia pemalas, tapi bagaimana pun dia pantas menjadi temanku. Aku tidak bermaksud sombong. Tetapi, aku hanya mencari teman yang benar-benar bisa disebut teman. Bukannya orang yang memanfaatkan diriku dan menggunakan embel-embel 'teman' untuk menutupi kedoknya.

Ada satu orang pria lagi yang kuanggap teman. Tetapi, entah kenapa aku benci saat dia menghancurkan dan membuat onar seisi kamarku tiap dia dan sepupuku kemari untuk liburan musim panas.

Dia Naruto Uzumaki. Dia selalu saja dekat dengan adik sepupuku Hinata Hyuga, anak pamanku Hiashi Hyuga. Mereka kini bersekolah di Tokyo High School.

Musuh? Sepertinya tidak ada. Namun, bila kutanyakan pada Shikamaru maka ia hanya akan menjawab, "Sebenarnya musuhmu itu banyak sekali. Hanya saja mereka tidak berani padamu."

Aku tidak mengerti dan juga tidak yakin bagaimana bisa ada musuh yang takut pada orang yang dia benci? Aneh.

Walau pun nada omongan Shikamaru yang kurang menyenangkan dan pemalas, tetapi ia memiliki kekasih bernama Temari Sabaku. Yang aku dengar mereka adalah rival saat sekolah menengah pertama. Walaupun Temari lebih tua dari Shikamaru.

Aku selalu duduk di bangku kelasku dengan tenang sambil membaca buku pelajaran tanpa menghiraukan kebisingan di luar. Aku tidak ingin peduli pada mereka.

Terkadang setiap pagi, Ibuku selalu mengantarkanku bekal.

Aku tidak peduli apa kata orang-orang tentangku. Tapi, bila tidak memakan masakan Ibuku, rasanya aku tidak ingin memakan apapun.

Saat bertemu Kaa-san, dapat kulihat sebuah memar di pipinya yang ia sembunyikan dengan bedak. Walau begitu aku tetap bisa melihat hal tersebut.

"Apakah Ayah menyakitimu lagi, Kaa-san?"

Pertanyaanku selalu direspon dengan senyum hangatnya itu. Dia selalu saja menyembunyikan luka dan kesedihannya.

Kaa-san selalu mengalihkan topik pembicaraan kami. Aku tidak ingin membuat Kaa-san sedih. Lebih baik aku menahan emosiku lagi kali ini. Entahlah, aku tak yakin bisa menahan emosiku.

Setelah aku merasa Kaa-san lebih baik, aku segera pergi ke kelas dengan emosi yang masih tertahan dalam diri ini. Pengalihan pembicaraan itu selalu berakhir dengan cerita Ibuku yang pergi ke Panti Asuhan Hyurashi di Tokyo.

Kaa-san memang selalu pergi ke Panti Asuhan Hyurashi di Tokyo setiap tahun. Seingatku dulu aku akrab sekali dengan sobat hijauku, Lee.

Hari ini akan menjadi hari terakhir aku di Kota Kyoto. Tepatnya saat aku pulang lebih awal dari sekolah.

Hari ini aku pulang ke rumah agak cepat karena tidak ada kelas tambahan seperti biasanya. Bukannya tidak ada. Tetapi, kelas tambahan hanya untuk menambah nilai, dan kurasa nilaiku baik. Jadi, aku bolos kelas tambahan untuk pertama kalinya berkat saran Shikamaru.

Aku mendengar suara Kaa-san berteriak kesakitan. Spontan aku berlari masuk ke rumah untuk melihat apa yang terjadi. Cih, pasti pria itu menyakitinya.

"Jangan membantah perkataanku!" teriak pria itu dengan lantang lalu pergi begitu saja meninggalkan Kaa-san.

Kaa-san tersenyum dan bertanya kenapa aku begitu cepat pulang. Tidak mungkin aku menjawab bahwa aku bolos. Jadi, aku langsung bertanya mengenai keadaan Kaa-san.

"Dia memukulmu, Kaa-san?"

Pertanyaan itu selalu membuat diriku emosi dan beranjak hendak memukul pria itu. Tetapi, aku tidak bisa membantah atau menolak keinginan Kaa-san. Justru itulah kelemahanku. Pria itu selalu memanfaatkan kelemahanku agar tidak melawannya.

Kaa-san tiba-tiba berkata ingin pindah ke Tokyo dan meninggalkanku dengan pria itu di Kyoto.

"Tidak, Bu. Aku tidak ingin tinggal sendiri di sini. Intinya aku ikut dengan Ibu ke Tokyo." Hanya itu jawaban yang kulontarkan.

"Tapi-...."

"Tidak ada penolakan, Kaa-san. Aku mohon, Kaa-san." Mendengar permohonanku, Ibu mengizinkan diriku ikut dengannya ke Tokyo.

Jujur saja, aku tidak ingin hidup bersama pria itu. Aku akan melindungi Kaa-san. Itu janji seorang Neji. Bersiaplah menuju ke Tokyo. Aku yakin akan banyak kata-kata di buku ini mengenai ceritaku di Tokyo.

~ Neji

Neji's Diary [Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang