Chapter 3: First Day

426 37 4
                                    

Tokyo High School, 17 Februari

Dear Diary...

Hari Senin? Walau aku memang suka belajar tetapi, aku sama seperti remaja dan anak pada umumnya. Aku benci hari Senin.

Kini, aku pindah ke Tokyo High School (THS). Salah satu sekolah yang cukup elite, berkualitas, dan mahal. Sangat mahal. Tempat ini sangat pas untuk para penghambur uang yang hanya ingin melihat lelaki tampan di sini.

Siapa lagi kalau bukan para gadis genit yang sering berteriak.

Seperti pagi sebelumnya, aku duduk di meja makan untuk sarapan. Satu kata yang selalu melintas saat aku memakan masakan Kaa-san. 'Enak'.

"Neji, kamu mau pergi sendiri atau diantar supir?"

Aku hanya tersenyum tipis, "Aku mengemudi sendiri saja, Kaa-san."

Kaa-san mengangguk dan ia pergi untuk mengurus sesuatu dengan Paman Hiashi. Ya, Paman Hiashi, saudara kembar Ayahku. Hanya wajah mereka yang sama, tetapi, sifat mereka berbeda.

"Tunggu, Kaa-san. Aku harap Kaa-san tidak berusaha untuk bertemu dia."

Aku melihat wajah Kaa-san yang tersenyum halus. Ia hanya mengangguk. Jika sampai dia benar-benar menemui Kaa-san dan hal yang tidak diinginkan terjadi, aku tidak segan-segan untuk menghajarnya sekalipun Kaa-san tidak mengizinkan.

Aku langsung menancap gas kencang pada mobilku. Tokyo kota yang indah. Pemandangan kota ini membuatku teringat pada masa kecilku. Entahlah, aku tidak yakin.

Padahal ini masih awal. Masih jam 5 pagi. Lalu, kenapa aku datang awal sekali? Lupakan saja. Aku hanya malas untuk berlama-lama di rumah. Karena aku yakin pria itu pasti akan menemui Kaa-san. Untunglah Kaa-san ada di rumah Paman Hiashi.

Benar-benar membosankan.

Tidak ada si nanas cukup membuatku bosan. Karena hanya dia satu-satunya orang yang kuanggap teman dan sahabat di sekolahan. Untunglah di sekolah ini ada Hinata dan Naruto baka.

Mungkin kini si rubah masih tidur.

Dan Hinata mungkin sedang berbincang dengan Kaa-san.

Saat ini aku masuk ke salah satu kelas karena seseorang yang kukenal menyapaku. Ya, dia adalah si rambut mangkuk. Sepertinya dia mengingat perawakanku. Syukurlah.

Tapi, aku tidak yakin Naruto mengingat wajahku. Dia pasti akan berteriak histeris. Padahal dari wajahku, tidak ada yang berubah.

Baru tidak bertemu satu tahun saja maka Naruto akan mengatakan aku berubah sampai ia tidak mengenali diriku.

"Neji, kau Neji, kan?"

Aku hanya tersenyum tipis pada sobat hijauku satu ini, "Hm, menurutmu?"

"Tentu saja. Semangat masa muda ... Akhirnya kita bertemu."

Saat mendengar cerita dan ocehan sahabatku, Rock Lee, sekilas aku melihat perawakan gadis cepol dengan wajah mengantuk.

Aku pasti halusinasi karena terlalu stress.

"Bagaimana kau bisa datang sepagi ini?" tanya diriku sambil menatap Lee heran.

Lee berteriak, "Semangat masa muda. Tentu saja berkat latihan dari Guy-Sensei."

Seingatku guru Guy adalah guru yang mengajari Lee saat taman kanak-kanak. Apa Guy-sensei masih mengajar di sini?

"Baiklah. Aku akan ke ruang kepala sekolah dulu."

Neji's Diary [Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang