Be who you are and say what you feel because those who mind don't matter and those who matter don't mind.– Dr Seuss
❇️
Aslan
"Kenapa kalian tidak mau jujur?"
"Kenapa kalian tidak melaporkan?"
Kanan Bu Tina, kiri Pak Yanto. Depannya gue sama Ziko yang udah kayak orang bego.
"Jujur apa?" Ziko terlihat sama gak ngertinya kayak gue.
"Melaporkan apa ya Pak? Saya sama Ziko gak paham."
Gue udah deg degan aja gara gara dipanggil BK, gue kan udah lama gak kena masalah kok tiba tiba dipanggil BK. Tapi gak pa-pa sih, kangen juga sama ruangan ini. Si Ziko mah udah kelewat santai ke BK, bahkan mukanya gak ada panik paniknya sama sekali waktu dipanggil ke BK, beda sama gue yang udah deg degan dan berasumsi macem macem.
Suasana BK keliatan tegang banget kali ini, Bu Tina keliatan serius dan Pak Yanto keliatan banget kalo nyembunyiin semuanya. Kasus apa lagi?
Sampai akhirnya gue sama Ziko ngerti dan saling curi pandang. Sebuah video rekaman cctv di layar laptop terlihat gak asing diingatan dan penglihatan gue. Pekan lalu hari Jumat.
"Saya tahu kalian mengetahui ini dan berusaha menyembunyikannya."
"Pak, saya ini udah kelas 12. Saya mau tobat. Saya gak mau bikin orang lain jengkel sama saya gara gara saya buat atau ikut campir masalah."
Nih bocah asal nerocos aja. Heran sama mulutnya.
"Maaf Pak. Tapi maksudnya itu, kita gak mau cari masalah. Kita berusaha gak tahu dan gak peduli dan melupakan itu. Tapi bapak ternyata tahu."
Bu Tina menghela nafas, "Tapi cara kalian salah. Apa iya kalian mau nama sekolah tercemar gara gara kasus ini bisa tercium publik?"
"Kasus ini sudah kami tahan dari kenaikan kelas kemarin loh. Bahkan sudah sampai di telinga Pak Nandra."
Jumat pekan lalu. Di saat beberapa siswa lebih milih pergi ke kantin untuk jajan. Gue sama Ziko justru diperintah ke ruang musik untuk ngambil sound, ruang musik ini letaknya di pojok sederet sama laboratorium kimia, fisika sama biologi. Tempatnya gak seluas ruang kelas dan tempatnya emang terpencil. Di sebelahnya ada kayak gudang terbuka yang isinya kursi sama meja rusak.
Waktu gue sama Ziko masuk, gorden jendela ke buka sedikit. Dan lo pasti paham apa yang gue maksud.
Sepasang suami istri—ehh maksudnya sepasang kekasih yang sedang menikmati percumbuan mereka berdua. Gilak. Gue kaget banget. Si cowoknya agresif banget parah, ngeremes lah peluklah. Si ceweknya kayak pasrah dan nikmatin aja. Dan yang lebih parah mereka itu adik kelas cuy, masih kelas 10. Gue paham wajah wajahnya.
Gue langsung nyuruh Ziko diem dan tutup mulut padahal waktu itu Ziko gak berisik sama sekali. Pas gue perlihatin adegan dewasa itu dia sok sokan gak kaget sama sekali. Kayak stay cool gitu. Baru deh nyampe kelas kagetnya, telat banget.
Gue sama Ziko antara ngakak, kaget, sama takut. Karena secara otomatis kita pasti kerekam cctv ruang musik, juga cctv yang ada di daerah terpencil itu. Iya, sekolah gue emang bener bener memperhatikan daerah daerah kayak begitu, gue juga sadar ada cctv di sana. Dan gue juga sadar seberapa gobloknya adik kelas gue itu. Indehoy kok gak modal?
Karena kita juga udah kelas 12 juga kali ya? Muncul kesadaran di diri gue, tapi gue udah dari lama sih. Kesadaran dari diri Ziko buat ngejauhin masalah. Kalo masalahnya kita yang buat mungkin masih bisa diatasi, tapi gimana kalo kita ikut campur masalah orang lain? Kayak sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction[COMPLETED] Ketika anak sulung yang selalu menjadi 'harus' walau bukan keharusannya. Ketika anak sulung dilahirkan untuk selalu menjadi 'awal' walau dia tak selamanya pertama. Ketika ayah, bunda dan adik adalah hidupnya yang menjadi mimpi. Akankah...