11 | Ilana's BF

138 25 48
                                    

Rasanya Ilana masih meragukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya Ilana masih meragukannya. Jadian dengan iqbal. Jatuh dalam status yang mendesaknya pada kemungkinan kehancuran yang sama. Sejujurnya Ilana merasa ragu dengan keputusannya. Dia tidak bisa tidak khawatir dengan kemungkinan buruk tentang itu.

Iqbal bukan pilihan yang tepat yang mungkin bisa melindunginya. Dia bahkan bisa melukai Ilana jauh lebih buruk daripada Inno yang hanya meninggalkannya setelah didamprat oleh ayahnya. Kemungkinan terburuknya adalah, Iqbal bisa saja mengkoar-koarkan perihal dirinya kepada kedua sahabatnya, kepada seisi kelasnya, dan bahkan kedua sahabat Ilana sendiri.

Itu yang coba Ilana kendalikan dari awal. Dia benci berurusan dengan orang yang pada akhirnya membawanya pada masalah. Awalnya dia kira dia akan bersekolah dengan tenang tanpa memusingkan kehadiran pemuda manapun yang merusuhnya. Sayangnya, harapannya hanya menjadi mimpi, karena Iqbal bahkan hadir seperti permen karet yang menempel di rambutnya.

Ilana berharap bisa melenyapkan segala pikiran yang mengganggunya itu sesegera mungkin.

Tiba di depan gerbang sekolah, sekonyong-konyong sebuah ulasan senyum menyambut pagi Ilana. Iqbal berdiri di sana dengan lambaian dan senyuman bodoh yang entah kenapa menyesakkan dada. Ilana merasakan dejavu. Sesosok pemuda hadir, menyambutnya dengan hangat, mengalirkan energi positif untuk memulai pagi. Sayang, sosok di depannya jelas-jelas bukan Inno.

Ilana ingin menampar dirinya. Di saat seperti ini seharusnya ilusi masa lalunya tidak hadir. Ilana sedang menjejak pada episode baru hidupnya. Dia tidak boleh membiarkan pikiran-pikiran semacam itu melumpuhkannya. Ilana yang dulu bukanlah Ilana yang sekarang. Dia harus mematri kalimat itu dalam otaknya.

Ilana hendak balas tersenyum saat sebuah panggilan tiba-tiba membuatnya menoleh. Ada dua sahabatnya di sana. Mereka buru-buru menghampiri Ilana dan merangkulnya.

Wulan menyadari kehadiran Iqbal, kemudian dia menyunggingkan senyum cerianya dan berkata, "Pagi Bal. Nungguin Didi sama Arnas ya?" Itu bukan pertanyaan yang sepertinya ingin Iqbal dengar. Ilana merasa tak enak--dari tatapan Iqbal seolah dia mempertanyakan tentang pemberitahuan status baru mereka. Jelas, jawabannya adalah Ilana belum bilang apa-apa pada kedua sahabatnya.

Belum sempat Iqbal menjawab, bel masuk berdering. Wulan pun tak menunggu lama lagi. Sebuah lambaian perpisahan mengudara. Kemudian dia dan Indri bergegas membawa Ilana pergi dari Iqbal untuk masuk ke kelas. Mereka meninggalkan Iqbal mematung dengan senyum yang berangsur memudar setelah kepergian Ilana.

Iqbal mendengkus, "Katanya mau dideketin terus. Kok malah dicuekin." Iqbal mencembik.

Ternyata tingkah aneh Iqbal tidak hanya sampai di depan gerbang. Entah bagaimana ceritanya Ilana terus menerus melihat Iqbal melintasi pintu kelasnya. Anehnya dia seolah memang sengaja mencoba mencari perhatian Ilana. Gadis itu memijit pelipisnya--keheranan dengan tingkah pemuda itu.

"Eh, La. Tu si jangkung ngapain dah mondar-mandir. Caper banget," bisik Wulan, menyodokkan sikunya ke lengan Ilana.

Ilana ingin menyahutnya, baru sadar dia caper?

Sisa Lara (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang